Part 31

Publish on: Selasa, 28 April 2020 [22.26]

MISSION IN SCHOOL

"Hanya ingin memberi tahu pilihanmu. Percaya atau mundur."

***

"Pasien kehilangan banyak darah. Beruntung stok darah AB di rumah sakit ini masih tersedia. Kalian tidak perlu khawatir." Ucapan dr. Rendi setelah satu jam yang lalu Revan memasuki IGD akhirnya membuat mereka lega.

Krystal merangkul Jessica yang kini memejamkan mata merasa semua beban di pundaknya menghilang. Seorang pria paruh baya dengan seragam Kepolisian Jakarta datang menghampiri mereka. Daniel yang pertama menyadarinya segera beranjak.

"Gue jelasin ke polisi dulu. Nath, lo ikut gue." Nathan mengangguk, ia mengikuti langkah Daniel. Keduanya mendekat ke arah Iptu Pratama.

"Jadi, apa yang akan kalian jelaskan di kantor nanti?" Iptu Pratama memandang Daniel dan Nathan dalam. Ia mengenal dua remaja di hadapannya itu.

"Paman ... sepertinya akan lebih baik jika kita mengobrol di sini saja." Nathan menggaruk belakang kepalanya. Ia sangat tidak suka suasana kantor polisi.

Iptu Pratama menarik napas panjang, lantas duduk di kursi rumah sakit. Tangannya memberi kode pada Daniel dan Nathan untuk ikut duduk, "Baiklah. Kalian bisa menjelaskannya sekarang. Bagaimana anak itu bisa tertusuk dan kenapa kalian ada di sekolah tengah malam seperti tadi?"

Daniel menatap Iptu Pratama, atasannya di Kepolisian. Ia lantas menceritakan semuanya dari awal, tentang misi menuntaskan kasus pembunuhan di Galaxy High School.

***

Arlan menahan tangan Daniel saat mereka sudah keluar dari Rumah Sakit, kecuali Jessica yang memilih menunggu Revan sadarkan diri. Langkah mereka terhenti, menatap sikap aneh Arlan yang kini terlihat menahan amarah.

"Gue tahu lo nyembunyiin banyak hal dari kita, Niel," ujar Arlan datar. Rahangnya nampak mengeras.

Daniel melepaskan tangan Arlan dari lengannya, ia menatap pria itu tenang, "Apa maksud lo?"

Arlan mendecih, "Gue gak sebego itu, Niel. Lo tahu banyak dari kasus ini kan? Pembunuhan itu terjadi, waktu lo jadi murid baru. Dan dulu, lo pernah nolak buat gabung mecahin kasus ini lalu tiba-tiba lo join lagi. Lo juga dengan mudahnya bisa mecahin clue, ditambah adanya Nathan yang suka nge-hack. So, besar kemungkinan lo tahu banyak tapi justru tetap diam dan buat kita semua keliatan kayak orang bego. Kenapa lo gak jujur aja hah?"

Semuanya terdiam, menatap ke arah Daniel yang masih berdiri tenang.

Arlan maju, mendorong pundak Daniel. "Kalau bukan karena lo, Revan juga gak akan masuk rumah sakit."

"Arlan!" Allena menegur, berusaha menyadarkan Arlan bahwa itu tidak benar. Revan ditusuk, hal tersebut murni kecelakaan.

"Kalau aja lo gercep dikit narik Jessica, Revan gak akan kena tusuk."

Arlan menatap tajam Daniel. "Yang ada di pikiran lo itu cuman Krystal!" Krystal tersentak mendengar Arlan menyebut namanya, "Gue tahu lo sama dia diam-diam selidikin semuanya, kan? Lo kira kalian bisa pecahin kasus ini berdua doang? Krystal bahkan gak tahu apa-apa sebelumnya. Dia hanya kebetulan ada sama lo waktu lo dapat surat clue. Tapi dengan entengnya lo malah nyembunyiin semua yang lo tahu dan lebih memilih selidikin lebih lanjut sama Krystal! Bilang aja lo naksir dia, kan?!"

"Terus?"

Arlan mengepalkan tangannya.

Bugh!

"Arlan!"

"Daniel!"

Daniel memundurkan langkahnya setelah mendapat bogeman keras dari Arlan. Sudut bibirnya mengeluarkan darah.

"Lo sadar gak kalau Krystal justru bikin lo egois dan milih buat sembunyiin semua fakta yang lo tau?!"

Daniel menggeram marah.

Bugh!

Ia balas memukul Arlan, membuat pelipis pria itu membiru. Arlan mendecih, ia membalasnya. Hingga terjadilah perkelahian di depan rumah sakit.

"Arlan udah!"

"Stop! Kalian gak nyadar ini di tempat umum?!"

"Nath, bantuin lerai dong!"

"Eh eh, udah cukup woi!"

"Woi, malu dilihatin banyak orang!"

"Daniel Arlan, udah cukup!"

Nathan maju di antara keduanya.

Bugh!

Tapi justru ia kena bogeman Arlan yang meleset, membuatnya mundur, meringis kesakitan. Allena menarik tangan Arlan kasar, begitu juga dengan Krystal yang menahan Daniel. Napas kedua pria itu terengah, saling menatap tajam. Sedangkan Zoya membantu Nathan yang masih meringis memegangi bibirnya.

"Kalian kekanakan tau gak! Ini tuh rumah sakit!" Allena menatap keduanya tajam.

"Len, mending kita pulang aja ya. Banyak yang liatin soalnya," ujar Krystal. Ia melirik ke dalam rumah sakit, dimana banyak orang yang menatap mereka penasaran.

Allena menyadarinya, ia mengangguk. Lantas Krystal membantu Daniel menuju mobilnya. Tak sadar Arlan melihat itu semua dengan sorot mata tak terbaca. Yang jelas, hatinya panas. Arlan melepas kasar tangan Allena yang menahan lengannya. Langkahnya bergegas menuju Zoya, menarik gadis itu dan membawanya pergi. Sementara Allena menatapnya dengan mulut terbuka tak percaya.

"Len, bantuin gue elah!" Ia menoleh pada Nathan yang terduduk dengan sudut bibir memar.

Allena berdecak, "Sok jagoan!"

***

Arlan memejamkan mata, meringis menahan sakit saat Zoya mengobati pelipisnya yang terluka.

"Gak guna banget."

"Buat apa coba lo tadi gitu?"

"Bikin masalah tambah runyam aja."

"Dasar!"

Dari memasuki mobil, Zoya tak henti-hentinya memaki Arlan. Ia greget sendiri, pasalnya Arlan benar-benar membuat semuanya berantakan. Bukannya bersatu dan menyusun rencana selanjutnya, mereka malah bertengkar. Kekanakan sekali.

"Lo umur berapa sih? Tujuh tahun ya?" Zoya menekan kapasnya.

Arlan meringis, "Ditambah sepuluh tahun."

"Udah gede kelakuan masih kayak anak TK!"

"Tujuh tahun udah masuk SD, Zoy."

Zoya mendelik, "Bodo amat!" Ia menempelkan plester, kemudian menekannya lembut. Walaupun pada kenyataan, Zoya ingin sekali menampolnya.

"Nah, udah."

"Thanks."

Zoya hanya mengangguk. Ia menatap Arlan, menunggu pria itu mengatakan sesuatu karena sedari tadi Arlan terlihat pengin ngomong tapi ragu.

"Lo mau ngomong apa?"

"Eh?"

Zoya memutar mata, "Keliatan banget ada yang mau diomongin."

Arlan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, ia lantas membenarkan posisi duduknya di kursi pengemudi.

Arlan menatap Zoya intens, "Zoy."

"Hm?"

"Gue mau ngomong sesuatu tapi lo jangan kaget ya?"

"Apaan sih?"

"Janji dulu lo gak akan kaget."

Zoya mendecak, "Iya, gue janji."

"Lo ...." Arlan menarik napasnya panjang, "Bantuin gue move on. Please ...."

Mata Zoya membulat sempurna, "HAH?!"

***

"Pelan-pelan anjir!"

"Jangan ditekan, bego!"

"Lo bisa lembut dikit gak sih?"

Krystal menatap Daniel jengkel. Pria itu tidak pernah mengumpat sebelumnya, tapi kenapa saat Krystal menempelkan kapas dengan alkohol ke sudut bibirnya yang terluka, Daniel malah ngomel kayak emak-emak?

"Lo obatin sendiri aja deh! Ribet banget dari tadi." Dengan kesal, Krystal meletakkan kotak P3K di atas meja. Baru saja akan berdiri, Daniel menahannya.

"Iya, gue diem. Obatin sekarang!"

Krystal memutar mata. Dengan kasar, Krystal mendudukkan dirinya. Ia mengambil alkohol dan meneteskannya sedikit ke kapas, lalu mengobati luka Daniel. Untung saja pria itu beneran diem, cuman kadang meringis nyeri. Salah sendiri tadi bogem-bogeman sama Arlan.

"Makanya jangan sok kuat!"

"Dia mulai duluan." Daniel terlihat seperti seorang anak yang mengadu pada ibunya.

"Gue gak peduli siapa yang duluan. Yang jelas, kalian sama aja. Childish banget!"

"Dia yang childish, gue enggak." Daniel menyahut dengan wajah santainya. Krystal benar-benar ingin mencakar wajah Daniel sekarang juga.

"Kenapa tadi lo diem aja coba? Kenapa gak jawab pertanyaan Arlan buat bela diri?" kesal Krystal.

"Pertanyaan yang mana? Yang kalimat Bilang aja lo naksir dia?"

Bilang aja lo naksir dia, kan?!

Krystal mendelik, kapasnya sampai jatuh membuatnya buru-buru mengambil kapas itu. Ia berdehem, mencoba santai padahal pipinya sudah memanas.

"Yakin mau denger jawabannya?" Daniel menaikkan sebelah alis, membuat Krystal kelabakan.

"Bu-bukan yang i-itu!"

Anjir, mulut sialan! Ngapain pake gagap coba?!

"Maksud gue tuh, alasan kenapa lo gak milih jujur dan bilang apa aja yang lo tahu tentang kasus ini. Nah iya, pertanyaan itu!" Krystal meringis.

Daniel menarik napas panjang, "Apa bagusnya kalau mereka tahu?"

"Lo--" Krystal menganga, "Maksudnya mereka gak berhak tahu gitu?!"

"Lo mau nyawa mereka makin terancam?" tanya Daniel.

"Dan biarkan korban terus berjatuhan?" Krystal balik bertanya.

Daniel terdiam.

Krystal menarik napas dalam, "Niel, gue sebenarnya setuju sama Arlan. Harusnya lo jujur dari awal, pasti kita bisa nyelametin korban."

"Gue gak bisa." Daniel menatap Krystal datar.

"Ke-kenapa?"

"Gue gak mau libatin kalian lebih jauh."

Krystal menatapnya tak percaya, "Tapi dari awal kita emang udah terlibat, Niel! Lo gak boleh egois."

"Gue gak egois. Gue mentingin nyawa kalian."

"Lo gak pernah percaya sama kita! Lo gak pernah percaya kalau kita bisa pecahin kasus ini bersama-sama. Gue tahu, lo detektif. Tapi, lo lihat sendiri kan? Gak ada kemajuan apapun karena kita kurang kerja sama. Kita juga masih saling curiga satu sama lain, itu yang buat kita gak pernah saling percaya." Krystal menghembuskan napasnya berat.

Ia menatap Daniel, "Jadi, lo bakal jujur kan? Apa aja yang lo tahu dari pembunuhan ini?"

Daniel mengalihkan tatapannya, "Lo bener. Di antara kita emang gak pernah ada rasa saling percaya. Tapi lo juga sama, Tal. Lo nyembunyiin sesuatu sama kita," Daniel menatap Krystal lama, "Siapa Raja?"

Pertanyaan itu membuat Krystal tersentak, ia mengalihkan pandangannya.

Daniel tersenyum miris, "Lo juga gak percaya kan sama gue?"

"Bukan, bukan gitu. Gue--gue cuma ...."

"Lo tahu kenapa gue diam aja saat ada yang aneh dari lo? Itu karena gue mau lo percaya sama gue dan bisa cerita semuanya tanpa gue minta."

Krystal menunduk, "Soal Raja ... lo kenal dia juga?"

Terdengar hembusan napas kasar dari Daniel, "Lo belum jawab pertanyaan gue sebelumnya."

"Raja mantan gue." Krystal cemberut lalu ia menatap Daniel yang memandangnya dengan alis terangkat, "Puas lo?!"

Daniel mengangguk, "Gak nyangka aja orang kayak Raja bisa dapetin cewek kayak lo."

Cewek kayak lo.

Kesannya Daniel ngehina banget ya? Krystal ingin mencekiknya sekarang. Daniel tidak tahu saja bahwa dulu Raja ngejar-ngejar dia selama setahun.

"Gue udah jawab. Sekarang giliran lo, apa hubungan lo sama Raja?"

Daniel terdiam, "Gak ada."

"Halah! Bohong banget!"

Daniel tersenyum samar, "Belum saatnya lo tahu."

"Terus kapan? Sampai kasus ini selesai dengan sendirinya? Sama aja udah basi."

"Raja ada hubungannya sama kasus ini?"

"Gak tahu." Krystal menjawab ketus.

"Gue serius."

"Gue emang beneran gak tahu, bambang!"ujar Krystal kesal. "Dia sok misterius bilang mau lindungin gue padahal sikapnya aneh banget," lanjutnya bergumam.

"Maksud lo?"

"Gak ada."

"Jawab gue, Tal. Gue tahu lo sembunyiin banyak tentang Raja. Apa yang Raja lakuin di sini?" desak Daniel.

"Buat apa gue jawab? Lo aja gak jawab pertanyaan gue tadi."

"Tal."

"Apa?!"

"Jawab pertanyaan gue. Gue serius."

"Belum saatnya lo tahu." Krystal tersenyum puas berhasil mengikuti kata-kata Daniel yang membuatnya naik darah.

Daniel menghela napas kasar, "Apa susahnya si ngasih tahu?"

Krystal terperangah lalu tersenyum miris, "Harusnya pertanyaan itu buat diri lo sendiri." Ia lantas berdiri meninggalkan Daniel, merasa sangat kesal. Hingga saat Krystal berada di ambang pintu, ia mengatakan sesuatu yang membuat Daniel terdiam.

"Arlan benar. Lo emang egois, Niel. Mending lo perbaiki diri sebelum bertindak lebih jauh lagi."

***

To be continued ....

Mau up date kapan lagi?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top