-MISSHELLA : 25

Pagi ini Shella ada janji dengan Dewa untuk lari pagi, ini hari minggu pasti di beberapa tempat akan ramai di kunjungi oleh orang-orang yang ingin berlari atau hanya sekedar berjalan berdua dengan pasangan mereka untuk menghabiskan waktu luangnya.

"Gue ikut dong!" teriak Rio dari dalam rumah, Shella dan Dewa hanya saling melempar tatapan satu sama lain. "Woi bocah! Punya kuping'kan lo!"

"Ga usah ikut lo bang, mau jadi nyamuk?!" balas Shella tak kalah teriak.

"Untung adek gue lo Shell! Kalo bukan gue injek!" ucapnya, lalu Rio keluar dengan pakaian siap untuk berlari jangan lupakan sepatu nike warna abu-abu kesayangannya.

"Cari pacar makannya!" ucap Shella lagi, kini ia sudah naik di atas motor Dewa. Dewa hanya diam menyaksikan perdebatan pagi antara abang dan adik di depannya ini.

"Pacar gue masih di korea!" jawabnya.

"Siapa? Mba Irene? Apa mba IU? Jangan IU deh saingan lo sama Jungkook nanti!" Rio menggeprak Shella dengan handuk kecil berwarna hitam yang ia bawa tadi.

"Kaga lah gila! Pacar gue emang masih di korea. Ngapain gua suka sama pla--

"Ngomong plastik gue bilangin sama papa kalo lo kemarin ambil kaos kutangnya ya!" tunjuk Shella tepat pada batang hidung abangnya itu.

"Sialan lo!" Rio pergi begitu saja meninggalkan Shella dan Dewa yang masih stay di atas motornya, ah Rio pasti hanya berlari mengelilingi komplek saja.

"Jalan?" setelah lama berdiam diri akhirnya Dewa bersuara juga.

"Let's go!"

Dewa pun menyalakan mesin motornya lalu melajukan kendaraan beroda dua milikny, membelah jalanan kota yang lumayan sepi akibat masih terlalu lagi dan ini hari libur. Cuaca yang masih sangat terasa asri dan lumayan dingin ini sangat menyejukan nafas.

Ponsel Shella berdering, melampirkan nama Bunda di sana. Bundanya Fatih.

"Dijalan bunda, mau lari pagi."

"Kamu pergi sama Fatih?"

"Engga bunda, aku sama Dewa."

"Berarti Fatih engga pulang dari semalem dong. Bunda kira dia pergi sama kamu,"
Suara di sebrang sana berubah menjadi isak tangis.

"Yang bener bunda? Ia bunda aku kesana sekarang!"

"Bener Shella. Bunda khawatir."

"Udah bunda tenangin diri dulu, jangan nangis terus."

Setelah percakapan singkat itu Shella memutuskan sambungan teleponnya, ia menepuk bahu Dewa dan menyuruhnya untuk putar balik dan segera kerumah Fatih.

-----

"Udah di telpon belum tante?" tanya Dewa pada Hilma, bunda Fatih.

"Udah berkali-kali, tapi enggak aktif. Pas tante ke kamarnya tante malah nemuin hp nya yang udah ancur gitu." Tuturnya, Shella duduk di samping Hilma mengelus bahu wanita yang sudah di anggap seperti bundanya sendiri, seraya menenangkan agar tidak terlalu cemas oleh keadaan Fatih.

"Kamu telpon yang lain deh, bantu cari." Saran Shella, Dewa pun segera menelpon teman-temanya untuk segera kerumah Fatih.

"Tante tenang aja ya, Fatih enggak akan kenapa-kenapa kok," ucap Shella masih mengelus lembut bahu Hilma.

Tak lama Candra, Rama, Bagas, Ucok dan Rio datang, segera menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

Ternyata Fatih tidak pulang dari semalam hal itu yang membuat Hilma khawatir, terlebih lagi Fatih kerusakan ponselnya sendiri tanpa membawa alat komunikasi lainnya.

"Tante ada masalah sama Fatih?" pertanyaan Rio memecah keheningan. Hilma menggeleng.

"Dia pernah cerita sesuatu ke tante atau engga?" lagi dan lagi Hilma menggeleng.

"Beberapa minggu ini Fatih agak tertutup, engga seriang dulu, apa lagi pas Shella kecelakaan. Fatih lebih kayak ngurung diri," ucapnya panjang lebar.

Shella yang mendengar itu hanya menghempaskan nafas kasar, dan berdebat dengan pikirannya sendiri dalam diam.

"Lapor polisi aja!" usul Ucok. Yang lain hanya menatap satu sama lain, bahkan Rio menggeleng tidak setuju.

"Sebelum 24 jam mending kita usaha cari sendiri deh, kalo udah lebih dari itu baru kita lapor." Dewa memberi saran, ada betulnya juga Dewa.

"Tapi mau cari kemana anjir?"

"Kemana aja kita mencar, jangan ada yang nonaktifin hp biar gampang kalo ngasih intruksi!" jawab Rio.

Mereka segera berpamitan dengan Hilma, Shella tidak ikut mencari Rio dan Dewa melarangnya keras untuk ikut. Lebih baik jika ka menemani Hilma di sini, ayahnya Fatih juga akan segera pulang dari lampung mendengar anak semata wayangnya hilang tanpa kabar bak di telan bumi.

Shella juga sudah menghubungi Bella dan Linka untuk menemaninya disini.

-----

Uhuk! Uhuk!

Fatih terbatuk-batuk, batuknya mengeluarkan darah segar dari mulutnya. Ia merangkak tertatih-tatih dengan seluruh sisa tenaga yang ia punya untuk menjauhi gedung kosong yang menjadi tempat terburuk dalam hidupnya semalam.

Abangnya Alasya, menghajarnya habis-habisan semalam. Seperti orang kesetanan ia memukuli Fatih dengan membabi buta terlebih di tambah dua orang pengawalnya yang juga ikut memukulinya.

"Gue bilang jangan pernah main-main sama gue!"

"Hidup lo, keluarga lo, dan Shella engga akan tenang setelah kejadian itu Fatih! Lo bikin adek gus sakit hati!"

Kata-kata itu terus mengiang di pendengarannya, suara iblis yang berusaha ingin menghabisinya dengan membabi buta akibat egonya sendiri.

Lebam di mana-mana, telapak tangannya terdapat luka sayatan kekejaman abangnya Alasya melebihi kejamnya iblis pikirnya.

Sampai di pinggir jalan raya Fatih masih merangkak lemas, ia berhenti di sana. Jalanan sangat sepi mana mungkin ada yang lewat jalanan sepagi ini, Fatih sempat putus harapan beberapa jam yang lalu ia mengira bahwa ia akan habis di tangan abangnya Alasya, namun keberuntungan masih ada di pihaknya abangnya Alasya pergi meninggalkan Fatih tanpa pengawasan setelah menerima telpon yang di kira dari Alasya.

"Ajal bakal jemput lo sekarang! Ucapin sesuatu sebagai tanda perpisahan Fatih!" laki-laki di depannya ini mengeluarkan pisau dari dalam jaket hitamnya. Ia menarik tangan Fatih kasar, lalu mensayat-sayat di telapak tangan Fatih, ia tetap melakukan aksi kejinya meskipun Fatih berkali-kali meringis kesakitan.

Setidaknya jika Fatih mati hari ini ia akan pulang dengan tenang, ia senang mampu melindungi orang yang ia cinta selama ini. Ia bahagia mampu menjaga orang yang hatinya terluka selama ini karna ulahnya.

Mata Fatih menatap langit yang mulai buram, tangannya sedikit meremas perutnya yang terasa nyeri akibat tendangan yang mendarat disana.

"FATIH!!" dengan pandangan yang mulai hilang Fatih berusaha menatap laki-laki yang berusaha membantu dirinya untuk berdiri. Hingga akhirnya Fatih hilang kesadarannya.

Dewa dan Bagas mempapah tubuh Fatih yang sudah lumayan penuh dengan darah, mereka berdua di ambang bingung sebab ia menggunakan motor, tidak mungkin membawa Fatih berboncengan motor ninja mereka. Dengan berat hati ia harus menunggu beberapa menit mobil ambulance datang.

"Kenapa lo bisa kayak gini si Fat!" Bagas melirik Fatih lewat ekor matanya. Sedangkan Dewa hanya menatap Fatih yang tidak sadarkan diri.

"Kalo bukan karna Shella mungkin gue engga akan bisa maafin lo Fat!" batin Dewa bergeming.

"Lo udah kasih tau yang lain?" tanya Bagas. Dewa mengangguk. "Gue kasih tau bang Rio, dan minta tolong buat dia kasih tau yang lain."

Bagas menepuk jidatnya lumayan keras. "Motor kita gimana? Bisa di pecat jadi anak gue sama bokap!"

Lihatlah Bagas, dengan keadaan yang sedang tidak memungkinkan saja ia masih memikirkan motornya.

"Tenang, nanti ada supir gue ngambil motor lo." jawab Dewa, Bagas pun membuang nafas lega. "Buat di jual!" sambungnya.

"Sialan lo anjing!" umpat Bagas.

"Lo lagian temen lo lagi kayak gini masih aja mikirin motor!"

-----

KELAR!!!!!

- jangan lupa lambang bintanya di kiri bawah
- jangan lupa komennya juga ehe!

HAPPY READING ALL!!!❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top