2 - Parenting
Mason mengecek kamar anak-anaknya satu persatu. Mereka semua tertidur pulas, membuat Mason lega. Ketika ia sedang berjalan menuju kamarnya, ia mendengar suara berisik dari dapurnya. Itu membuatnya waspada. Diam-diam, Mason turun ke lantai satu, menuju dapurnya.
Ia menyalakan lampu dapur dan melihat Ethan di sana, membuka kulkasnya. Lampu yang menyala pasti membuat pria itu sadar ia ada di sana. "Halo untukmu juga, Mason." Ethan mengeluarkan sebuah botol whiskey dari kulkasnya dan duduk di meja makan.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Mason seraya masuk ke dapur, mengambil dua gelas kaca dari rak dan meletakkannya di meja.
Ethan menuangkan whiskey ke dua gelas itu. "Tidak ada, hanya membobol rumahmu." Keduanya terdiam, meminum whiskey mereka. Setelah beberapa saat keheningan itu, Ethan berkata, "Pembobolan di sektor lima belas itu membuat kami kehilangan cukup banyak senjata."
"Dua belas orang terluka parah, lima meninggal," lanjutnya. "Aku turut berduka tentang istrimu."
"Bukan salahmu." Mason mengangkat bahu. "Why did you came here, Ethan?" Pasti ada alasan lain dari kedatangan temannya itu.
Ethan terdiam lagi, tatapannya jatuh pada gelas yang kini kosong. Mason menunggu dengan sabar, dari raut wajah temannya, sesuatu pasti terjadi. Setelah beberapa menit, Ethan akhirnya bergerak. Ia mengeluarkan ponselnya dan memberikannya kepada Mason.
Meskipun bingung, Mason tetap meraih telepon dan membuka kunci layar, Ethan tidak pernah mengubah kata sandinya sejak mereka bergabung dengan agensi. Mason adalah satu-satunya yang mengetahui fakta itu. Ia memeriksa ponsel Ethan, lalu menemukan sebuah screenshot yang membuatnya terdiam.
"Kau yakin tentang ini?" Ia mendongak dari ponsel dan menatap Ethan yang mengangguk, menuangkan lebih banyak whiskey ke gelasnya.
"Seratus persen." Ethan menghela napas.
"Apa yang mereka inginkan?" Ia melihat ke arah Ethan yang memelototi gelasnya.
"Kau. Mereka ingin kau kembali," ujar Ethan.
"Mereka tidak bisa melakukan itu, ‘kan?"
"Aku tidak tahu, tapi dari statusmu di situs, mungkin mereka bisa."
"Kau tahu aku jelas tidak bisa kembali." Mason mencengkeram gelas kacanya. Selama beberapa tahun terakhir ini, ia bahagia. Keluarganya aman. Anak-anaknya aman. Walaupun masa lalunya selalu ada untuk menghantuinya. Setiap hal sederhana di rumah bisa dengan mudah membawanya ke masa lalu. Mason membenci hal itu.
"Aku tahu," balas Ethan setelah beberapa saat. Mason terus menggulir ponsel Ethan, ia memeriksa beberapa dokumen di sana, dan tidak menemukan apa-apa selain file medis. Jadi ia membuka aplikasinya yang lain dan memesan makanan cepat saji untuk mereka berdua.
"Aku akan mencoba meyakinkan mereka untuk membiarkanmu pensiun dengan tenang." Ethan memberi isyarat untuk mengembalikan ponselnya, dan Mason mengembalikannya. Petugas medis mengerutkan kening ketika dia melihat aplikasi yang dibuka Mason. "Seriously? You ordered fast food now? With my phone?"
"Seriously? You broke into my house and drank my whiskey?" Mason mengangkat bahunya dan meminum whiskey-nya lagi.
***
Seminggu kemudian.
Mason duduk di meja makan, menunduk ke tangannya sambil membaca tagihan listrik, tagihan air, pembayaran rumah, penandatanganan anak-anak untuk sekolah dan banyak lagi. Ia pernah melakukan ini sebelumnya, tetapi kebanyakan itu adalah Lauren. Ia menghela napas dan dengan lembut mengusap wajahnya dan mendengarkan rumah yang sunyi.
Tunggu 'rumah yang sunyi'? Mason tiba-tiba duduk tegak saat ia menyadari ada yang tidak beres. Ia mengerutkan alisnya dan menajamkan telinganya, mendengarkan. Ia bisa mendengar percakapan teredam dari ruangan lain tempat anak-anak bermain. Ia berdiri dan berjalan diam-diam ke pintu kamar bungsunya dan mendengarkan percakapan mereka.
"... lalu kita akan menculik Uncle Ethan," kata Ellie.
"Tidak, kita tidak bisa menculik orang." Clark merespon. Mason tersenyum geli.
"Kau tidak tahu itu."
"Guys!" teriak sepupu mereka, Liam, anak laki-laki Maddie, "kalian melupakan hal yang paling penting. Kita harus mendapatkan cookies. Nick will want cookies, so it's super important."
"Actually, we have to kidnap dad first," desak Ellie.
"We're not kidnaping anyone, that's illegal. Dad arrests people who kidnap other people," kata Clark lagi. Mason tersenyum lebar dan membuka pintu. Anak-anak telah membuat benteng selimut di antara ranjang dan kursi, dan membuat semacam daftar. Mereka semua mendongak ketika mereka melihatnya membuka pintu.
"We've been discovered!" seru Ellie. Dia mengambil daftar itu dan terjun ke bawah tempat tidur. Liam mengikutinya dengan panik dan kaki kecilnya mencuat.
Clark memutar mata birunya dan hanya duduk di lantai dengan Nick di sampingnya, yang menyerahkan sebuah buku kepada anak laki-laki yang lebih tua. Mason menyeringai dan bersandar ke pintu, memperhatikan mereka. Nick menyenggol saudaranya dan memberinya buku itu.
"Apa yang kalian berempat lakukan?" tanya Mason, melirik ke tempat tidur.
"Aku tidak yakin lagi." Clark mengangkat bahunya dan membuka buku yang Nick berikan. Mason duduk di lantai bersama dengan Clark dan Nick, melirik ke bawah tempat tidur. Ellie menatapnya dengan senyum lebar. Mason meletakkan jari telunjuknya di bibirnya, mengisyaratkan anak perempuan itu untuk diam lalu dia menarik kaki Liam dan menyeretnya keluar dengan cepat.
Anak laki-laki itu berteriak kaget ketika Mason mulai menggelitiknya. "Aku tidak akan memberitahumu, Uncle!" Mason cekikikan dan semakin menggelitiknya. Setelah beberapa menit, bocah itu kehabisan napas dan berbaring di pelukan Mason.
"Aku … menyerah." Liam terengah-engah dan menyeringai ke arahnya. Mason mengangkat alisnya dan sedikit menggelitiknya lagi. "Okay! Stop it!" Liam tertawa tak terkendali. Mason berhenti dan menunggu dengan sabar. "Kami berencana untuk berkemah."
"You ratted us out!" protes Ellie dari bawah tempat tidur. Gadis itu keluar dengan wajah cemberut.
"Kau tahu kita harus memberitahunya bagaimanapun juga," kata Clark. Mason menyeringai pada anak laki-laki tertuanya. Anak laki-laki itu tumbuh begitu cepat.
"Jadi, bisakah kita, Paman?" Liam menatapnya dengan puppy eyes terbaiknya.
"Well, aren't you already?" Mason melihat benteng selimut yang mereka bangun. Ellie memberikannya kertas yang berisi daftar kegiatan kemah mereka. "Oh, kau ingin melakukan ini?"
"Ya!" jawab anak itu, "ini bukan berkemah."
"Maksud Ellie, kita harus berada di luar," tambah Clark.
Mason menghela napas dan berdiri untuk mematikan lampu. Ia berbaring di bawah benteng selimut dan anak-anak berkumpul di sekitarnya. Ia menyalakan jam digitalnya dan hologram bintang-bintang muncul di langit-langit kamar. Anak-anak terkagum dan mulai menunjuk bintang-bintang yang ada di atas mereka dengan bersemangat, meminta penjelasannya. Setelah beberapa jam, mereka meringkuk ke arahnya dan tertidur.
"Ayah," bisik Clark, setengah tertidur, "bisakah kita pergi berkemah suatu hari nanti?"
"Tentu saja," jawab Mason sambil tersenyum. Sebenarnya, ia dan Lauren sudah berencana ingin membawa mereka berkemah pada musim panas tahun depan.
***
Tak terasa Natal sudah dekat. Mason telah membeli beberapa hadiah untuk anak-anaknya dan sekarang mereka harus mendekorasi rumah mereka. Atau kebanyakan hanya Mason, anak-anak bermain dan berlarian di sekitar rumah.
"You're the bad guy!" seru Ellie, "Clark—"
"Bukan! It's Lord Clark! Emperor of Destruction!" Clark berlarian di sekitar Ellie dan tertawa. Clark telah memakan dua batang cokelat pagi ini. Mason tersenyum, menggelengkan kepalanya. Mungkin seharusnya ia tidak membiarkan anak laki-laki itu memakan terlalu banyak cokelat.
Ia menggelengkan kepalanya dan kembali mengecat dinding. Ia mendengar langkah kaki kecil dan mendongak untuk melihat Nick di sana. Anak laki-laki itu duduk di sampingnya dan melihatnya mengecat. Mason tersenyum dan menyerahkan kuas kepada bocah itu, yang mengambilnya dengan semangat. Nick mencelupkannya dan memutarnya ke kayu. Mason terkekeh dan mendudukkan putranya di pangkuannya. Ia memegang tangan mungil Nick dan membimbingnya.
"Atas dan bawah," kata Mason dengan lembut. Nick bersandar di dadanya dan menyeringai padanya. Mason tersenyum dan terus membimbingnya.
"Bisakah aku membantu juga?" Clark bertanya sambil duduk di sebelah Mason.
"Aku tidak berpikir Lord Clark the Emperor of Destruction ingin membantu?"
"Yes he would!" Clark mencelupkan tangannya ke dalam cat dan menempelkan tangannya ke dinding. Mason terkekeh dan mengacak-acak rambutnya.
Kekacauan dimulai ketika Ellie bergabung dengan mereka. Clark adalah orang yang memulainya. Ia melukis wajah tersenyum di Ellie ketika dia tidak melihat. Tentu saja hal itu membuat gadis itu kesal. Ellie meneteskan cat ke seluruh kepala mereka, ia terkikik senang.
Mason menangkup pipi Nick, meninggalkan cat di sana.
"Lihat kekacauan yang kalian buat." Mason mendongak melihat Ethan yang berdiri di tangga. Clark dan Ellie langsung berlari menuju temannya itu dan memeluk Ethan.
Ethan berteriak kaget dan mencoba menghindari mereka. "Kids, no!" Petugas medis berteriak saat cat mengenai pakaiannya dan kedua anak Mason tertawa senang.
Mason menonton dari bawah dengan senang, Nick masih diam di pangkuannya. Alangkah baiknya jika Lauren masih ada bersama mereka.
Sore harinya, setelah mereka bersih-bersih, Mason menyiapkan makan malam untuk mereka semua. Ellie dan Clark membantu Ethan memperbaiki sesuatu di ruangan lain, sedangkan Nick pergi ke kamarnya. Ia akan memanggil mereka ketika ia mendengar ketukan di pintu.
Mason membuka pintu dan tersenyum kecil saat melihat ibu mertuanya, Jolene Reynolds, berdiri di sana. Matanya melebar ketika ia melihat rumahnya di belakang bahunya. Mason sama berantakannya dengan ruang tamunya. Ia basah kuyup dan catnya berceceran di baju dan rambutnya, yang liar. Mason memperhatikan ekspresi Jolene dan melihat ke belakang.
Clark berlarian di sekitar rumah tanpa baju dan cat berceceran di seluruh tubuhnya juga dengan sebuah palu di tangannya. Ellie mengejarnya dengan kantong vakum dan sepertinya ingin membuangnya ke saudara laki-lakinya. Mason menatap kosong pada ibu mertuanya.
"Mason, apa kau butuh bantuan?" Jolene bertanya padanya, dengan rasa jijik yang tersamar dalam suaranya. Mason menyingkir dari ambang pintu dan membiarkan ibu mertuanya masuk. "Jika kau membutuhkannya — letakkan itu!"
Clark tertegun di tempatnya. Mason juga terkejut dengan teriakan Jolene. Wanita itu mendekati Clark dan mengambil palu dari tangannya.
"Aku sedang memperbaiki sesuatu!" protes anak laki-laki itu.
"Kau seharusnya tidak bermain dengan ini! Siapa yang membiarkanmu bermain dengan palu?" Ia memarahi Clark dan melirik Mason dengan marah. Mason menatap ke bawah, merasa bersalah. Sejujurnya, ia tidak berpikir itu berbahaya sama sekali.
"I did." Mereka melihat ke Ethan yang memasuki ruangan. Temannya memelototi ibu mertuanya dan mengambil palu dari tangannya. "You got a problem with that?"
"Ini bukan tempat bagi anak-anak untuk tumbuh dengan baik." Jolene melanjutkan, menunjuk rumah yang berantakan.
"Jika kau punya masalah dengan itu, kau bisa pergi," sergah Ethan, "itu pintunya."
Jolene menoleh ke Mason yang terdiam. "Serius? Ini bukan pengasuhan yang baik. Lauren akan melakukannya dengan lebih baik. Aku tahu seharusnya aku tidak membiarkan dia menikah denganmu!" Itu dia. Itu membuat Mason merasa lebih bersalah dari sebelumnya.
"Itu sudah cukup!" geram Ethan. Petugas medis itu mendorong Jolene keluar dan menutup pintu tepat di depan wajahnya. Suara pintu yang dibanting membuat Mason tersentak.
Mason melihat kedua anaknya yang terdiam, ia bisa melihat air mata menetes, hal itu membuatnya merasa sangat sedih. Ia berlutut dan menarik mereka ke dalam pelukannya.
"It's okay, daddy's here. Don't listen to her, okay?" Ia mengacak-acak rambut mereka saat mereka menangis di pundaknya. Mason melirik ke lorong dan melihat Nick mengintip dari sana, mungkin ia mendengar seluruh percakapan dengan neneknya, karena anak itu juga menangis.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top