Part 22

Publish on : Selasa, 31 Desember 2019 [23.59]

Pertama, Sya mau ngucapin maaf yang sebesar - besarnya buat kalian yang nungguin cerita ini. Jujur, Sya udah buat lanjutannya, udah mau dipublish juga, tapi tiba - tiba hp Sya error sampai part ini kehapus. Padahal ada satu rahasia besar yang bakalan terungkap di part ini, hiks...

Kedua, Sya update malam ini buat kalian yang lagi rebahan, guling ke sana ke mari, mikirin doi, dan yang lagi ngerayain tahun baru 2020.

Udah deh ya, Sya bingung mau ngomong apa lagi. Jadi, inilah kelanjutannya...

MISSION IN SCHOOL

***

BRAK!!!

"Astaghfirullahaladzim!" Gery memegangi dadanya karena terkejut akan kedatangan Arlan yang tiba - tiba.

"Ngapain lo, Lan? Dateng - dateng langsung nyempil berantakin kertas OSIS, gak pake salam dulu lagi," herannya melihat Arlan yang tengah mencari sesuatu.

"Ger, lo tau dimana daftar siswa GHS gak?" Bukannya menjawab keheranan Gery, Arlan justru bertanya padanya.

"Hah? Buat apa?"

"Gue lagi butuh. Lo tau dimana daftarnya?" tanya Arlan mendesak.

"Santai dong. Tuh, kalo gak salah ada di laci meja." Gery menunjuk ke arah belakang Arlan.

Mendengar itu, Arlan langsung memeriksanya. Keningnya mengkerut bingung saat merasa ada yang janggal.

"Kok cuman ada daftar anak kelas X sama XII? Kelas XI-nya mana?" tanyanya.

"Oh, barusan dibawa sama Bu Giselle buat daftar nilai rapor. Buat apaan sih?"

"Lo ada salinannya gak?"

Gery memicingkan matanya ke arah Arlan yang nampak mencurigakan, "Ada di flashdisk. Ntar gue kirim ke e-mail punya lo."

"Oke, thanks. Daftar ini gue bawa dulu, nanti sore gue balikin lagi kok. Gue duluan ya." Arlan pun melenggang pergi meninggalkan wakil ketua OSIS Galaxy High School itu.

"Aneh." Gery hanya dapat menggeleng - gelengkan kepalanya melihat tingkah Arlan hari ini.

***

"Hallo?"

"..."

"Lo yang dimana, tai! Gue udah cari di toilet kagak ada juga."

"..."

"Apa?!"

"..."

"Iye iye. Gue ke sana seka--"

BRAK!!!

Jessica menjatuhkan ponselnya karena terkejut. Jantungnya berdetak keras, matanya melotot dengan mulut terbuka melihat Rendi jatuh tepat di hadapannya. Darah segar mengalir deras dari kepala Rendi, menimbulkan bau anyir. Jessica memundurkan kakinya beberapa langkah, ia masih tak percaya.

Bahkan mata Rendi terbuka, pria itu pasti sudah tak bernyawa sehabis jatuh dari rooftop. Tak lama kemudian kerumunan mulai berdatangan. Jessica hendak membalikkan tubuhnya, namun tiba - tiba ia dikejutkan oleh satu sosok pria berwajah setengah hancur dengan darah berceceran berdiri di depan wajahnya.

Hantu itu, Rendi.

"ARRRGGGHHH!!!"

"Jessica!"

Jessica terbangun duduk dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya. Nafasnya memburu, ia memandang ke sekitarnya. Ketika menangkap sosok Krystal, Jessica langsung memeluk sahabatnya itu erat.

"Ta... Rendi, d-dia---"

"Ssttt... Gue tau, lo tenang dulu."

Jessica menangis sesenggukan. Ia merasa tidak becus menjadi seorang teman. Ya, Jessica menyesal tidak bertindak lebih cepat. Ia menyesal tidak bisa menyelamatkan nyawa teman sekelasnya itu. Kenapa? Kenapa harus teman sekelasnya yang menjadi korban?

"G-gue... gue tadi liat dia jatuh, Ta... D-di hadapan gue sendiri!"

Krystal memejamkan matanya. Ia tau, ini pasti juga berat untuk Jessica. Terlebih lagi gadis itu menyaksikan kejadiannya secara langsung. Krystal hanya mampu mengelus - elus punggung Jessica untuk menenangkannya.

Sementara pikiran Jessica tiba - tiba terpusat kepada Revan. Pria itu tau 98% kasus ini. Kemungkinan besar Revan tau kenapa Rendi harus terlibat dan menjadi korban pembunuhan itu. Ya, Revan pasti tau itu. Jessica juga baru menyadari makna dari clue surat kemarin.

Tunggulah saat semua garis menyatu dalam waktu, di saat itulah kelinciku akan melompat.

Kalimat itu seolah menunjukkan waktu terjadinya pembunuhan. Jessica ingat saat Rendi melompat dari rooftop, semua jarum jam menyatu, membentu satu garis lurus. Tepat jam 12 siang, dan pada masa itu Rendi melompat.

Ingatlah satu hal, kelinciku bukan kelinci biasa. Dia sangat kuat. Berhati hatilah dengannya, jangan sampai kau menjadi bidikannya yang selanjutnya.

Rendi bukanlah murid biasa. Perawakannya periang, humoris, dan friendly. Rendi juga ketua kelas XI IPA 2. Dan fakta terakhirnya, Rendi adalah salah satu anggota Anak Panahan.

Jessica melepaskan pelukannya, "Ta, Revan mana?"

"Hah? Revan?"

"Iya, dia dimana Ta? Dia gak di sini?" Jessica mengedarkan pandangannya. Hanya ada Krystal di ruangan itu selain dirinya.

"Gak ada siapa - siapa lagi, Ca. Allena sama Nathan lagi beli makanan buat lo. Daniel nungguin di depan UKS. Gue gak tau Revan dimana. Lagian, ngapain lo nyariin dia?" tanya Krystal heran.

"Ada sesuatu yang harus gue tanyain ke dia."

***

Arlan terus mencari - cari nama gadis yang sudah dihafalnya di luar kepala. Dari deretan nama siswi kelas X, dia tak menemukan apapun. Lalu lanjut ke daftar anak kelas XII, Arlan menelusuri setiap nama dengan teliti. Dia harus menyelidiki tentang gadis misterius itu.

"Anne... Anne... Anne..." Nama itu terus digumamkan dari bibirnya dengan telunjuk yang mencari - cari setiap tulisan dalam daftar tersebut.

"Ish! Kok gak ada sih?!"

Arlan mengingat - ingat kembali pertemuan mereka tadi pagi untuk yang pertama kali. Jujur, Arlan belum pernah bertemu gadis itu sebelumnya. Ia ragu, apa jangan - jangan si Anne ini bukanlah murid GHS?

Drrrttt... Drrrttt...

Arlan membuka ponselnya. Rupanya e-mail dari Gery sudah terkirim. Buru - buru Arlan membuka dan mulai mencari nama gadis itu lagi.

Di deretan anak IPA, Arlan tak menemukannya. Pria itu kembali mencari nama Anne di antara nama anak anak IPS.

Jari telunjuknya terhenti untuk men-scroll ke bawah lagi. Arlan membaca nama itu sekali lagi untuk memastikannya. Dan ya, bibirnya tersenyum samar saat ia berhasil menemukan nama gadis itu di antara nama siswa kelas XI IPS 2.

"Ketemu."

***

Jessica

Gue tunggu jam 8 malem di Cubic Cafe. Lo yang traktir.

Revan kembali membaca pesan dari Jessica itu. Sudah sepuluh menit Revan menunggu Jessica. Bukan, bukan karena gadis itu telat. Tapi karena Revan sendiri yang terlalu awal untuk datang.

Lihatlah, jam tangannya masih menunjukkan pukul 19.57 WIB.

Sebenarnya ada satu hal yang harus ia tanyakan pada Jessica. Revan sudah sangat penasaran dengan jawabannya.

Ting...

Lonceng pertanda ada yang memasuki kafe milik keluarga 'Aditya itu berbunyi. Revan menoleh ke asal suara, nampak seorang gadis berambut panjang memakai kaos putih polos dan celana jeans panjang. Simple.

"Loh, udah datang malah. Gue gak telat loh ya, lo aja yang datengnya terlalu awal," oceh Jessica setelah mendudukkan dirinya di depan Revan.

"Ngapain lo ngajak ketemuan di sini?" tanya Revan to the point.

"Pesen minum dulu kek. Kita mau ngobrol panjang nih," ujar Jessica kesal.

Revan hanya memutar bola matanya malas. Ia memanggil salah satu pelayan di sini dan menyuruhnya membuatkan minuman kesukaannya.

"Gue samain aja," ucap Jessica saat Revan menoleh ke arahnya, seakan bertanya apa yang mau dipesan gadis itu.

"Jadi, apa yang mau lo omongin?" tanya Revan mendesak.

"Gue ada beberapa pertanyaan penting buat lo."

"Tentang pembunuhan itu?"

"Ya. Dan gue rasa, lo pasti keberatan untuk menjawabnya."

Revan hanya mengedikkan bahunya acuh, "Gue bakal jawab kalau gue punya jawabannya dan jawaban itu gak berbahaya buat diri lo sendiri. Dan ya, gue juga punya pertanyaan penting buat lo."

Jessica mengerutkan keningnya, "Tentang?"

"Lo ketemu sama Ressa hari ini."

Mata Jessica membulat. Ya ampun, Jessica bahkan baru ingat dirinya pernah keceplosan mengatakan hal itu di depan Revan. Apa mungkin ini saatnya rahasia yang sudah ia jaga seorang diri akan terbongkar? Dan Revanlah yang menjadi orang pertama yang mengetahui rahasia Jessica.

Tapi Jessica tak bisa mengelak lagi, dia juga sangat penasaran akan jawaban dari pertanyaan yang akan dilontarkannya pada Revan nanti.

"Oke," putusnya.

"Jadi, gue duluan yang mulai. Perkataan lo pagi itu, maksudnya apa? Lo ngelihat Ressa padahal semua tau kalau Ressa udah tiada." Revan mengatakan pertanyaan pertamanya.

"Gue indigo. Gue rasa kalimat itu udah mendefinisikan semuanya."

"Maksudnya?" Revan masih gagal paham. Dia sangat terkejut mendengar jawaban Jessica.

"Sejak kapan lo indigo? Kenapa lo gak pernah bilang ke siapapun tentang itu?" cecar Revan pada Jessica.

"Btw, cuman satu pertanyaan." Jessica menjawabnya santai.

"Giliran gue. Siapa pembunuh itu?" lanjutnya bertanya pada Revan.

"Ganti pertanyaan. Lo tau kan nyawa lo dalam bahaya kalo lo tau siapa pelakunya di sini. Bisa saja lo jadi kelinci selanjutnya dan kalo itu terjadi, gue udah gak bisa lindungin lo lagi." Revan menjawabnya datar.

Jessica menghela nafasnya pelan, "Apa hal yang gak lo tahu dari kasus ini? Lo bilang 98% lo tau tentang pembunuhan ini. Itu artinya ada 2% yang lo gak tau."

"Gue gak tau siapa korban selanjutnya."

"Yang bener?"

"Yakali gue bohong. Sekarang pertanyaan kedua, sejak kapan lo indigo?"

"Satu tahun yang lalu. Pertanyaan selanjutnya, kenapa lo mesti repot - repot ngasih tau gue tentang kasus pembunuhan itu? Padahal diri lo sendiri bisa terancam. Tapi dengan santainya, lo malah terkesan ngelarang gue ikut dalam kasus ini dan membeberkan beberapa informasi yang gue gak tau." Dan pertanyaan inilah yang paling membuat Jessica penasaran.

Revan terdiam. Pria itu justru memandangi mata Jessica membuat Jessica mengerutkan keningnya dan risih dipandang seperti itu. Seperti... ada yang meletup - letup di dalam dirinya.

"Karena gue suka sama lo."

Detik itu juga, Jessica ingin menjatuhkan rahang bawahnya ke lantai kafe saking kagetnya dengan jawaban Revan. Namun, entah kenapa untuk pertama kalinya Jessica dibuat terpesona akan tatapan dalam dan serius yang Revan punya. Untuk pertama kalinya, Jessica duduk berdua dengan Revan tanpa adanya guyonan yang unfaedah.

Jessica merasa ada yang tak beres dalam dirinya.

***

To be continued...

Bagaimana? Terkejut tidak? Wkwkwk...

Btw, Selamat Tahun Baru untuk yang merayakan :*

Salam rindu,

Sya❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top