Part 4
Dipublikasikan pada: Senin, 12 Juni 2020
MISSION IN SCHOOL 2
"Sudah ku bilang, jangan lengah. Aku tidak pernah membiarkanmu lolos semudah itu. Kamu akan mati, perlahan-lahan."
Now playing | Love Me Like You Do - Ellie Goulding
•••••••
"Daniel pergi ke rumah sakit bareng Krystal. Bokapnya Krystal kecelakaan dan sekarang kritis," ujar Arlan setelah ia mematikan sambungan teleponnya dengan Daniel.
"Kecelakaan?" Jessica melebarkan matanya tak percaya, "bagaimana bisa?"
"Gue juga gak tahu. Daniel bilang, ini kecelakaan tunggal. Rem mobil Om Gabriel gak berfungsi dan akhirnya nabrak trotoar." Arlan mengetikkan sesuatu di ponselnya. Ia akan menghubungi Nathan dan memintanya mengecek sesuatu. Dia merasa janggal dengan kecelakaan ini.
"Kasihan Krystal," celetuk Zoya. Ia menatap ketiga temannya, "pulang sekolah nanti, kita ke rumah sakit?"
"Setuju!" Allena mengangguk mengiyakan, "tapi, apa kalian gak ngerasa aneh sama kecelakaan Om Gabriel?"
Jessica dan Zoya menatap Allena dengan mengerutkan kening, "Aneh sama apa?"
Arlan ikut menatap kembarannya itu. Ia yakin, Allena juga pasti merasakan apa yang dia rasakan. Ada sesuatu yang aneh di balik kecelakaan Gabriel.
"Om Gabriel gak seceroboh itu dengan membiarkan rem mobilnya blong. Setahu gue, beliau selalu men-service mobil tepat waktu dan mengeceknya sebelum berangkat ke kantor." Allena menjeda ucapannya, "tapi, kenapa bisa rem mobilnya tiba-tiba gak berfungsi?"
Arlan tersenyum. Meskipun menyebalkan dan sangat cerewet, Allena memiliki sifat dewasanya di waktu-waktu tertentu, "Lo benar. Gue juga merasa janggal sama hal itu. Makanya, gue chat ke pacar lo dan minta buat selidikin kecelakaan Om Gabriel. Pasti ada sesuatu yang gak kita ketahui."
"Lo kok chat Nathan, sih?!" Allena memukul keras lengan Arlan, "Kenapa gak bilang gue aja?! Kan, gue jadi bisa chat ke dia duluan."
"Gue dari tadi pagi tuh gak ada chat dari dia sama sekali. Lo tahu, kan, gimana rasanya pacar lo gak kasih kabar atau chat apa pun, khawatir gitu, loh. Oh, ya, gue lupa. Kalian, kan, masih pada jomblo. Gue bisa aja, sih, chat dia duluan. Tapi takutnya gue ganggu. Lagian, masa cewek duluan yang mulai, sih. Nah, kalau tadi lo bilang gue dulu buat nyuruh Nathan selidikin ini, kan, jadinya gue ada pembahasan buat chat ke dia." Allena masih terus berceloteh.
Jessica dan Zoya kompak memutar bola mata. Sedangkan Arlan sudah tak mau lagi mendengarkan curhatan kembarannya itu. Ia membaca pesan yang masuk ke dalam ponselnya.
Nathan
Iya, gue juga ngerasa aneh. Sebelum ke kantor, Om Gabriel mampir dulu ke minimarket. Dari CCTV di sana, ada yang janggal. Nanti gue kasih tahu di rumah sakit.
***
Nathan memerhatikan rekaman CCTV minimarket di layar Blacky, laptop kesayangannya yang selalu membuat Allena cemburu itu. Allena lebih cemburu ketika Nathan berkutat dengan Blacky daripada saat Nathan digandrungi banyak gadis.
Pria itu merasa ada yang salah. Saat ia memutar kembali rekaman di parkiran minimarket tersebut, terlihat seseorang bertingkah mencurigakan.
Nathan mengawasi semuanya dengan teliti. Gabriel tampak keluar dari mobil lalu melangkah menuju minimarket. Sedangkan seseorang keluar dari arah minimarket dengan pakaian serba hitam. Perawakannya seperti seorang remaja, bertubuh tinggi dan memakai sepatu hitam bercorak putih. Dari caranya berjalan, Nathan bisa menebak bahwa itu seorang perempuan, mungkin seumuran atau lebih tua beberapa tahun darinya.
Dia melihat waktu pada layar laptopnya. Kira-kira rekaman itu terjadi pada pukul 10.16 WIB. Sementara Gabriel mengalami kecelakaan pada pukul 11.15 WIB. Orang yang ada dalam rekaman terlihat memandang ke sekitar. Parkiran memang lumayan sepi. Hanya ada beberapa pekerja kantoran yang mampir lalu pergi begitu saja.
Melihat rekaman CCTV tersebut, Nathan sangat yakin bahwa kecelakaan Gabriel telah direkayasa. Itu bukan karena semata-mata rem blong dan Gabriel membanting setir hingga akhirnya menabrak trotoar. Tapi karena ada seseorang yang menyebabkan rem mobil tidak berfungsi.
Singkatnya, ada yang mencoba menyakiti Gabriel.
Kalau tidak salah, bukankah Krystal akan pindah sekolah?
Nathan mengerutkan keningnya, menghubungkan satu per satu fakta yang ia tahu dan opini yang dia dapatkan. Krystal dan Daniel dinyatakan sebagai target sesungguhnya pelaku pembunuhan yang melenyapkan Gilang. Lalu, kemarin Daniel mengatakan, ada kemungkinan besar Krystal akan dipindahkan ke sekolah lain oleh Gabriel. Beberapa waktu yang lalu, Arlan mengiriminya pesan bahwa Gabriel masuk rumah sakit akibat kecelakaan tunggal, menabrak trotoar. Itu disebabkan oleh rem mobil yang tidak berfungsi.
Padahal, Nathan sangat tahu bahwa sahabat Pak Rafka ---polisi kenalannya--- itu selalu mengecek mobil sebelum berangkat ke kantor. Kemudian, Nathan tahu kebiasaan Gabriel yang selalu mampir ke minimarket sebelum menuju kantor. Dari rekaman CCTV, ia bisa melihat ada seseorang dengan pakaian serba hitam bertingkah mencurigakan dan terlihat sedang memerhatikan sekitar lalu beralih menatap mobil Gabriel. Yang selanjutnya terjadi, orang itu menghilang dari balik mobil tersebut.
Hanya ada dua kemungkinan kenapa mobil Gabriel diperhatikan.
Satu, karena orang tersebut mengagumi mobil milik Gabriel dan ingin membeli yang sama persis.
Dua, karena orang tersebut berniat jahat.
Opsi satu terlihat aneh. Nathan mengerutkan keningnya. Kenapa orang itu perlu memerhatikan sekitarnya jika hanya kagum pada mobil Gabriel, kan? Sangat tidak masuk akal.
Jadi, kesimpulannya hanya satu.
Ada yang berniat mencelakai Gabriel. Ketika Nathan mengaitkannya pada kejadian sebelumnya, ini terlihat berhubungan dengan kasus kematian Gilang. Orang yang mencelakai Gabriel tidak ingin rencananya terhambat hanya karena Krystal pindah sekolah. Maka dari itu ia memutuskan untuk membuat Ayah Krystal terluka. Ya, itu masuk akal, kan?
Tapi, apa mungkin orang berpakaian serba hitam itu adalah pembunuhnya?
Rasanya tidak mungkin seorang perempuan membunuh laki-laki seperti Gilang dengan sadis. Atau mungkin saja dia hanyalah kaki tangan dari si pembunuh? Sama seperti kasus tiga bulan lalu, pelaku pembunuhan ada tiga orang. Pembunuhnya memang satu, tapi dua yang lainnya ikut membantu. Revan tidak mungkin dihitung karena dia hanya mengetahui siapa pembunuhnya.
Sekarang jelas sudah, Nathan hanya bisa menyimpulkan bahwa kecelakaan Gabriel bukanlah kecelakaan biasa. Kalau kasus ini ditangani oleh hukum, maka akan menjadi kasus percobaan pembunuhan.
Nathan melihat jam tangannya. Pukul 15.46 WIB. Dia memutuskan untuk segera ke rumah sakit memberitahu Daniel dan yang lainnya. Sebelum itu, Nathan menyempatkan untuk mengirim pesan pada Arlan.
***
Krystal menatap wajah damai Ayahnya dalam diam. Ia bergeming, tangannya mengusap pelan punggung tangan Gabriel yang terasa dingin. Matanya terlihat sembab, hidungnya memerah karena menangis terlalu lama.
Jam dinding ruang inap itu menunjukkan pukul 16.15 WIB. Krystal bahkan belum makan siang sejak ia pulang dari sekolah. Yang dilakukannya dari tadi hanya duduk di samping brankar Gabriel dengan tangan yang terus menggenggam jemari Ayahnya itu. Nadya menjadi khawatir pada putrinya. Bukan hanya Krystal, ia pun merasa seolah jantungnya berhenti berdetak ketika mendengar kabar bahwa suaminya mengalami kecelakaan dan berakhir kritis. Tapi tetap saja, ia tak bisa membiarkan perut Krystal kosong. Gadis itu bisa jatuh sakit.
Nadya melangkah mendekati Krystal, "Ta, kamu makan, ya?" ujarnya lembut.
"Krystal gak lapar, Bun," sahut Krystal lirih.
"Jangan begitu, Ta. Kamu belum makan dari tadi siang. Bunda gak mau kamu sakit nantinya." Nadya mengalihkan tatapannya ke luar ruangan, "Daniel juga pasti belum makan, kasihan. Biar Bunda yang jaga Ayah di sini."
Krystal menatap ibunya, "Bunda juga belum makan, kan?"
Nadya tersenyum lalu mengangguk, "Bunda akan makan setelah kamu makan nanti."
Krystal mengangguk lemah. Ia bangkit dari duduknya, "Krystal ke kantin rumah sakit. Nanti Krystal bawain Bunda makanan dari sana." Sebelum keluar, gadis itu menyempatkan untuk menatap wajah Gabriel, "Bun, Ayah gak akan ninggalin kita, kan?"
Nadya menggeleng, "Ayah pasti baik-baik aja. Dia gak akan ninggalin kita."
Krystal mengangguk sekali, sebelum akhirnya melangkah keluar menemui Daniel.
Tapi, Bun ... Krystal takut.
"Niel." Daniel menoleh ketika Krystal memanggil namanya. Gadis itu tampak sangat kacau. Matanya benar-benar sembab dan hidungnya merah. Ditambah wajah kusut yang membuatnya ikut merasakan apa yang Krystal rasakan.
Dari tadi Daniel sibuk melamunkan sesuatu. Melihat Gabriel kecelakaan hingga berakhir kritis, Krystal yang sepanjang perjalanan ke rumah sakit terus menangis, dan wajah Nadya yang terlihat kehilangan semangat hidup, Daniel menjadi teringat akan sosok ayah kandungnya. Bukan, yang Daniel maksud bukanlah Rafka Zeandra.
"Lo gak papa?"
Krystal menggeleng, "Bohong kalau gue bilang gue gak papa." Ia menatap pria di hadapannya itu, "Bunda nyuruh ke kantin. Lo juga belum makan, kan?"
"Gue gak lapar."
"Gue juga gak lapar. Kalau lo gak mau makan, itu urusan lo sendiri. Sekarang, lo temenin gue ke kantin. Gue mau beli makanan buat Bunda." Krystal menarik tangan Daniel.
Gue juga tahu, Bunda sedih melihat kondisi Ayah. Bunda juga butuh waktu bersama Ayah, hanya berdua.
"Gue udah hubungin Arlan. Kemungkinan sebentar lagi dia ke sini bareng sama yang lainnya," ujar Daniel di sela-sela perjalanan mereka.
Krystal hanya mengangguk, "Maaf, gue jadi ngerepotin kalian gini. Rasanya, dari dulu gue yang selalu dapat masalah, deh. Mulai dari pesan misterius tiga bulan lalu, gue penyebab lo dan Arlan berantem, sampai keteledoran gue sendiri yang buat gue terjun dari rooftop rumah sakit." Krystal kembali mengingat masa lalunya.
"Itu bukan salah lo. Gue selalu ada bukan karena tugas gue sebagai bodyguard. Lo bahkan lebih dari sekedar teman buat gue."
Gadis itu menghentikan langkahnya, "Hah?"
"M—maksud gue, lo udah kayak keluarga buat gue sama yang lainnya. Jadi, jangan ngerasa bersalah gitu." Daniel menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
Krystal tersenyum, "Makasih buat semuanya." Ia kembali melangkah, "lo dan yang lainnya selalu ada setiap saat buat gue."
Daniel menatap gadis itu dalam diam.
Seharusnya gue yang minta maaf, Tal. Maaf, lo harus terlibat dalam kasus ini karena gue. Harusnya, dulu gue paksa lo buat berhenti menyelidiki semuanya.
Drrttt ... Drrttt ....
Krystal mengambil ponselnya. Ia sudah mematikan data seluler, tidak mungkin ada chat ataupun panggilan yang menghubunginya. Mengingat dulu Krystal selalu mendapat pesan misterius, itu membuatnya parno ketika melihat notifikasi masuk.
Benar saja, satu pesan dari nomor tak dikenal membuat langkahnya kembali berhenti. Krystal meremas erat ponselnya. Ia tampak menahan amarah setelah membaca isi pesan.
"Kenapa?" Daniel menghampiri Krystal. Melihat gadis itu hanya diam, ia merebut ponselnya dan membaca pesan dari nomor yang tak dikenal. Daniel menggeram marah, ia teringat seseorang. Namun, ketika dirinya membaca pesan itu, banyak pertanyaan muncul di dalam benaknya.
Apa mungkin Bang Esa terlibat dalam kasus pembunuhan Gilang dan kecelakaan Pak Gabriel?
Unknown
Hai, Krystal. Apa kabar?
Hanya ingin memberitahu padamu, jangan kabur sebelum aku memulai permainannya.
Atau orang yang kamu sayangi akan aku sakiti. Satu per satu.
—X
***
To be continued....
Ada yang ingat siapa itu Rafka? Kalau tidak ingat, silakan cek Mission In School di Part 8.
Tunggu kelanjutannya, ya!
Jangan lupa pencet bintang di pojok bawah sana. Jangan lupa untuk komentarnya juga. Komentar kalian yang selalu bikin aku semangat buat update. Jangan lupa follow akun ini, ya. Kalau mau follback, DM aja, jangan sungkan. Oh ya, follow akun instagram-ku juga. Bilang aja kalian pembaca setia MIS, nanti langsung ku follback, hohoho.
Terakhir, jangan lupa bahagia!
Saranghae, semuanya :*
Salam hangat,
Author
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top