Extra Part 1
Publish on: Jumat, 15 Mei 2020 [06.02]
MISSION IN SCHOOL
***
Tiga bulan berlalu.
"Akhirnya gue terbebas dari serangan mantan!" Jessica tak bisa lagi menggambarkan kebahagiaannya saat tinta bolpoin-nya mengisi jawaban terbawah soal Matematika Peminatan yang menjadi mata pelajaran terakhir di Ujian Akhir Semester ini. Ia tersenyum lebar.
"Serangan mantan yang mana nih? Si Aldo kapten basket sekolah tetangga?" Sebuah suara nyeletuk dari belakang Jessica.
Krystal nampak sangat ceria. Di baru saja menyelesaikan ujiannya. Jessica mencibir, merasa masih kesal karena saat di dalam tadi, Krystal tidak mau membagi jawaban.
"Gak usah ngomongin Aldo! Gue masih bete sama dare dari Allena yang nyuruh balikan lalu tiba-tiba mutusin lagi," ujarnya bersungut-sungut. "Beberapa hari lalu gue ketemu dia. Sumpah, malu banget anjir! Bukannya gue belum move on ya, tapi dia ngira gue kasih harapan palsu! Asem!"
"Hello, gaes!" Jessica agak tersentak saat tangan Allena merangkul lehernya. Ia masih memasang wajah keruh, apalagi saat biang masalahnya kini berdiri di sampingnya dengan wajah tanpa dosa.
"Kenapa nih? Kok princess Allena yang cetar membahana seantereo galaksi bima sakti tidak disambut?" Krystal dan Jessica kompak memutar mata. Makin hari otak Allena makin parah. Apalagi kadar percaya dirinya, pasti efek gadis itu bergaul dengan Zoya.
Ditambah lagi Allena jadian dengan Nathan seminggu yang lalu.
Lengkap sudah, Allena berasa jadi gadis paling bahagia di dunia ini.
"Zoya mana?"
Zoya memang sudah resmi menjadi siswi GHS tiga bulan lalu. Alasan pertama karena dia di drop out dari sekolah lamanya akibat keseringan bolos. Menyedihkan memang, tapi Zoya seakan tidak terpengaruh dengan hal itu. Dia memang sudah berniat pindah ke GHS.
"Gak tahu. Gue kan gak seruangan sama dia." Baru saja dibicarakan, si pemilik nama muncul dengan senyum riang.
"Karpet merah mana karpet merah? Gue udah sampai, nih." Pantas saja jika Allena dan Zoya digabungkan, akan menjadi seperti ini. Arlan pernah khawatir Jessica dan Krystal terkontaminasi oleh kebobrokan keduanya. Untung saja Arlan sudah lengser dari jabatan Ketua OSIS. Dia sedikit merasa kasihan pada Juan yang kini menggantikan posisinya.
Mengabaikan tatapan malas Jessica dan Krystal, Zoya mengedarkan pandangannya, "Yang lain mana, nih? Mereka gak akan lupa, kan?"
"Cie ... nyariin ya!" Allena menahan tawanya.
Zoya memutar mata, lantas membalas godaan Allena, "Cie ... yang ditinggal lulus."
Kampret!
Nathan sudah lulus minggu lalu, tepat di hari jadian mereka. Allena sampai harus menangis sesenggukan saat di depan banyak orang, Nathan mengungkapkan perasaan dan menembaknya. Arlan bahkan sampai kewalahan karena Allena terus mewek di rumah, mengatakan bahwa ia terharu salah satu impiannya tercapai.
"Itu Arlan sama Daniel," celetuk Krystal menunjuk dua orang pria jangkung tengah berjalan ke arah mereka.
Arlan tersenyum. Sementara di sampingnya, Daniel melangkah acuh tanpa menggubris tatapan memuja dari para gadis. Keduanya nampak akrab, tidak seperti tiga bulan lalu yang lebih terlihat sering bentrok, seolah keduanya adalah kutub utara dan selatan.
"Nathan dimana?" Allena langsung menanyakan itu pada Daniel.
Daniel mengedikkan bahunya, membuat pacar sahabatnya itu mencibir. Meskipun sudah cukup lama, Daniel masih sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah, terutama sikap masa bodonya. Menyebalkan.
"Semuanya udah lengkap, kan?" Jessica memandang ke-lima temannya. Mereka mengangguk.
Puncak, we're coming!
***
Mereka akan menginap di villa milik keluarga si kembar, Arlan dan Allena. Tiga hari telah mereka tetapkan untuk menginap sembari menikmati suasana puncak dan melepas penat setelah dua minggu lamanya berhadapan dengan buku-buku.
Juga untuk bersantai setelah tiga bulan lalu ketar-ketir menghadapi kasus pembunuhan berantai.
"Ah, segarnya ...." Jessica merentangkan kedua tangan. Di sampingnya ada Krystal yang memangku wajah di atas pagar pembatas yang hanya setinggi dadanya. Di hadapan mereka, pohon-pohon hijau menjulang tinggi. Terlihat seekor burung hinggap dan bersarang di salah satu dahan.
"Ke bawah yuk!" Krystal langsung menarik tangan Jessica saat ia melihat Daniel dan yang lainnya duduk santai di bawah sana, mengobrol seru.
"Anjir sih, gue gak nyangka lo bisa taklukin si mantan kapten basket, Zoy!" Allena tertawa sampai memegangi perutnya.
Zoya mengibaskan rambut, "Gue gitu loh."
"Parah asli! Gue dari kelas sepuluh aja ngincer si Satya gak pernah dilirik. Ini lo baru tiga bulan di GHS udah di notice. Padahal menurut gue, Satya itu idaman-able di penjuru GHS." Gadis bersurai cokelat itu masih tertawa. "Mantan ketua OSIS mah lewat."
Arlan berdehem, tersinggung dengan kode kembarannya. Ia mengalihkan pandangan, lebih memilih menyimak pembicaraan Daniel dan Nathan yang terlampau serius. Padahal mereka ada di sini untuk bersantai.
"Andra udah ketangkap," ujar Nathan. Ia menunjukkan ponselnya, memperlihatkan room chat-nya dengan salah satu anggota kepolisian. Arlan sampai mengernyit bingung, penasaran mengapa Nathan dan Daniel bisa terlibat sebegitu dekatnya dengan kepolisian.
"Baguslah," balas Daniel acuh. "Berapa lama dia dihukum?"
"Entahlah. Andra masih 18 tahun, kemungkinan hukumannya tidak jauh beda dengan Revan, paling tidak dia ditahan lebih lama."
"Gimana sama Revan? Dia dibebaskan seminggu lagi, kan?" Nathan mengangguk menjawab pertanyaan Arlan.
Pria yang seminggu lalu baru saja lulus SMA ---untuk kedua kalinya--- itu berdecak, "Hei, gue udah bela-belain ke sini sampai ninggalin Blacky di rumah sendirian karena kalian bilang mau senang-senang loh. Udah ah, lama-lama muka gue cepet tua tiap hari ngomongin kasus." Nathan berdiri, memberi pengumuman bahwa ia akan mengadakan acara bakar-bakaran. Para gadis bersorak menyetujui.
"Len, lo ikut gue beli bahannya. Jessica, Zoya, sama Arlan siapin alat-alatnya. Daniel dan Krystal cari kayu sana!"
***
"Sebel banget gue," celetuk Jessica tiba-tiba, membuat Zoya yang berdiri di sampingnya tersentak kaget.
"Apaan sih lo, Ca? Tiba-tiba ngomong gitu, kaget gue."
"Gini nih, gue berasa jomblo sendirian tahu gak." Gadis itu mengerucutkan bibir, merasa tak adil.
Zoya mengerutkan kening, "Gue masih jomblo loh, Ca. Pernyataan cinta Satya kemarin terlalu berlebihan, ya jadi gue tolak aja."
Jessica memutar kedua bola matanya, "Ini nih, kalau tiap malamnya makan micin." Ia menjitak kepala Zoya gemas, "Lo gak sadar? Nathan sama Allena udah jadian. Daniel sama Krystal walaupun gak ada kemajuan, tetap dua orang itu kelihatan banget kayak pasangan sejoli yang masih malu-malu saling suka. Nah elo sama Arlan juga, dari dulu masih gandengan di garis start, gak ada usaha tapi udah ada tanda-tanda. Lah gue?" Ia mendesah lesu, "Pangeran gue masih ditahan bersama kuda putihnya."
Zoya tersedak, "Ngawur lo." Ia melirik Arlan yang tampak biasa saja mendengarkan curhatan gadis galau macam Jessica.
Sementara di depan sana, Krystal mengumpulkan ranting dalam keheningan. Berasa gak ada makhluk lain. Ia kira hubungannya dengan Daniel akan membaik setelah tiga bulan lalu ia bangun dan mendapati Daniel menggenggam tangannya.
Kenyataannya? Boro-boro membaik, mereka seakan canggung.
"Niel." Sungguh, Krystal sudah tak tahan lagi dengan ini.
"Hm?"
"Andra gimana? Udah ditahan?" Diam-diam Krystal merutuki topik pertanyaannya. Kenapa dia harus menanyakan hal yang tidak seharusnya ia tanyakan di situasi seperti ini coba?
"Udah. Nathan dapat kabar Andra ditangkap dari kepolisian. Tinggal tunggu sidang dan kita akan tahu hukuman untuknya." Ya, setidaknya Daniel bisa menjawab sepanjang itu.
"Oh, gitu." Krystal mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Topik apa lagi yang harus ia bahas?
"Tanya aja semuanya."
"Eh?"
Daniel tersenyum tipis, "Maaf bikin lo canggung." Ia meringis, membuat Krystal mebuka mulut tak percaya dengan tingkah pria di depannya itu.
Daniel melangkah mendekat, "Tanya aja semuanya, kalau itu gak bikin lo canggung lagi."
Krystal berdehem pelan, "Hmm ... kenapa lo kelihatan menjauh?"
"Gue gak ngerasa gitu. Cuman, gue gak tahu mesti ngomongin apa. Dulu kita deket, mungkin karena kasus pembunuhan itu."
Saat ini lo jadi tanggung jawab gue. Gue akan selalu awasin lo dimanapun itu, karena itu adalah tugas gue. Jadi, gue punya satu permintaan ke lo. Tolong jangan baper tiap kali lo lagi sama gue, gue gak mau lo nyesel nantinya, Krystal ....
Entah kenapa ucapan Daniel waktu itu terngiang di benak Krystal.
"Niel, lo pernah bilang ke gue untuk gak baper tiap lagi sama lo," ujarnya.
Daniel mengerutkan kening, pura-pura mengingat kejadian itu, "Kapan? Gue gak inget pernah ngomong gitu."
Krystal memutar mata, "Gak inget pala lo!" Ia menatap Daniel kesal. Tak tahu saja bahwa dulu jantungnya seolah berhenti bekerja setelah kalimat keramat itu keluar dari bibir Daniel.
Bukannya mengakui, Daniel justru berdehem lantas kembali meringis, "Anggap gue gak pernah ngomong gitu."
"Maksudnya?"
"Gue cabut larangan lo buat baper." Daniel menatap gadis itu di antara cahaya matahari yang mulai temaram, tenggelam di ufuk barat hingga menampilkan siluet keduanya. Daniel menyendukan kelopak mata dengan intonasi suara yang merendah, "Gak mungkin kan, gue baper sendirian?"
Tubuh Krystal menegang, belum juga menjauh dari Daniel. Gadis itu menggigit bibir membalas tatapan dalam pemuda ini. Ia merasa ingin meledak namun melemas dalam waktu yang bersamaan.
Krystal masih saja membeku. Ia merasa napasnya jadi tertahan. Apalagi saat melihat tatapan Daniel meneduh, bukan lagi tatapan setajam elang. Rahang Daniel menegas, tanpa sadar mengikis jarak mereka. Dengan wajah yang perlahan merunduk maju, agak memiringkannya pada Krystal yang tanpa sadar mulai menyayukan kelopak mata. Hingga netranya tak lagi melihat apa pun, ia terpejam.
"Krystal!"
Suara teriakan cempreng memanggil itu mendadak terdengar.
Membuat gerakan Daniel terhenti refleks. Tepat ketika hidung mancungnya telah menyentuh ujung hidung Krystal. Membuat keduanya saling bertatapan dekat.
Walau mereka sama-sama menegakkan tubuh dan menjauh cepat ketika mendengar suara mendekat. Krystal buru-buru membalikkan badan. Begitu pula Daniel yang tiba-tiba sibuk menggaruk leher dan berdehem pelan.
Krystal menoleh, "Eh, Ca," sapanya dengan gugup.
Jessica mengangkat alis, melihat wajah panik Krystal seperti habis ketahuan maling rambutan.
"Rantingnya udah belum? Tuh si Allena sama Nathan udah sampai dari tadi. Lo sih, kelamaan." Krystal nyengir kaku.
"Udah kok. Nih, udah selesai. Yuk!" Buru-buru Krystal mendorong bahu Jessica menjauh dari sana. Sempat-sempatnya ia melirik ke belakang, hingga tatapannya bertemu dengan mata Daniel. Membuat dirinya melotot kecil lantas memalingkan wajahnya yang memerah.
Sumpah, gue malu!
Jessica mencak-mencak, bilang bisa jalan sendiri. Gadis itu lantas berlari menghampiri Allena yang tengah membuka bungkus sosis, ia tersenyum riang kemudian merampas dan memakannya. Allena berteriak kesal.
Sementara itu, Krystal menarik napas panjang. Menghembuskannya perlahan, menetralkan detak jantungnya yang memburu. Ia menepuk-nepuk kedua pipinya yang memanas.
Drrttt ... Drrttt ....
Krystal mendesah pelan merasakan ponselnya bergetar. Ia merogoh sakunya. Matanya melebar dan langkahnya terhenti seketika.
Unknown
Selamat atas kemenanganmu.
***
To be continued ....
Masih ada satu extra part lagi!
Jangan lupa follow ya! :*
Wp: @Inassya_
Ig: @inassyrfh_
See you :^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top