Bad News

Mata elangnya sedari tadi menatap cowok yang tak henti-hentinya berargumen dengan Ceres. Mempeributkan apa saja, seakan-akan bahwa pendapatnya paling benar.

Reno menepuk pundak Teru, mencoba memperingatkannya, "Bola mata lu bisa gelinding."

"Ngelihatnya juga serem," ujar Misis, tangan dan otaknya tak henti-hentinya mencari tahu jawaban dari kisi-kisi ujian matematika.

Teru mengalihkan pandangannya, menatap ngeri pemandangan Misis yang tak jauh dari tempatnya duduk. "Lebih nyeremin lagi ngelihat elu yang enggak bosan-bosannya ngebelai soal."

Kalimat Teru ia hiraukan, tunggu saja nanti malam, cowok itu akan membabi buta meneror dirinya untuk mendapatkan kisi-kisi yang ia kerjakan saat ini.

"Misis, gua tarik kembali kata-kata gua tentang cowok ini yang dingin kayak Elsa, tetapi punya kelebihan yang luar biasa!" Misis terlonjak kaget mendengar teriakan Ceres yang memekikkan gendang telinganya.

"Kelebihan dia itu cuman adu bacot doang sama gua. Sikapnya dia dingin? Cuih, cowok ini enggak tahu malu sama sekali," cela Ceres dengan emosinya yang sudah di ujung tanduk.

Reno sejujurnya sudah ingin pulang sedari tadi, mendengarkan mereka berdua tentu saja ikutan emosi. Apa daya dirinya harus mengikuti kehendak Teru yang pantang pulang sebelum gebetannya aman.

"Oh, jadi kamu nyari tahu tentang kehidupanku?!"

"Jangan besar kepala ya, gua nyari tahu karena elu ngeganggu hidup gua."

"Tolong hapus kata hidup gua, karena aku cuman ngintilin Misis, bukan kamu."

Reno menatap nyalang cowok yang berada di samping Ceres.

"Jadi elu gangguin cewek gua?" Reno bangkit dari duduknya, entah mengapa ia tak menyesal mengikuti kehendak Teru untuk sedikit lebih lama berada di rumah Ceres dan Misis.

Bintang menatap Reno bingung. "Apa?"

"Ngapain lu gangguin cewek gua?" tanya Reno garang.

"Maaf, gua enggak ada urusan sama lu." Bintang menatap Reno dingin, tatapannya dan cara bicaranya berbeda saat berbicara dengan Ceres.

"Ciri-ciri buaya darat ya lu? Ngomong ke Ceres sama Misis pakai aku-kamu. Giliran sama gua, malah kurang aja."

"Bunda yang nyuruh," ujar Bintang seadanya.

Ceres mencebik kesal. "Bunda nyuruh supaya lu sopan sama kita berdua? Kok lu gampang banget sih nurut sama bunda? Giliran sama gua aja, sewot mulu."

"Karena elu nyebelin," aku Bintang dongkol sedari mereka adu bacot di rumahnya malam hari itu.

"Berisik banget sih, jawabannya belum ketemu nih. Apa gua salah ngitung pas nyari sisi miringnya ya? Udah dihitung tiga kali masih enggak ketemu juga, ini angkanya typo kali," rutuk Misis yang kesal dengan soalnya.

Bintang tersenyum mengejek menatap Ceres. "Ternyata lebih stres ngadepin soal daripada ngadepin kamu."

Bibirnya semakin manyun mendengar kalimat Bintang. "Menurut lu gua beban hidup yang paling gede gitu?"

"Masih mending beban hidup, kalau ternyata elu kesalahan terbesar, gimana?"

"Lu didiemin makin ngelunjak ya."

"Itu mah elu," cela Bintang dengan santainya.

Reno menatap Teru iba, sahabat karibnya ternyata dari tadi tak diajak ngobrol dengan gebetannya.

"Daripada lu nungguin obrolan lu sama Ceres, mending lu ngobrol dulu sama gua. Misis lagi selingkuh sama kisi-kisi ujian."

Teru melirik Reno yang beringsut mendekat ke arahnya. "Bodo." Teru mengangkat bokongnya dan pergi meninggalkan Reno yang mengumpat.

Ia memiliki ketaksaan saat ini, ragu jikalau Ceres menyukai orang lain. Misalnya, cowok yang ada di hadapan Ceres saat ini, yang tengah beradu argumen satu sama lain.

"Teru!" Ceres menepuk bahu Teru dari belakang, hampir saja dirinya tergelincir karena dikagetkan oleh seruan Ceres.

"Apa?" tanya Teru lesu.

"Kok mukanya lemes gini? Kayak enggak ada semangat hidupnya."

"Balik lagi adu debat sana sama Bintang kalau ke sini cuman mau ngeledek."

Ceres cemberut. "Salah mulu ih."

"Kenapa sih?" tanya Teru yang keadaan hatinya masih belum pulih.

"Gua ada salah sama lu?" Teru menggeleng.

"Terus, kenapa kesel?" tanya Ceres lagi.

Teru mengedikkan kedua bahunya. "Enggak apa-apa."

"Jangan kayak cewek deh, gua bukan cowok yang mesti peka," cibir Ceres berkacak pinggang, bersiap untuk mengomeli Teru.

Teru mengangkat tangannya, menahan Ceres untuk tak memulai siraman rohani. "Lagi males dengerin orang ngomel, mau duduk," pinta Teru, kakinya sedikit pegal setelah hampir kejengkang tadi.

"Duduknya di sana aja," ujar Ceres menunjuk sofa ruang tamu.

Teru melengos, kekesalannya entah mengapa berlipat. "Harus banget ada dia atau harus banget gua duduk di sana?"

"Ih, kok kesel sih? Kan gua cuman ngasih saran doang."

"Enggak kesel, cuman males aja duduk di sana."

Ceres tersenyum mengejek. "Cemburu ceritanya?"

"Menurut lu?" Bukannya menjawab, Teru malah balas bertanya.

"Cemburu, pakai banget." Ceres tersenyum sumringah.

"Seneng?"

Ceres mengangguk, bibirnya tak berhenti melenkung sehingga matanya ikutan melengkung juga.

"Jangan gitu," tegur Teru dengan wajah datar.

"Kenapa?"

"Jantung gua berdebar terus."

Ceres tertawa, entah mengapa gombalan Teru saat ini terasa manis dan ikut menghangatkan hatinya.

"Jangan ketawa juga," larang Teru.

"Kenapa? Jantung lu berdebar terus? Kalau enggak berdebar, elu bisa mati."

Teru mencebik kesal, "Enggak gitu konsepnya. Debarannya tuh beda."

"Beda gimana? Ada manis-manisnga gitu?" tanya Ceres dengan nada meledek.

"Ngerusak momen aja terus," sindir Teru yang kembali kesal.

"Idih, kok jadi sensian?"

"Kenapa? Enggak boleh kalau sensian?"

"Bukannya enggak boleh, cuman agak ngeselin aja Teru yang sensian."

"Maunya yang ngeselin, tetapi bikin kangen," lanjut Ceres yang membuat Teru tertawa.

"Mulutnya udah pinter ngegombal ya. Ajaran siapa coba." Ceres ikut tertawa mendengarnya.

"Res?!" panggil Misis merusak momen manis Ceres dan Teru. Misis baru saja mendapatkan kabar yang membuat wajahnya pias, seakan-akan baru saja mendapatkan kabar buruk.

Misis menghampirinya dengan tergesa, perasaan Ceres yang semula diliputi perasaan hangat menjadi tak menentu. "Papa mau tunangan."

"Emang putusan pengadilan udah keluar?" tanya Ceres yang tak percaya.

Misis menggeleng tak tahu tentang itu, tetapi kabar yang baru ia dapatkan dari kakenya mampu membuat lututnya lemas tak bertulang.

"Bintang! Bunda udah tahu kabar ini?" tanya Ceres dengan amarah yang bergejolak.

"Atau jangan-jangan lu juga udah tau tentang ini?" tanya Ceres lagi.

Kepalanya menggeleng takut, nyalinya yang luar biasa saat di arena balap hilang seketika melihat Ceres yang menahan amarah sesungguhnya.

Ceres masih menatap nyalang cowok yang tengah duduk di sofa ruang tamunya. "Jangan bohong, gua enggak lagi becanda kayak biasanya," ujar Ceres dengan menekankan kata yang ia ucapkan.

"Aku enggak bohong, serius deh."

"Apa ini rencana kakek yang sesungguhnya?" tanya Misis pelan.

"Ngebuat bunda diam tak berkutik dan akhirnya pisah."

Ceres dan Misis bungkam, rasa amarah mereka jelas ingin meledak kapan saja, tetapi ada satu hal yang harus mereka cari tahu.

"Bunda sekarang di mana?" tanya Ceres dan Misis kepada Bintang bersamaan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top