Part 16 (Revision)
Publish on : Minggu, 3 November 2019 [19.49]
Selamat datang di bulan November :")
Terima kasih yang udah mau jawab pertanyaanku di part sebelumnya. Makasih juga yang udah mau vote di lapak ku ini. Makasih juga untuk para readers ku yang udah menyempatkan waktu kalian membaca cerita absurd ku :") Makasih buat semuanya.
Gak tau kenapa hari ini aku pengin ngucapin makasih banyak ke kalian semua. Apa ini pengaruh bulan November? Eh, apaansih (?)_-
Intinya aku ngucapin makasiiiihhhh bangetttt buat kalian yang udah mau baca ceritaku ini. Jujur, aku gak nyangka kalau ceritaku bakal sampai di Part ini. Awalnya aku udah pesimis kalau nantinya ceritaku ini akan tenggelam dalam lautan luka dalam. Eh, apasih (?)_-
Bagi kalian silent readers ku (:*), aku juga ngucapin makasih banyak. Meskipun kalian gak vote dan comment, tapi aku tetep seneng banget karena kalian mau baca ceritaku ini.
Maaf kalau aku suka update telat, maaf juga kalau ceritaku ini emang gak bagus bagus amat dan suka banyak typo. Kadang juga gaje_-
Seriusan aku seneng banget ada yang mau baca ceritaku huhu... dulu aku pernah update cerita, tapi udah aku unpublish karena waktu itu aku hiatus dan setelah dibaca lagi, ternyata jalan ceritanya sangat amat berantakan sekali :"(
Jadi ya gitu intinya ya guys... Gak tau kenapa malah aku jadi curhat ke sini hihi... Ya udah lah, kelamaan kan ntar malahan aku jadiin lapakku buat jadi tempat curhatan :")
Selamat membaca readers ku tersayang...
I love you all :*
MISSION IN SCHOOL
°°°
"Arlan!" Pria itu tersentak dari lamunannya. Ia menoleh pada kembarannya yang menatapnya dengan kening mengkerut. "Lo kenapa, dah? Kek orang galau," tanya Allena. Ia mengambil tempat duduk di samping Arlan.
"Keliatan banget gue lagi galau?" Arlan justru bertanya balik.
Allena menghembuskan napasnya panjang, "Kenapa, sih, lo? Gara-gara kejadian di gudang tadi, waktu Krystal pelukan sama Daniel?" tebaknya tepat sasaran.
"Lo ... tahu darimana?" tanya pria itu terkejut.
Sejenak Allena terkekeh pelan, ia memandangi langit malam yang ditaburi banyak bintang, "Kan, gue juga di sana. Waktu Nathan bilang Krystal ada di gudang, gue langsung ke sana. Terus ternyata lo udah ada di situ. Gue cuman lihat sekilas waktu Daniel meluk Krystal."
Arlan menghela napasnya pelan, "Gak bisa, ya, gue disukai sama orang yang gue suka?"
Pletak!
Pria itu meringis kala Allena malah menjitak kepalanya, "Gak pantas lo mellow-mellow kek gitu, kampang!"
"Sadis lo sama kembaran sendiri," desis Arlan tajam.
"Bodo amat! Lagian, nih, ya, kenapa sih lo gak suka sama yang lain aja? Kenapa harus Krystal? Kan, dia udah sama Daniel. Ya, walaupun mereka belum pacaran, sih. Tapi, nih, ya, semua juga tahu kalau mereka berdua tuh udah deket."
"Jadi, gue gak perlu perjuangin dia gitu?" tanya Arlan kesal.
"Ya, gue gak mau lo nantinya malah makan hati. Mending lo cari cewek lain," usul Allena santai.
"Lo kira cari cewek itu segampang membalikkan telapak tangan apa?"
"Ya gak gitu juga kali!"
Arlan kembali menghela napasnya, "Gue cuman bingung. Kenapa cewek yang gue suka selalu gak punya perasaan yang sama ke gue?"
"Mungkin emang belum jodoh lo kali, Lan."
"Tapi, Len, di saat gue udah berhasil move on dari dia ke Krystal, kenapa malah gue dapat masalah yang sama lagi? Sekarang, gue mesti gimana coba?" kesal Arlan.
"Ya lo move on lagi, lah, dari Krystal."
"Move on gak segampang minum air, Len."
"Hem, gue tahu itu. Lo yang sabar aja, ya, mungkin jodoh lo masih nyasar ke orang lain. Mending kita makan aja di kantin. Semuanya lagi di sana, sekalian nungguin Kak Marsha sadar," ajak Allena.
Arlan memandang langit malam diatasnya sebentar, lalu kemudian mengangguk dan mereka meninggalkan rooftop rumah sakit itu.
***
"Gue benar-benar masih gak nyangka kalau pembunuhan kali ini bisa digagalkan! Lo hebat, Ta." Jessica menepuk-nepuk pundak Krystal. Krystal hanya tersenyum tipis.
"Untung aja lo gak diapa-apain di sana. Kita semua khawatir tau gak, dikiranya malah lo korban selanjutnya," lanjut Jessica.
Krystal terkekeh, lalu kemudian dia teringat sesuatu, "Oh, ya, kok kalian bisa tahu kalau gue ke sana?"
"Tahu, lah. Nathan meretas CCTV sekolah, terus dia lihat lo pergi ke gudang itu. Untung aja belum terlambat," jelas Jessica.
"Oh, gitu. Hebat lo, Nath. Bisa ngurusin yang begituan," puji Krystal pada Nathan. Nathan hanya tersenyum lebar mendengar Krystal memujinya.
"Tapi, Ta, gue masih penasaran. Emang apa yang lo lakuin di gudang itu?" tanya Jessica.
Krystal kembali mengingat saat-saat dia memasuki gudang tersebut, dimana dirinya melihat Marsha dan seorang gadis bergaun putih dengan topeng yang ia duga adalah pembunuhnya. Ia menceritakan semua itu pada mereka.
"... Tapi, gue masih ragu dengan apa yang dilakukan cewek misterius itu. Gue sih berasumsi kalau cewek itu pakai hipnotis dan nyuruh Kak Marsha untuk menyayat tangannya," ujar Krystal.
"Lo yakin itu pembunuhnya?" tanya Daniel yang duduk di samping Nathan.
Krystal mengangguk mantap, "Gue yakin seratus persen. Karena di sana cuman ada gue, Kak Marsha, dan cewek itu."
"Gimana kalau pembunuhnya sebenarnya cowok, cuman dia nyamar jadi cewek?" ragu Nathan.
"Em, gue rasa enggak, deh, Nath. Soalnya gue juga dengar suaranya, dan itu suara cewek."
"Lo dengar suaranya? Dia ngomong apa?" tanya Daniel.
"Waktu itu dia ngomong 'Sayat pergelangan tanganmu'. Udah, gitu doang."
"Terus reaksi Marsha?"
"Dia cuman ngangguk dan ngambil pisau yang diberikan cewek misterius itu, abis itu tuh cewek kabur dan Kak Marsha mau menyayat tangannya. Gue refleks keluar dan dorong dia, lalu dia sadar dan pingsan," ujar Krystal menjelaskan.
"Jadi, semuanya terlihat seperti kasus pembunuhan padahal ternyata semua ini adalah hipnotis yang dilakukan pembunuh itu sendiri?" tanya Nathan menyimpulkan.
"Menurut gue gitu."
"Tapi, gimana caranya menghipnotis?" tanya Jessica heran.
"Setau gue, sih, kalau hipnotis itu melalui tatapan mata. Kalau nggak, ya melalui sentuhan, itu sih setau gue ya, kalau aslinya gue nggak tau."
"Menurut gue bukan seperti itu caranya menghipnotis." Semuanya menoleh pada Arlan yang baru saja datang bersama dengan Allena.
Arlan langsung duduk di samping Daniel. Sementara Allena di samping Jessica.
"Maksud lo?"
Arlan menatap satu persatu orang di meja itu, "Maksud gue, mereka gak menghipnotis dengan tatapan mata ataupun sentuhan. Kalau menurut gue, sih, mereka melakukan itu melalui suara."
"Suara?"
Pria itu mengangguk, "Coba kalian ingat, korban pertama kasus pembunuhan ini, Kak Nicko. Dia pakai kacamata, otomatis jika menghipnotisnya melalui tatapan mata, pasti gak mempan."
Semuanya mengangguk-anggukkan kepalanya paham.
"Artinya, pembunuh melakukan hipnotis melalui suara?" tanya Jessica.
"Bukan cuman suara. Biasanya kalau pakai suara, pasti si korban harus memusatkan perhatiannya dulu sebelum akhirnya terpengaruh oleh suara orang yang diperhatikannya. Mungkin, pelaku juga melakukan hipnotis melalui sentuhan sebelum akhirnya mengeluarkan suara untuk menghipnotis korbannya," jelas Arlan.
"Oke-oke, gue paham dengan ini. Tapi, gue masih ragu. Gimana kalau kita nungguin Kak Marsha sadar dulu, baru abis itu kita tanya ke dia?" usul Allena.
"Gue setuju sama lo, Be." Jessica mengangguk anggukkan kepalanya.
Arlan tersenyum miring, "Coba aja, kalau memang Marsha ingat sama kejadian itu."
"Loh, emang dia bakalan gak ingat?" tanya Allena terkejut.
"Biasanya orang yang udah dihipnotis cenderung tidak akan ingat dengan apa yang dia lakukan, karena bukan dirinya yang mengontrol tubuhnya sendiri," ujar Arlan.
Allena menghela napasnya panjang, "Semoga aja tuh senior ingat semuanya, supaya semua ini cepat selesai. Jujur, gue capek hadapin kasus pembunuhan kayak gini," terangnya.
Semuanya memandang ke arah Allena. Ya, memang benar. Mereka merasa lelah dengan kasus ini.
***
Rupanya doa dari Allena tidak dikabulkan. Nyatanya, setelah Marsha terbangun dari pingsannya, gadis itu tak ingat kejadian apapun di gudang. Bahkan Marsha hanya mengingat dirinya berada di pesta dan tengah bercanda bersama teman-temannya. Saat itu Daniel tengah menyanyi di atas panggung. Lalu Marsha izin ke toilet dan ia sudah tak mengingat apapun lagi.
Daniel, Krystal, Arlan, Allena, Jessica, dan Nathan memutuskan untuk pulang. Namun mereka tidak pulang ke rumah masing-masing. Mereka berencana mengadakan pesta di rumah Krystal. Setidaknya sebagai ganti karena pesta mereka di sekolah tidak berjalan sesuai ekspetasi. Mereka justru harus mengurusi kasus pembunuhan dibandingkan menikmati pesta.
Kebetulan, Daniel memang sedang menginap di rumah Krystal, sementara pembantu yang disewanya baru bisa datang besok pagi. Alhasil ia menyetujui pesta itu. Allena juga merasa senang karena ia tidak harus sendirian di rumahnya. Sebenarnya ia tidak sendirian, ada Arlan juga. Tapi pasti Arlan akan langsung tidur dan rumah menjadi sepi. Lalu Nathan hanya ngikut saja, daripada sendirian di rumah, kan? Dan Jessica akhirnya ikut-ikutan, karena ia sedang malas sendirian di apartemennya.
Dan di sinilah mereka sekarang.
Rumah kediaman keluarga Angkasa menjadi ramai. Bahkan Allena dan Jessica sempat mampir ke minimarket dan membeli banyak camilan. Oh ya, mereka juga membeli banyak balon. Dan rumah Krystal kini terlihat sangat berantakan.
Allena, Jessica, dan Krystal meniup balon satu per satu. Lalu mereka menggosokkan balon tersebut dengan rambut milik Daniel, Arlan, dan Nathan. Ketiga pria itu hanya pasrah. Para gadis lalu menerbangkan balon yang sudah digosok itu sehingga menempel pada langit-langit.
Begitu seterusnya sampai semua balon habis. Kemudian mereka mendorong kursi di ruang tengah sampai hanya tersisa satu meja. Lalu semua makanan, camilan, dan minuman yang ada, mereka letakkan di atas meja itu. Mereka menggelar tikar dan duduk mengelilingi meja.
"Selesai!"
"Nah, jadi gimana kalau kita main aja? Gak mungkin, kan, kalau kita cuman makan doang?" usul Jessica.
"Ide bagus tuh, Be. Terus kita mau main apaan?" tanya Allena.
"Truth or Dare?"
"Halah basi! Mending Dare or Dare aja."
"Sama aja, kampang!" Jessica memutar bola matanya.
"Beda, lah. Kan, yang ini lebih menarik. Kalo Truth itu bisa aja mereka bohong. Kan, gak ada yang tahu."
Jessica mendengus, "Ya udah, Dare or Dare aja."
Allena tersenyum lebar. Ia pun mengambil botol dan meletakkannya di atas meja. Sebelumnya dia menyingkirkan semua makanan di atas meja itu dan menaruhnya di atas tikar.
"Oke, selesai! Siapa yang bakalan mutar duluan?" tanyanya sembari menatap satu persatu temannya.
"Gue."
Nathan mengambil botol itu dan memutarnya.
"Lah, kampret! Lo curang, Nath!" kesal Jessica saat botol itu berhenti dan mengarah padanya.
Nathan tertawa pelan, "Derita lo! Gimana gue bisa curang coba?"
Allena menatap Jessica angkuh, "Nah, Be. Dare or Dare?"
"Perlu banget gue jawab?"
Allena nyengir, "Jadi, siapa yang bakal kasih tantangan ke Jessica?"
"Eh, Len, gimana kalau tantangannya itu satu orang kasih satu. Jadi, setiap orang dapat 5 tantangan," usul Krystal.
Jessica melotot, "Ish, Tata! Tega banget lo sama gue!"
Krystal tertawa, "Sekali-kali, Ca."
Jessica berdecak. Allena mengangguk-anggukkan kepalanya, "Ide bagus, Ta! Ya udah, sekarang gue yang kasih Jessica tantangan ya. Hem---" Allena tersenyum misterius, entah kenapa Jessica makin merinding. "Gue mau lo hubungin mantan lo, terus lo bilang kalau lo mau balikan sama dia!"
Jessica melotot, "Nggak! Gue gak mau!"
"Harus mau, dong! Kan, ini tantangan."
"Yang lain, deh, jangan yang ini! Gue alergi mantan."
"Gak bisa, ya! Keputusan gue udah bulat."
Jessica menghela napasnya kasar lalu mengeluarkan ponselnya. Sedangkan Allena tertawa senang. Jessica pun mencari kontak seseorang dan menghubunginya.
Tuutt ... tuuttt ....
"Halo?"
Deringan kedua langsung dijawab, Jessica menganga.
Ini mantan jangan-jangan masih ngarep sama gue?
"Aktifin speaker-nya, Ca!" Jessica berdecak lalu menuruti kemauan Allena.
"Jes?"
"Eh, hai Al," sapa Jessica canggung.
"Hai juga. Ada apa? Tumben lo telfon gue malam-malam."
"Anu, ini ...." Allena melotot dan mengkode Jessica untuk melakukan tantangannya. Gadis itu berdecak dan menarik napasnya panjang.
"Iya kenapa?"
"Gue mau balikan sama lo!"
"Hah?"
Tuut!
"Puas lo?!"
Allena tertawa ngakak. Ia sampai terjatuh tapi tidak meredakan tawanya. Bahkan Krystal ikut tertawa lepas. Ia tahu, Jessica memang pernah pacaran dengan Aldo waktu SMP. Lalu mereka putus entah karena apa. Dan rasanya sangat memuaskan saat melihat wajah tegang Jessica.
"Udah-udah. Giliran gue yang kasih tantangan," ujar Krystal mencoba menahan tawanya.
"Apaan? Cepat!" sewot Jessica.
"Tenang, Ca. Gak susah, kok. Cukup beliin gue novel thriller." Krystal tersenyum lebar.
"Ya ya, gue udah nebak itu. Terus kalian para cowok, mau ngasih tantangan apa?"
Nathan terlihat tengah berpikir, "Hem ... gue mau lo hubungin mantan lo yang tadi terus bilang kalo lo mau putus sama dia."
"Lo gila?!" Jessica melotot tak terima.
"Itu tantangan gue. Udah sono, telfon lagi. Terus bilang lo mau putus," ujarnya menahan tawa.
"Ish!" Jessica mengeluarkan ponselnya kasar lalu kembali menghubungi Aldo.
Tuut ....
"Halo, Jes? Lo tadi ngomongin apaan, dah? Terus kenapa langsung dimatiin? Lo---"
"Kita putus."
"Hah?"
Tuut!
"Udah?!"
Nathan mengangguk puas. Allena langsung tertawa lagi melihat kekesalan di wajah Jessica.
Sabar, Jessica. Ini cobaan, tabahkan hatimu. Orang tabah dapat jodohnya cepet.
"Arlan? Daniel? Kalian mau ngasih tantangan apaan ke gue?"
Mereka berdua terlihat tengah berpikir. Lalu Arlan lebih dulu mengeluarkan ucapannya, "Gue mau lo besok ikut bersih-bersih bareng anggota OSIS di lapangan."
"Itu tantangan?" tanya Jessica ragu.
Arlan mengangguk.
"Ya udah. Huh, hari libur gue lenyap seketika. Selanjutnya, Daniel?"
"Bersihkan tempat ini setelah semuanya selesai. Dari tadi, gue lihatnya lo yang paling berantakin semuanya," ujarnya santai.
"Loh? Kok cuman gue, sih?! Kan, Lena sama Krystal juga ikut berantakin!" sewot Jessica tak terima.
Allena dan Krystal melakukan tos, lalu mereka tertawa bersama. Jessica yang melihat itu langsung misuh-misuh sendiri.
"Itu tantangan dari gue, gak bisa di ganggu gugat."
Jessica menghela napasnya untuk tetap sabar. "Udah, kan? Lanjutin cepetan!" Gadis itu pun mengambil alih botol di atas meja dan memutarnya.
"Arlan!"
Allena langsung berteriak heboh saat botol itu berhenti tepat menunjuk kepada kembarannya.
"So, apa tantangannya?" tanya Arlan berusaha santai.
"Gue tantang lo buat cabut tantangan lo ke gue." Jessica tersenyum lebar.
"Gak bisa gitu, kampang!" sorak semuanya bersamaan, kecuali Daniel. Jessica langsung cemberut.
"Oke, Arlan, gue punya tantangan buat lo. Em ... sebutkan nama mantan lo," ujar Nathan mengawali.
Arlan mengerutkan keningnya, "Itu tantangan?"
"Ya, menurut gue begitu. Gue tantang keberanian lo. Lo berani kagak kasih tau siapa mantan mantan lo? Dengar-dengar, sih, lo gak pernah cerita ke siapapun tentang mantan lo."
"Oke. Nama mantan gue, Teressa Carmila. Cuman itu," jawab Arlan.
"Eh, kek pernah dengar nama itu," gumam Jessica.
"Dia Ressa, yang waktu itu meninggal karena bunuh diri," sahut Allena.
"Apa?!"
"Hem, emang benar. Cuman kalian yang tahu hal ini. Gue sama dia emang ngejalanin backstreet, dan sampai akhirnya dia memilih bunuh diri tanpa gue tahu sebabnya."
Tiba tiba suasana menjadi hening. Sampai Jessica melihat sesuatu di balik tirai jendela yang terbuka karena tertiup angin. Ia membelalak, apalagi ketika sosok yang dilihatnya meneteskan air mata.
"Udahlah, kenapa jadi mellow gini, sih? Lanjut, yuk! Siapa selanjutnya?" tanya Arlan memecahkan keheningan.
"Gue. Em---" Arlan menatap kembarannya dengan tajam. Pasti tantangan Allena akan membuatnya hidup susah. "Lo harus traktir kita selama satu bulan!"
Tuh, kan.
Arlan hanya bisa mengangguk pasrah, "Siapa lagi?"
"Gue aja, deh. Em ... gue tantang lo untuk bantu Jessica bersihin semua ini setelah selesai. Kasihan kalau cuman Jessica yang bersihin sendirian."
Mendengar itu, Jessica menatap Krystal dengan berbinar, "Aw, Tata! Lo paling the best, deh!"
Krystal hanya memutar bola matanya. Arlan menyanggupi. Kini tersisa Jessica dan Daniel. Jessica bingung memikirkan tantangan apa untuk ketos yang satu ini. Ia harus benar-benar matang dalam memikirkannya, setidaknya untuk membalaskan dendam.
"Ah, gue tahu!" Semuanya memandang ke arah Jessica yang kini tersenyum bak setan. "Arlano Danendra, gue tantang lo buat telfon cewek yang lo sukai sekarang. Terus lo nembak dia!" Jessica lalu tertawa puas.
Arlan melotot. Mungkin baru kali ini ada yang melihat Arlan melototkan matanya. Ia berusaha untuk tetap tenang.
"Lo mau gue telfon Ressa? Emang bisa?"
"Eh, bukan yang itu, bambang! Jangan ngelak, deh, gue tau lo lagi suka sama siapa sekarang!" sahut Jessica.
Arlan menoleh pada Allena dan menatap kembarannya itu tajam. Sementara Allena mengangkat jari peace-nya sembari meringis meminta maaf.
Pasrah, Arlan menghela napasnya sejenak. Ia lalu mengeluarkan ponselnya. Semua juga merasa penasaran siapa yang Arlan sukai sekarang.
Tuut ... tuut ....
Drrttt ... drrttt ....
Krystal mengerutkan keningnya. Ia lalu mengambil ponselnya yang diletakkan di sampingnya. Lalu menatap Arlan dengan tatapan bingung saat melihat nama pria itu terpampang di layar ponselnya.
Seketika suasana menjadi hening kembali. Getaran itu masih terdengar. Krystal belum mengangkat panggilan itu. Ia masih shock.
Mungkinkah Arlan salah pencet nomor?
Tapi kemudian Krystal menggeser tombol hijau dan menempelkan ponselnya di telinga. Sambil tetap menatap Arlan bingung dan menunggu pria itu berbicara.
Arlan menghela napasnya panjang, ia menatap Krystal.
"Lo mau jadi pacar gue?"
Rasanya Krystal sedang tersesat sekarang. Ia kebingungan. Apa Arlan habis kepentok pintu? Lalu bagaimana sekarang? Ia harus menjawabnya?
Entah kenapa, Krystal melirik pada Daniel. Namun pria itu hanya diam saja dan terlihat seperti biasanya.
"Gue---"
"Permainan selesai. Udah jam tiga pagi. Mending kita tidur sekarang, gue udah ngantuk." Ucapan dari Daniel itu memecahkan semuanya. Allena dan Jessica langsung bersorak lesu karena tidak bisa melanjutkan menonton drama Arlan dan Krystal.
Nathan yang sudah menguap langsung tertidur di atas tikar. Ia sudah merasakan kantuk sejak tadi. Arlan mematikan sambungan teleponnya, sejenak ia menatap Krystal lalu beranjak dari duduknya dan menuju sofa. Lalu Daniel juga berdiri dan pergi ke arah dapur. Entah apa yang akan dilakukan pria itu.
"Yuk, ke atas! Gue tiba-tiba ikutan ngantuk." Allena menguap lebar lalu berjalan menaiki tangga dengan sempoyongan, diikuti oleh Jessica.
Krystal masih terdiam di tempatnya. Setelah ia menyadari bahwa lampu juga sudah dimatikan, ia segera menuju kamarnya. Terlihat Allena dan Jessica sudah tertidur pulas di sana. Ia pun mengambil posisi dan mencoba tertidur.
Namun, matanya kembali terbuka saat ia mengingat sesuatu. Ia lantas bangun dan menuju tas selempangannya yang masih berada di bawah.
Krystal menuruni tangga dengan langkah tergesa-gesa. Meskipun keadaan cukup gelap, ia sudah hafal posisi rumah ini. Toh, ini rumahnya sendiri, kan. Lalu ia menghampiri tas-nya yang berada di atas tikar.
Gadis itu menarik napasnya pelan, lalu membuka tas-nya. Ia mencari sesuatu.
"Belum tidur?"
"Astaga!"
Daniel mengerutkan keningnya heran melihat reaksi Krystal, "Gue ngagetin, ya?"
"Iya, lah!"
"Oh, sorry, deh. Lo nyari apaan?"
"Itu---"
"Apa?" Krystal terdiam. Ia kembali fokus mencari sesuatu dalam tas-nya. Melihat itu, Daniel berdecak kesal. "Lo kenapa, sih? Sejak pulang dari pesta mendadak jadi pendiam gini?"
"Gue gak papa."
"Tal, gue tahu lo menyembunyikan sesuatu dari gue sama yang lainnya," datar Daniel.
Krystal menatap Daniel sebal, "Gue bilang gue gak papa! Gue cuman lagi nyari sesuatu, kalau udah dapat juga pasti gue kasih tau ke lo."
"Sesuatu apaan?"
Krystal merasakan ia menemukannya. Lalu gadis itu mengeluarkan sebuah surat dari dalam tas-nya dan menunjukkannya pada Daniel.
"Gue nemuin ini di depan gudang saat kalian bawa Kak Marsha ke rumah sakit. Gue yakin, ini surat clue yang ke-empat."
***
To be continued...
Kalau ada typo, comment ya guys :") Ini aku baru nulis dan langsung publish, jadi tolong dimaklumi kalau memang typo bertebaran.
Rasanya jadwalku itu sibuk banget guys, jadi maaf kalau nantinya sering telat update. Aku akan usahain sebisa mungkin buat update seminggu sekali.
Kalau kalian bisa aktif juga dicerita ini, sering vote dan kasih comment, mungkin aku bakalan lebih semangat update juga guys :")
Salam sayang :*
Author❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top