Statement

Hinata mengendap melangkah diam-diam, entah kenapa sejak kejadian semalam perasaannya jadi tak terkendali. Ia malu, sangat malu jika bersitatap dengan Naruto.

Pagi ini niatnya Hinata ingin mengajak Rei pergi keluar, sesuai janji seharusnya Hinata dan Rei pergi ke taman bermain bersama Naruto.

Tapi Hinata memutuskan untuk pergi berdua saja bersama Rei, ia tak yakin bisa menikmati acara jalan-jalannya bila bersama Naruto. Rasa canggung pasti bisa mencekiknya.

Sudut mata Hinata melirik pintu Mahoni coklat yang cukup besar, sepertinya tak ada tanda-tanda Naruto akan bangun pagi.

Gadis itu menarik napas lega, sepertinya rencana untuk pergi berdua dengan Rei bisa berjalan lancar.

Hinata harus segera bergegas membangunkan Rei, agar bisa pergi secepatnya.

Jauh dalam kepalanya, Hinata sudah menyiapkan berbagai alasan jika Naruto nanti bertanya kenapa tak mengajaknya. Katakan saja Naruto sedang tidur dan Hinata tak tega membangunkannya sementara Rei sudah merengek ingin pergi.

Hinata tersenyum lebar, ia pasti bisa menikmati hari liburnya dengan tenang tanpa rasa canggung.

"Mommy." Rei termenung melihat Hinata yang sejak tadi tak henti-hentinya tersenyum.

"Ayo cepat pakai baju ini saja ya?" Hinata menunjukan kaos lengan panjang bergambar Iron Man.

Rei hanya mengangguk karena sudah kedinginan, tubuh kecilnya hanya terbalut handuk putih. "Kenapa Daddy tidak ikut?"

"Daddy sedang tidak enak badan, pergi bersama Mommy saja. Okay?"

Setelah selesai merapikan baju Rei, Hinata mengambil tas kecil milik Rei memakaikan Topi berwarna merah untuk menutupi rambut pirangnya.

"Apa Daddy baik-baik saja?" Hinata bisa melihat ada rasa khawatir yang terpancar dari mata Rei, ia jadi menyesal membuat bocah polos ini sedih.

"Daddy hanya kelelahan karena pekerjaannya, Istirahat juga pasti sembuh." tangan Hinata terulur mengusap pelan pipi Rei, berharap Rei bisa menyungingkan sebuah senyuman.

"Kalau begitu kita temani Daddy istirahat di rumah saja bagaimana?" tanya Rei dengan begitu polosnya.

Hinata menepuk pelan dahinya sendiri, "Rei tidak ingin pergi jalan-jalan? Bukannya Rei ingin pergi ke taman bermain? Atau Planetarium?"

"Rei ingin pergi bersama Daddy dan Mommy." wajah Rei merenggut sedih sesaat sebelum safirnya menemukan sosok yang jadi objek pembicaraanya beraama Hinata sejak tadi. "Daddy..."

Rasanya tubuh Hinata kembali membeku, tak berani berbalik hanya untuk memastikan.

Rei sudah berada dalam gendongan Naruto, pria itu terlihat rapi dengan stelan kasual yang ia kenakan. Hanya kaus armani dengan blue jeans.

"Ayo. Tunggu apa lagi? Bukannya kita mau pergi ke taman bermain?"

Hinata bisa mendengar jelas tawa yang terselip di setiap kata yang terlontar dari mulut Naruto.

"Mommy bilang Daddy sedang sakit." celoteh Rei saat Naruto medudukannya di kursi belakang, memeberi kecupan simgkat di pipi puteranya.

"Ya, Daddy memang sedang sakit." dahi Rei mengerut bingung, kenapa tetap pergi jika Daddynya sedang sakit. "Daddy sakit karena Mommy tidak mau membuat Baby bersama Daddy."

OH TUHAN.

Rasanya Hinata ingin menjedotkan kepalanya ke Dashboard saat ini juga, Hinata yakin jika Naruto mendengar semua ucapannya bersama Rei.

Dan kenapa ia harus terjebak dengan pria yang sudah membuat hatinya tak karuan semalaman.

Wajah Hinata sudah merah, Naruto hanya tertawa ringan melihata Hinata sebelum akhirnya ia menyalakan mesin mobilnya dan mulai membelah jalanan kota Tokyo.

"Kau masih berhutang sebuah penjelasan padaku." Naruto menekan dahi Hinata dengan telunjuknya.

Bibir Hinata merenggut tak suka, ini lah yang menjadi alasannya menghindari Naruto ia tak mau bertemu dengan pria otoriter yang sejak semalam meminta penjelasannya.

Padahal Hinata sudah bangun pagi sekali, terlampau pagi malah agar bisa pergi tanpa Naruto. Tapi yah, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya Hinata pergi dengan Naruto juga.

Hinata mengigit bibir bawahnya, apa yang harus ia katakan.

"Kau yakin ingin mengikat rambutmu seperti itu?" tanya Naruto.

Hinata mengangguk yakin sebelum sadar dengan safir Naruto yang melirik lehernya, Hinata memang memakai kaus V neck dengan leher rendah lalu apa salahnya?

Dengan gerak reflek Hinata memajukan tubuhnya menatap kaca spion yang merefleksikan dirinya. Tanda merah sepanjang leher Hinata memperjelas semuanya.

Naruto brengsek.

Flashback Last night

Hinata masih terdiam memeluk lututnya, setelah ciuman yang sangat menguras hati Hinata akhirnya harus pasrah berakhir di atas ranjang Naruto.

"Ayolah, jangan memasang wajah seperti itu." Naruto membuka Tuxedo yang ia kenakan, membukanya tanpa aling-aling.

Melepaskan satu persatu pakaian yang melekat di tubuhnya.

"Kau mau apa?" Tanya Hinata terkejut melihat Naruto yang sudah bertelanjang dada hanya menyisakan celana pendeknya. "Jangan melakukan hal yang 'aneh-aneh'!"

Naruto tertawa melihat wajah Hinata yang menenegang, bola mata Hinata membulat sempurna membuat Naruto gemas ingin menciumi wajah gadis itu lagi. "Aku mau mandi Hinata, memangnya kau tidak mau mandi sebelum tidur? Dan apa maksudmu dengan hal 'aneh-aneh'?"

Sebelah alis Naruto terangkat, pria itu masih berdiri memamerkan otot-otot perutnya yang terbentuk sempurna.

Tenggorokan Hinata terasa begitu kering, Hinata terus mengingatkan dirinya agar tak menatap tubuh Naruto tapi apa daya amethystnya berkhianat tak bisa lepas dari setiap lekuk tubuh Naruto.

"Kau hampir saja meneteskan air liurmu, Hyuuga." Sudut bibir Naruto terangkat, ada rasa senang tersendiri baginya menggoda Hinata. "Dan kau masih belum menjawab pertanyaanku."

Hinata gelagapan bukan main saat Naruto sudah di depannya, entah bagaiamana caranya pria itu menaiki ranjang yang pasti Naruto kini tengah duduk menyila menatap Hinata yang merunduk dalam-dalam.

Pertanyaan yang mana? Rasanya terlalu banyak pertanyaan yang Naruto lontarkan malam ini, pertama adalah pertanyaan saat mereka di sofa tadi hingga Hinata harus merelakan nasibnya terkapar di atas ranjang Naruto.

Apa yang membuatmu berubah?
Kenapa kau terlihat menghindariku?
Apa aku seperti virus?

Saat Naruto bertanya sepertitu rasanya Hinata ingin sekali berteriak di depan wajah tampanya.

Aku tidak berubah, aku hanya tidak mau menelan rasa sakit sendiri ketika aku benar-benar tidak bisa meninggalkanmu dan Rei.
Aku tidak menghindarimu aku hanya menjaga kesehatan jantung dan hatiku.
Kau memang virus sialan yang membuat degup jantungku terus bertalu menjangkitku dengan perasaan rindu tiada ampun.

"Aku serius Hinata." Naruto mengangkat dagu Hinata. "Be Mine, okay?"

Bukannya Hinata tidak mau menjadi milik Naruto, sejak tadi hatinya terus berteriak I am yours I am yours. Tapi ada hal lain yang harus diutamakan sebelum perasaan, Logika.

Logikanya masih tak mampu mencerna  perasaannya sendiri.

"Jangan terlalu banyak berpikir." Naruto mengecup pelan dahi Hinata, lalu pindah mengecup pelan kelopak mata Hinata hingga berakhir di bibir peach Hinata yang sejak tadi mengatup rapat.

"Aku tahu ini mengagetkanmu, aku tidak tahu apa perasaanku padamu cukup untuk dikatakan Cinta. Yang pasti aku tidak suka kau berdekatan dengan pria lain."

Tangan besar Naruto sudah memegang erat tangan Hinata mencoba meyakinkan gadis di depannya.

"Aku tidak akan menjanjikan banyak hal, tapi aku bisa menjanjikan satu hal. Selama kau menjadi miliku, sudah kupastikan jika hatiku seutuhnya akan menjadi milikmu."

End Of Flashback

"Kau mau es krim?" tanya Naruto, tangannya sudah memegang dua es krim cone.

Hinata mengambil es krim dari tangan Naruto, amethystnya masih memperhatikan kereta mini yang berjalan di naik Rei.

"Kenapa melamun?" perasaan Hinata atau hari ini Naruto menjadi cerewet.

Amethyt Hinata menatap lekat es krim yang ada di genggamannya ia masih ingat dengan jelas insiden beberap bulan lalu. Es krim-Rei-Alergi-Dan kemarahan Naruto.

"Jangan melamun terus." Naruto mengambil alih es krim yang sudah mencair membasahi jemari Hinata, tanpa di duga Naruto menjilati jemari Hinata yang terkena lelahan es krim.

"Sudah bersih." Naruto menyeringai puas melihat Hinata yang membulatkan mulutnya tak percaya melihat Naruto yang menjilati jemarinya seperti permen lolipop.

"KAU...!" Hinata menggeram kesal sangat malu dengan apa yang dilakukan Naruto. "Pria mesum."

"Dan kau menyukai pria mesum ini." bisik Naruto tepat di telinga Hinata dan ia masih sempat menggigit pipi Hinata sebelum berlari pergi meninggalkan Hinata dengan wajah nyaris seperti peach.

TBC

A/N :

Adududuh tangan gue gatel pake banget pengen ngetik, dan akhirnya malah jadi begini.

Yang lainnya belum diupdate, tunggu moodnya muncul dulu yaaa.

Ehhh kemaren ada kesalahan pas mau ngetik malah ada part ke Unpublish. *Jangantanyakronologinyagimana*
Tapi udah dipublish lagi kok, mangkanya pada nanya ini diulang. Wuakakaka

Udah ahh, gue mau bobo manja dulu sama Oppa Seunghoon XD

Salam Hangat

Selingkuhannya Seunghoon :* :*
Kesayangannya Daesung XD

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top