Part 25

Publish on : Senin, 17 Februari 2020 [16.23]

MISSION IN SCHOOL

***

"Tapi sayang, bos. Si Zila ini udah pindah sekolah sebulan yang lalu. Kebetulan gue denger kabar itu dari Haris, anak IPS 2."

Ucapan Gerry masih terngiang - ngiang di pikiran Arlan. Pria itu kini bingung bukan kepalang. Kalau gadis bernama Anne Zila Pramila itu sudah pindah, lantas siapa cewek berkuncir kuda yang dilihatnya di rooftop kemarin?

Langkah kaki Arlan terdengar menghentak bersamaan dengan kerumunan siswa siswi yang berlalu lalang menuju kelas. Ah, bel masuk pasti akan berbunyi lima menit lagi. Arlan acuh dengan hal itu, ia sudah biasa membolos dengan alasan ada tugas OSIS.

Menaiki tangga menuju rooftop, Arlan mengatur nafasnya yang ngos - ngosan di depan pintu rooftop yang terbuka. Tubuhnya yang sudah panas karena berlari di siang bolong ini bertambah panas ketika melihat pemandangan di depannya.

Daniel dan Krystal ... tengah berpelukan.

Perlahan Arlan memundurkan langkahnya. Nafasnya masih belum teratur, pun jantungnya yang entah kenapa berdetak lebih cepat ketika melihat adegan itu. Tangannya mengepal. Matanya menyorot sendu.

Haruskan Arlan gagal untuk kedua kalinya? Kepada Krystal dan ...

Ressa.

***

Daniel mulai melepaskan pelukannya saat ia merasa Krystal telah baik - baik saja. Dipandangnya gadis yang kini sedang menunduk itu. Ia tau, ada banyak hal yang kini disembunyikan oleh Krystal. Tentang mantan Krystal ... dan kasus pembunuhan ini.

Tapi Daniel memilih diam. Ia bisa saja menanyakan semua itu pada Krystal. Namun ia tak melakukannya. Karena pada kenyataannya, Daniel pun sama dengan Krystal. Menyembunyikan segala sesuatu yang ia ketahui tentang kasus ini. Percayalah, Daniel tahu lebih banyak. Alasan pembunuh itu membunuh banyak orang melalui cara menyamarkannya dengan bunuh diri dan ...

siapa saja pelakunya.

Maaf.

Kata itu hanya mampu terucap dalam batin Daniel. Dia menyembunyikan semuanya bukan karena dirinya merasa bisa menyelesaikan kasus ini sendirian, bukan. Tapi ia takut. Daniel takut, jika teman - temannya mengetahui kebenaran itu sekarang, maka semuanya akan berakhir. Pembunuh itu ... seperti psikopat.

"Makasih," ujar Krystal sembari mengelap ingusnya.

Oh tidak, pasti wajah Krystal saat ini sangatlah berantakan. Matanya akan membengkak, ia yakin hidungnya memerah, dan bekas - bekas air mata yang ia keluarkan pasti menambah kesan jelek pada wajahnya.

Menyadari itu, Krystal langsung menutupi wajahnya menggunakan tangan.

Daniel mengernyit, "Kenapa?"

"Muka gue jelek sekarang," ujar Krystal parau.

Sejenak Daniel terkekeh, "Udah jelek dari dulu kali."

Krystal memukul lengan Daniel dan mengerucutkan bibirnya. Daniel justru tertawa lepas melihat wajah Krystal. Kalau boleh jujur, wajah gadis itu memang kini terlihat sangat berantakan.

"Udah dibilangin lo mirip bebek kalau kayak gitu." Daniel mengacak - acak pucuk rambut Krystal.

Oke, sekarang wajah Krystal bertambah merah.

"Ih, Daniel!"

Wush ...

Krystal menunduk. Melihat ada benda yang tadi melayang ke arahnya. Ia mengerutkan keningnya lantas mengambil sebuah kertas yang berbentuk pesawat di dekat sepatunya.

"Anak TK banget mainan pesawat kertas kayak gini," gumam Krystal. Ia hendak membuang pesawat kertas itu, namun ditahan oleh Daniel.

Tanpa kata, Daniel segera membuka kertas tersebut. Krystal yang masih bingung memilih untuk melihat apa yang tengah Daniel cari. Oke, jiwa kekepoannya kini bertindak.

Daniel melihat ke arah Krystal. Wajahnya tampak datar, tidak seperti Daniel yang tadi tertawa keras bersamanya.

"Ini surat clue yang ke lima."

~~~

Hai, apa kabar? Kuharap kalian selalu baik - baik saja. Dan bagaimana kabar kelinciku? Apa dia sudah hidup nyaman di surga? Ah ya, bagaimana mungkin dia bisa tenang di sana?

Sudahlah. Aku beri tahu satu hal pada kalian. Kelinciku yang selanjutnya sangat periang. Namun, jangan pernah tertipu pada penampilan luarnya. Semua itu hanyalah ilusi. Katakan padanya, ambisi yang ia miliki bisa menghancurkan kehidupannya.

~A

~~~

"Apa maksudnya?" Krystal bertanya entah pada siapa. Ia merasa pertanyaannya terbawa oleh angin kala Daniel hanya diam dengan wajah datarnya.

"Kita balik." Pria itu meraih jemari Krystal dan membawanya pergi dari rooftop.

Siapa korban selanjutnya?

***

Arlan berjalan entah kemana. Ia menghela nafasnya panjang. Kasus pembunuhan ini saja sudah menguras banyak energi dan kerja otaknya, belum lagi misteri tentang Anne Zila Pramila. Dan sekarang? Arlan harus menghadapi masalah hatinya.

Kenapa juga Arlan selalu menyukai gadis yang bahkan tidak pernah memiliki rasa terhadapnya?

Lagi - lagi Arlan mengacak rambutnya frustasi. Ia bersandar pada dinding. Melihat ke kanan dan kiri, ternyata dia berada di koridor tempat loker. Pandangannya teralihkan pada sebuah loker yang terbuka lebar. Alisnya tertaut.

Loker gue?

Segera Arlan menghampiri lokernya itu. Arlan ingat betul dirinya sudah mengunci pintu loker tadi pagi setelah mengambil dasi OSIS di sana. Tapi, kenapa sekarang loker itu terbuka?

Sial, pasti ada seseorang yang mencoba membobolnya. Lantas Arlan langsung memeriksa loker itu. Nihil, tidak ada satu barang miliknya yang menghilang. Semuanya lengkap.

Tatapan Arlan teralihkan pada setetes cairan yang berada di dekat sepatunya. Apa itu? Keningnya mengkerut samar. Arlan berjongkok, memeriksa cairan berwarna merah tersebut.

Darah?

Bukan hanya satu tetes. Arlan bisa melihat tetesan darah itu mengarah ke suatu tempat. Tanpa berpikir apapun lagi, pria itu berjalan mengikuti kemana darah tersebut menetes.

Gerbang belakang?

Nampak seorang gadis tengah berusaha menaiki sebuah pohon mangga yang cukup tinggi. Sayangnya gadis itu memakai rok OSIS yang pendek sehingga mempersulit aksinya.

"Ngapain lo?"

Hampir saja gadis tersebut terjerembab ke tanah. Ia menetralisir rasa keterkejutannya akan teguran dari seseorang. Perlahan gadis itu menengok.

Sial, kenapa harus ketahuan sama Ketua OSIS sih?!

Pijakannya pada ranting pohon terlepas. Gadis itu melotot saat ia merasa akan terjatuh ke bawah.

"KYAAAA!!!"

Nihil. Tak ada rasa sakit apapun yang dirasakannya. Ia membuka mata, menyadari bahwa saat ini tubuhnya berada di atas tubuh Arlan. Bahkan Arlan sampai merintih kesakitan.

"Bego! Cepetan bangun, berat anjir!" kesal Arlan. Demi apapun, ketiban orang dari pohon tidaklah seringan yang kau kira.

"Eh eh, sorry." Gadis itu meminta maaf lantas segera bangkit dari posisinya.

"Ash, sial! Punggung gue!" rintih Arlan.

Sementara di depannya, gadis yang dicarinya dari tadi itu justru meringis sambil menyipitkan matanya. Membayangkan bagaimana rasa sakit yang dirasakan Arlan.

"Lagian lo ngapain di bawah situ?"

"Lah, lo ngapain di atas pohon hah?! Mau kabur?" desis Arlan.

Gadis yang Arlan ketahui bernama Anne itu menampilkan barisan giginya. Padahal tadinya rencana untuk kabur dari sekolah ini ia pikir akan berjalan mulus. Tapi ternyata tidak, bahkan Anne harus bertemu dengan Ketua OSIS ini.

Jodoh kali yah?

Anne menggeleng - gelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan pikiran ngawur yang tiba - tiba masuk.

"Itu apa di tangan lo?" Tanpa permisi, Arlan menyambar kertas remasan yang sedari tadi digenggam kuat oleh tangan Anne.

Bahkan kertas itu sudah lusuh terkena darah yang mengering. Rupanya darah tersebut berasal dari tangan Anne. Entahlah, Arlan bahkan bingung kenapa Anne terlihat tidak merasakan sakit dengan tangan berdarah seperti itu.

"EH EH, JANGAN!!!"

Tanpa menghiraukan larangan Anne, Arlan membuka remasan kertas itu. Meskipun ternodai oleh darah, ia masih bisa membaca deretan kalimat yang tertulis di kertas tersebut.

~~~

Hai, bagaimana kabarmu dan teman - temanmu? Kuharap kalian sudah menemukan surat yang satunya. Dan ya, kalian akan bersenang - senang dengan kedua surat itu.

Apa yang akan kutulis di sini? Tidak banyak, hanya saja aku ingin memberi tahu padamu satu hal.

Dia yang manis, memiliki ribuan racun dalam hatinya. Dia yang terlihat diam, mempunyai ratusan kelicikan. Ingatlah, jangan pernah percaya padanya.

~R

~~~

"Apa ini?" Nada bertanya Arlan berubah menyeramkan. Anne menundukkan kepalanya. Ia merutuki segala kebodohannya yang mengakibatkan dirinya berada dalam situasi sulit ini.

"Apa yang lo tau dari kasus ini?" Lagi dan lagi, Anne hanya bisa diam merasakan aura mengerikan yang keluar dari sosok Arlan.

"JAWAB!"

"Gue gak tau!" Anne memejamkan matanya.

"Gue gak tau apapun!" lanjutnya.

"Gue cuman korban di sini!" Setetes air mata keluar dari pelupuk mata Anne, ia segera menghapusnya dengan cepat.

"Apa maksud lo?" tanya Arlan. Ia melangkah mendekati Anne.

"Gue ... gue gak tau apa - apa!"

"Gue gak percaya."

"Gue bahkan di sini untuk kasus itu!"

"Maksudnya?"

"Gue terpaksa harus ke sini. Gue harus selesain semuanya. Tentang alasan kenapa Kakak gue diteror," ujar Anne.

Arlan masih mengerutkan keningnya, tak paham dengan apa yang diceritakan Anne.

"Kakak gue, Anne Zila Pramila."

Mendengar itu, Arlan terdiam dalam keterkejutannya, "Kalo dia kakak lo, nama lo?"

"Gue Zoya. Anna Zoya Pramila."

***

To be continued ...

Alhamdulillah, akhirnya kelar juga wkwk.

Jadi gimana nih, udah mencapai 50 vote dan aku langsung publish part ini kan wkwk.

Untuk yang penasaran dan ingin part selanjutnya di publish secepatnya, buruan vote sama comment ya hehe ...

Yang aku lihat dari part sebelumnya, pembaca mencapai 300 lebih tapi yang vote cuman 50 pembaca doang :) Artinya banyak silent readers di sini ya wkwk

Jadi, InsyaAllah Part 26 akan aku publish setelah part ini mencapai 100 vote :v

Bagi kalian yang sukanya diem diem baca tanpa kasih vote, ayuk buruan pencet tanda bintang di pojok kiri bawah. Cukup aku aja yang diam diam menyukainya, kalian jangan :*

See you again :*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top