Affair

Setelah mereka menikmati pemandangan malam ditemani jagung bakar di pinggir jalan dan tak lupa udara dingin yang menembus tulang-tulang mereka walaupun sudah memakai sweter, mereka kembali ke vila.

Mobil yang dikendarai Teru memasuki wilayah komplek vila, sudah pukul 10 malam, dari luar memang tampak sepi. Tetapi, saat mobil telah melewati taman mini yang di tengahnya terdapat air mancur, nampak penghuni vila yang tengah menikmati malam dengan diiringi tawa dan petikan gitar.

Tinggal beberapa vila lagi, mereka akan sampai. "Ter ..., berhenti sebentar," pinta Ceres saat netranya yang menatap ganjal ke salah satu vila bercat biru telur asin.

Ceres keluar dari mobil, kakinya melangkah mendekat. Udara malam yang menusuk tulangnya semakin terasa, sweternya ia tanggalkan di dalam mobil saat ia masuk tadi.

"Malam ini kita nginap di sini, ya? Besok pagi-pagi kita berangkat ke Jakarta." Perempuan itu mengangguk, menuruti perkataan laki-laki yang umurnya jauh lebih tua.

"Enggak apa-apa kan, Sayang?"

"Selama ada kamu, aku enggak masalah." Ucapan manja itu meluncur dari bibir perempuan cantik dengan rambut diikat kuda.

"Menjijikan," desis Ceres mengepalkan kedua tangannya geram.

"Ceres!" Teriakan Misis mampu membuat laki-laki dan perempuan yang tengah bermesraan di depan vila menengok ke asal suara tersebut.

Ceres tersenyum lebar, teriakan dari Misis tak ia hiraukan. Kakinya semakin mendekat ke arah Agus--sang papa. "Halo Pa, apa kabar setelah lama enggak pulang ke rumah?" sapa Ceres ramah.

"Kalian ngapain di sini?" Bukannya menjawab Agus malah menanyai Ceres kembali.

Ceres tersenyum sinis. "Papa yang Ceres kenal enggak sepecundang ini."

"Maksud kamu apa?" Agus mulai naik pitam, ia mendekat ke arah Ceres.

"Kurang jelas Pa? Papa main cewek di sini, enggak mikirin gimana perasaan Ceres, Misis, sama Bunda?" Misis menarik Ceres mencoba melerai.

"Mungkin papa tahu dari bunda kita lagi di sini dan papa nyusulin kita," ujar Misis pelan.

Ceres tertawa sumbang, ia lelah bermain peran. "Mau sampai kapan keluarga kita main kucing-kucingan? Bukannya menyelesaikan masalah malah saling menyakiti satu sama lain."

"Udah, Res. Bunda udah nunggu kita di mobil, elu enggak kedinginan kagak make sweter?"

Ceres mengangguk, ia mencoba mengalah dari bayi tua yang sedang bermain dengan mainan barunya. "Selamat menikmati waktu bermain Papa sama perempuan baru." Ceres menatap perempuan dengan rambut yang dikuncir kuda itu, Ceres tersenyum remeh. Murahan!

***

Liburan yang Misis kira akan menyenangkan dan mampu membuat bundanya merasa jauh lebih baik harus tinggal kenangan. Seharusnya mereka saat ini tengah bermain kartu, tetapi harus balik ke kamar masing-masing karena kejadian papa dan Ceres yang membuat bundanya malu.

Bayangkan saja suaminya main dengan perempuan lain, jika saja yang memergokinya keluarga mereka itu sendiri tidak masalah. Tetapi, Reno dan Teru ada di sana, menyaksikan bagaimana papanya yang bermesraan di depan vila.

"Res? Elu enggak papa?" tanya Misis melihat Ceres yang baru kembali dari kamar mandi.

"Seharusnya elu biarin gua mancing keributan di sana, kalau sampai mereka ketahuan sama masyarakat atau satpam komplek vila ini kan, papa siapa tahu dapat hidayah. Urat malunya biar putus dikit," ujar Ceres dengan perasaan tak bersalah.

Misis menghembuskan napasnya lelah, Ceres saat ini tengah emosi. Percuma menasehatinya, jika orang itu sudah merasa bahwa dirinya tak bersalah.

"Bunda gimana, Res?" tanya Misis setelah mereka hening sejenak.

Ceres mengedikkan bahunya acuh tak acuh, sedang tak ingin membela salah satu kubu saat ini. Badannya ia rebahkan di atas kasur, rasa nyaman langsung memeluknya dari belakang, seolah tak ingin lepas dari kasur.

"Menurut lu yang salah siapa?" tanya Misis tak puas dengan jawaban Ceres.

"Coba tanya sama nyamuk," suruh Ceres asal, ia sudah mengantuk.

"Bunda sakit hati enggak, ya?" tanya Misis lagi.

"Enggak, bunda lagi ketawa-ketiwi sambil main gaple sama Teru. Udah tau, pakai nanya, gini yang dijadiin perwakilan sekolah buat olim?" Ceres bermonolog pelan, menumpahkan kekesalannya saat mendengar Yuni yang terisak di dalam kamarnya saat Ceres kembali dari kamar mandi.

"Lu tidur, Res?" tanya Misis iseng.

"Kagak, gua lagi jaga lilin," jawab Ceres nyeleneh.

"Siapa yang keliling?" tanya Misis semakin absurd.

"Elu mau nggak?" Bukannya menyudahi, Ceres malah semakin membahas hal absurd bersama Misis sampai pukul 2 dini hari.

***

Seperti hari-hari sebelumnya, mereka berempat akan makan di kelas sembari mengobrol ringan tentang masalah kehidupan mereka yang dilebih-lebihkan.

"Lu ngerasa enggak sih, pas lu ngupil hidung lu agak gedean?" tanya Reno setelah pembahasan bulu ketek yang baru saja usai.

"Pesek kali hidung lu, terima nasib aja sih," ledek Ceres yang masih santai menyuap makanannya ke dalam mulut.

Berbeda dengan Misis yang baru tiga suap, napsu makannya hilang dibawa bulu ketek yang menjadi pembahasan pacarnya.

"Gua juga kadang ngerasa gitu," ujar Teru yang ibu jari dan telunjuknya mulai menjepit pangkal hidung, berusaha memancungkannya.

"Bego," desis Misis yang sudah merapihkan kotak bekalnya dari atas meja.

"Lu pernah nyabut bulu hidung enggak sih?" Teru mengalihkan topik obrolan mereka.

"Kadang bulu hidungnya ikut kecabut pas ngupil," jawab Ceres dengan polosnya.

"Gimana rasanya?"

"Rasa upil? Mana gua cobain," jawab Ceres yang otaknya sudah bergeser.

"Nyesel gua kembaran sama lu, Res." Misis merasa tak ada faedahnya ia mendengarkan pembahas mereka yang semakin nyeleneh.

Seperti biasa, ia mengeluarkan buku kiat-kiat sakti yang tebalnya mengalahkan kitab suci. Ceres, Teru, dan Reno seketika hening, tak ingin mengganggu Misis yang sedang mempersiapkan ujian yang akan datang.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top