You and I
I knew I needed you
But I never showed
But I wanna stay with you
Until we're grey and old
Just say you won't let go
.
.
.
.
.
.
"Aku tak menyangka jika hubungan kalian bisa berkembang jauh secepat ini." ucap Shion, pandangannya menerawang ke sisi kaca yang menyuguhkan pemandangan macet kota Tokyo. Senja mengintip malu-malu, membiarkan sinar Rembulan sebentar lagi menggantikaannya.
Hinata masih diam, ia berusaha merangkai kata dalam mulutnya agar tak salah berucap ketika berbicara dengan Shion.
Tadi siang Shion mengeriminya pesan hanya untuk sekedar mengajak mengopi santai setelah pulang kerja, Hinata menyetujuinya begitu saja karena tidak mungkin mereka hanya sekedar menyesap kopi. Pasti ada sesuatu yang ingin Shion bicarakan.
"Sepertinya memang tak ada tempat untukku di hatinya." Shion tersernyum lirih, Hinata bisa melihat jelas guratan keputus asaan yang tergambar jelas di wajah Shion.
Sejenak, Hinata merasa jika ia adalah perempuan jahat yang mematahkan harapan Shion untuk kedua kalinya. Hinata masih belum menemukan rangkaian kata yang pantas di lontarkan kepada Shion, ia membiarkan Shion meluapkan isi hatinya.
"Aku seperti bulan, dan dia Mataharinya. Selalu mengaguminya, meski aku tahu kami takkan pernah bertemu di satu poros yang sama." Shion mendengus lalu tertawa ringan, menertawakan kebodohannya yang selama ini selalu berharap bahwa Naruto akan mencintainya.
"Aku tahu, mungkin ini akan terasa menyakitkan untukmu." Hinata menelan ludahnya susah payah. "Ketika urusan cinta kita tidak bisa egois, semakin kita memaksakan kadang malah akan semakin menyakiti diri sendiri."
Shion melirik Hinata sekilas, gadis itu masih menampilkan wajah datar tanpa beban.
"Cinta bukan perkara memiliki dan tidak, Cinta itu tentang kebahagian hakiki." Seulas senyum menghiasi wajah manis Hinata. "Jika kita tidak menemukan cinta pada satu orang, mungkin cinta yang kita tunggu ada di hati yang lain. Kita tidak harus terpaku pada satu hati, kurasa mulai membuka hati untuk jatuh cinta pada yang lain bukan hal sulit."
Hinata menarik napas dalam, ia mencoba mengutarakan pikirannya. "Semuanya berawal dari diri kita sendiri, mulai lah yakin pada diri sendiri bahwa cinta yang lain akan hadir setelah kita melepas cinta lainnya."
"Sepertinya ucapanmu itu terdengar mudah." Shion kembali menyesap Kopi Americano miliknya, "Tapi ketika kau yang berada di posisiku, mungkin akan sulit."
"Aku tahu rasanya." Ingatan Hinata melayang ke masa-masa kuliahnya, Saat ia pertama kali jatuh cinta dengan seorang atlet kebanggan Universitasnya. "Saat di bangku kuliah aku jatuh cinta pada seorang pria bernama Tensa, tapi sayangnya ketika aku begitu mencintainya. Ia hanya menganggapku tidak lebih dari temannya, meski kami sudah mencoba menjalin hubungan lebih dari sekedar teman. Ternyata kami tak cocok menjadi sepasang kekasih."
Hinata sangat mengingat jelas masa itu, jika Shion merasa Hinata tidak tahu bagaimana rasanya sakit saat cintanya bertepuk sebelah tangan. Shion salah.
Perasaan sakit itu, Hinata sangat mengenalnya dengan jelas. Ketika setiap hari ia terluka hanya karena cinta, ketika hatinya tak pernah mau berpalimg dari Tensa. Hidupnya bahkan nyaris berantakan ketika dengan bodohnya Hinata mengurung diri di Flatnya setelah Tensa mengakhiri kisah cintanya.
Sampai akhirnya Hinata sadar, bahwa ia terlalu egois jika memaksakan seseorang mencintainya. Cinta bukan tentang paksaan, ia akan datang dengan suka rela tanpa syarat.
Saat itu Hinata berpikir, jika cintanya kali ini tak berakhir bahagia mungkin cinta yang lainnya akan datang memberi kebahagiaan untuknya. Ia hanya perlu bersabar dan membuka hatinya bukan malah jatuh dalam keterpurukan.
.
.
.
.
.
.
"Kau terlihat lebih kurus."
Hinata hanya tersenyum ringan mendengar ucapan Sakura, hari ini ia memutuskan untuk menginap di apartementnya setelah meminta izin pada Naruto tentunya.
Awalnya Hinata ingin mengajak Rei menginap bersamanya, tapi Naruto melarangnya.
"Memikirkan pernikahanmu?" Tanya Sakura, tangannya menyodorkan segelas susu hangat sebelum ia duduk bergabung bersama Hinata menonton acara talk show malam.
"Entahlah." Hinata meneguk pelan susu hangat yang Sakura berikan hingga habis tak tersisa. "Aku tidak tahu apa yang ku takutkan, perempuan dan segala ketakutannya yang tak beralasan."
"Kau meragukan Naruto?"
Hinata menggeleng cepat membantah ucapan Sakura, ia sama sekali tak meragu pada Naruto. Ia hanya takut jika ia tidak bisa menjadi seperti apa yang Naruto harapkan, ia takut tak bisa menjadi Ibu yang baik untuk Rei. Ia takut jika rumahtangganya tak berakhir bahagia.
"Hinata." ucap Sakura pelan, "Percayalah jika mau berusaha, semua akan baik-baik saja. Pernikahan memang tidak semenyenangkan kelihatannya, tapi kita pasti akan mengalami masa itu. Akan ada seseorang di samping kita yang memberi semangat, akan ada pria yang dengan senang hati melindungimu. Pernikahan bukan tentang aku dan kamu, tapi kita. Kau dan Naruto akan menjadi keluarga kecil bahagia, hanya perlu berbagi, Naruto pasti akan dengan senang hati membuka tangannya lebar-lebar untuk memelukmu ketika kau merasa lelah."
Hinata tersenyum mendengar ucapan Sakura, hatinya sedikit menghangat membayangkan bagaimana Naruto akan selalu memeluknya saat ia merasa lelah.
Bahkan pria itu tidak pernah mengeluh ketika sifat kekanak-kanakan Hinata muncul, dengan sabarnya Naruto menahan egonta hanya untuk seulah senyum di wajah Hinata.
"Jika Naruto saja sudah percaya padamu, Kenapa kau tidak lakukan hal yang sama? kau hanya perlu mempercayakan segalanya pada Naruto. Bahwa ia akan memberikanmu kebahagiaan."
.
.
.
.
.
.
I'm gonna love you 'til
My lungs give out
I promise till death we part
Like in our vows
"Kau menyukainya?" tanya Naruto, wajahnya terlihat tegang begitu melihat Hinata yang tengah memperhatikan dengan seksama isi dari kotak beludru berwarna putih gading.
"Tidak ada musik pengiring, atau untaian kata puitis yang terdengar romantis di telingaku." Hinata menutup kotak itu, membuat dahi Naruto mengerut tak mengerti. "Kau bahkan tak mengajaku untuk membeli cincin ini, padahal aku belum tentu menyukai cincin ini."
Naruto mengusap wajahnya dengan telapak kanannya, perempuan sangat sulit dimengerti. Kemarin saat Naruto mencoba merayu Hinata yang tengah menangis dengan untaian kata manis, Hinata malah memakinya karena dipikir Naruto itu tukang gombal pandai merayu.
Sekarang ketika Naruto tak berkata apa-apa Hinata merenggut juga, jadi sebenarnya apa yang Hinata inginkan? Apa emosi seorang perempuan yang mau menikah memang seperti ini? selalu berubah-ubah layaknya Roaller Coaster?
"Well, aku tidak mengerti apa yang ada di pikiranmu. Honey." saat ini mereka tengah duduk berdua di sofa yang berada di ruang tengah, Naruto tidak menyewa restoran atau tempat romantis hanya untuk menjadi saksi ketika ia melamar Hinata.
"Kau memang tidak pernah mengerti jalan pikiranku."
Naruto hanya tersenyum ringan sebelum akhirnya ia bersimpuh di depan Hinata, mengambil alih kotak beludru yang sejak tadi berada di gemggaman Hinata. "Maafkan aku yang tidak romantis, melamarmu di rumah ku sendiri. Bukannya aku tak mampu menyewa tempat romantis untuk sekedar menyusun acara lamaran seperti yang orang lain lakukan."
Safir Naruto menatap tepat pada amethyst Hinata, jemarinya mengusap pelan tangan Hinata mencoba memberi kehangatan. "Aku sengaja melakukannya di rumah, agar kita selalu ingat moment membahagiakan ini, ketika orang lain membuat kenangan menyenangkan di luar rumah mereka. Aku justru ingin membuat kenangan membahagiakan di Rumah kita, mulai dari sekarang. Mau kah Hyuuga Hinata membuat kenangan yang membahagiakan di rumah ini? mengukir kisah kita, mau kah kau menjadi teman Hidup seorang Uzumaki Naruto?"
Bibir Hinata mengatup rapat ketika Naruto membuka kotak beludru itu, cicin soltaire yang terlihat elegan tanpa banyak berlian.
"Will you marry me?"
Hinata menangis haru, ia hanya mengangguk. Ketika tangan Naruto memasangkan cincin itu di jari manisnya.
"Yes, I will."
Dan perasaan ragu itu menguap seketika, bahwa untuk mengarungi sebuah pernikahan bukan hal penting jika pasanganmu tidak bisa bersikap romantis seperti yang lainnya.
Pasti ia punya cara lain untuk membuatmu bahagia di setiap detiknya.
.
.
.
.
TBC
A/N :
Ini apa?
Ini mah hasil imajinasi liar dari selingkuhannya Seunghoon.
Thanks ya sudah meluangkan waktu buat membaca FF ini 😘
Salam Hangat
Selingkuhannya Seunghoon.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top