-MISSHELLA : 17
"Lo tunggu sini gue beli minum dulu." Dewa pergi meninggalkan Shella yang sedang duduk di atas kursi kayu dipinggir danau, tepat di bawah pohon beringin yang rimbun ia duduk sekarang.
Shella menatap kepergian Dewa yang kian lama kian menjauh, matanya kembali memandang danau berair hijau lumut yang tidak jauh dari tempatnya duduk.
Matanya sedikit semblab akibat menangis tadi, meskipun ia menangis tidak lama tetapi kulitnya yang putih memperlihatkan kelopak matanya yang sedikit membekak dan rona pipinya yang sedikit memerah.
Tak berselang lama Dewa kembali membawa dua botol air mineral, satunya masih di segel dan satunya sudah sisa setengah. Shella disodorkan botol yang masih disegel, dengan senang hati Shella menerima itu.
"Makasih."
"Iya, kaya sama siapa aja lo."
"Hehe."
Dewa duduk disamping Shella lalu meminum kembali minumnya hingga habis.
"Minum gue bocor anjir." Shella menatap singkat ke arah botol air mineral kosong ditangan Dewa.
"Bukan abis anjir, isinya udah di perut lo semua." Shella tertawa pelan, lalu menepuk perut Dewa.
"Aww... sakit."
"Idih alay." Shella menatap Dewa
"Karna lo."
"Lah ko karna gue?" Tanya Shella heran, lalu meletakan botol air mineral disampingnya.
"Karna lo gue jadi alay, dan karna lo gue juga gue ngerti gimana rasanya mencintai." Dewa tersenyum menatap Shella, manik mata mereka bertemu. Tatapan yang selalu membuat Shella menjadi lemah.
Pipi Shella memerah, tingkahnya sedikit linglung mendengar ucapan Dewa. "Boong nggak nih? Ntar boong lagi."
Dewa membuang pandangannya ke arah danau, "Males gue kalo gombalin lo engga pernah baper, serius aja engga pernah."
"Emang lo mau gue seriusin?" Tanya Shella, membuat Dewa kembali menatapnya lalu mengangguk banyak sekali. "Jangan serius-serisu nanti baper gua ga mau tanggung jawab ya." Shella tertawa
"Ngeselin lo jadi cewe." Satu seplatan penuh cinta Dewa berikan di jidat Shella. "Dimana-mana cewe yang ngejar cowo, eh ini malah cowo yang ngejar cewe. Walaupun cewenya sengeselin lo tapi kok gue tetep sayang ya? Lo pake jimat apa sih?"
Mata Shella membulat sempurna, lalu mencubit pinggang Dewa. "Sembarangan lo, gue nggak pake jimat apa-apa!" Disaat Dewa sedang mengaduh akibat cubitan Shella malah terus berbicara sepandai-pandainya mulut berkata. "Gue tuh ya udah cantik dari dulu, nggak pake jimat-jimatan. Bedakan aja pake bedak bayi bergaya mau jimat-jimatan."
"Gue bercanda, lo malah cubit gue." Dewa mengusap-usap bekas cubitan Shella.
"Mulut lo sembarangan sih kalo ngomong," Ucap Shella memelankan nada bicaranya, mungkin ia menyesal sudah mencubit Dewa.
Tangan Shella ikut mengusap bagian yang di usap Dewa, hingga tangan mereka berdua saling menimpa.
1 detik
2 detik
Tatapan mata mereka terkunci, saling memandang satu sama lain. Saling mengagumi manik mata satu sama lain, tanpa berkedip sekalipun mereka menerobos masuk ke dalam hanyutan tatapan mereka.
Hingga Dewa kembali merusak suasana tatapan Shella.
"Gue rela deh setiap hari dicubitin kalo ujung-ujungnya bakal pegangan tangan dan ditatapin hahaha."
Shella memalingkan wajahnya cepat kearah danau, tangannya yang semua berada di atas tangan Dewa kini sudah ia pindahkan ke atas pahanya sendiri.
"Males gue sama lo," ucap Shella menurunkan bibir atasnya, membuat pipinya turun dan tatapan yang membentuk puppy eyes. Ah Shella terlihat begitu menggemaskan.
"Jangan cemberut dong, mirip babi tau ga?" Dewa tertawa terbahak-bahak mengabaikan Shella yang sedang marah denganya ditambah lagi dengan Dewa menyamakan Shella dengan seekor babi.
"Lo babi!"
"Eitss, nggak boleh kasar ngomongnya."
"Bacot."
Shella nampak benar-benar marah kali ini, ia menjawab ucapan Dewa bahkan ia tak mau menengok ke arah Dewa sekalipun.
Shella terus memandang danau hijau di depannya, terus memandang sampai ia melihat ada kupu-kupu yang mendarat di tepi danau.
Kupu-kupu berwarna coklat dengan paduan warna sedikit putih, membuat dirinya kembali tenggelam dalam kenangan masa lalunya. Masa lalu yang tak mungkin ia lupakan meskipun orangnya sudah berusaha keras untuk di lupakan.
Fatih datang membawa plastik putih trasparan yang di gembungkan, terdapat satu ekor kupu-kupu dan capung didalamnya.
"Nih buat kamu." Fatih menyodorkan plastik beserta isi-isinya kepada Shella, Shella pun mangangguk dan mengambilnya.
Shella membuka plastik tersebut, tanggan mungilnya merogoh dan mengambil kupu-kupu berwarna orange itu. Senyumnya merekah saat mengangkat tinggi kupu-kupu yang ia pegang.
"Kamu ambil dimana ini?" Tanya Shella yang masih tidak memalingkan wajahnya dari kupu-kupu, bahkan sekarang kupu-kupu itu ia bolak-balik layaknya mainan.
"Itu ada di atas bunga punya bunda, yaudah aku tangkep. Awalnya kabur-kabur terus akhirnya dia nyerah juga hehe." Fatih mengayunkan kedua tangannya saat bercerita, wajah lucunya masih terlihat sangat imut kala itu.
"Ohh, capungnya juga sama?" Tanya Shella lagi.
Fatih menggeleng, "Engga, capungnya aku tangkep pas mau kesini. Itu yang didepan taman." tidak ada jawaban dari Shella, ia hanya memajukan bibirnya berbentuk huruf 'O'
"Kupu-kupunya cantik, kayak kamu hehe. Tapi kupu-kupunya bisa terbang dan pergi tapi aku yakin kamu engga akan pergi."
"Ngelamun terus... Kesambet setan jenggotan lo." Dewa memecahkan semua lamunan Shella, lamunan yang berputar kembali layaknya film yang di rancang sedemikian rupa menjadi film yang bagus dan layak untuk di tonton.
Shella hanya menengok ke arah Dewa sebentar, lalu kembali memandang danau berair hijau.
Merasa dirinya di abaikan kini Dewa mulai berfikir untuk melakukan sesuatu, sampai suatu hal terfikirkan olehnya.
"Shell." Tak ada jawaban dari sang empunya
"Shell." kembali tidak dijawab
"Shella cantik tapi sayangnya engga punya telinga."
"Apa si lo berisik banget!" Shella menekan perkatannya, menatap Dewa sinis.
"Ya maaf." Dewa menunduk, memejamkan mata, lalu mengatur nafasnya setenang mungkin.
"Entah, berikan aku cara
Agar aku bisa bernyanyi
Agar aku bisa berkata
Lidahku kelu
Bagaikan nada dalam bisu
Berikan aku cara
Agar aku bisa melantunkan
Agar keyakinanku semakin kuat." Dewa mulai berbicara, sekaligus berfikir kata apa lagi yang harus ia lontaran.
"Ingin sekali ku meneguk secawan anggur
Yang terbuat dari rasa cintaku
Ku biarkan ekstasinya melayang ke atas
Ke dalam kenyataan yang begitu pahit
Hingga mengantarkanku ke dalam imajinasi yang terasa nyata." Shella menatap Dewa lekat, matanya tak luput dari kepala Dewa yang masih menunduk.
"Entah, sepertinya cinta ini tanpa kata
Bagiku ini siksa
Ketika ada di dekatmu
Bersanding dengan kisah persahabatan
Dan diselimuti cinta
Bagai menelan bola api
Masuk ke dalam hati
Membakar semua perasaan
Yang sudah kupendam selama ini." Dewa mengangkat wajahnya, menatap ke arah Shella yang juga sedang menatap dirinya.
Shella yang sudah terhanyut di dalam setiap kata yang di lontarkan Dewa kini masih tenggelam didalamnya hingga tak sadar jika Dewa juga sedang memandangnya.
Dewa terus memandang wajah tenang milik Shella, hembusan angin begitu terasa di antara keduanya. Hari yang cerah dan panas ini berasa menjadi sangat teduh saat menatap wajah Shella.
Senyum Dewa tak kunjung pudar, memandang Shella yang masih tak sadar akan lamunannya. Tangan jahilnya kini sudah mengelus pipi mulus Shella melingkari ke mata kanannya dengan jari telunjuk hingga berhenti di kening Shella lalu memberikan hadiah seplatan kecil di sana yang membuat Shella sadar dari lamunannya.
Dewa kembali melanjutkan puisi karangannya.
"Kini aku harus merasakan sendiri." Shella yang sudah sadar dari lamunannya kini kembali menatap Dewa yang sedang menatapnya.
Tatapan mereka kembali bertemu, Dewa menggapai tangan Shella menggengamnya hangat dan erat seakan-akan tidak ingin melepasnya.
Tidak ada penolakan dari Shella ia tersenyum kecil, kembali menatap Dewa.
"Karena memilikimu
Adalah anugrah terindah bagi ku
Tapi,
Disampingmu adalah alasan terbesar
Untuk selalu mencintaimu."
"Aku mencintaimu
Bahkan lebih dari diriku sendiri.
Aku akan terus menunggu
Jawaban dari mu hingga kapan pun itu
Aku ingin menunjukan kesemua orang
Bahwa cinta sejati itu memang benar adanya."
Dewa mengangkat kedua tangan Shella yang awalnya iya genggam.
Cup.
Kecupan hangat ia berikan di punggung tangan Shella, membuat sang empunya sedikit termangu.
"Jadi, lo mau nggak jadi pacar gue?" Dewa perlahan merenggkan genggamannya hingga terlepas.
Shella terdiam, matanya masih menatap Dewa.
"Lo masih nunggu jawaban dari gue?" Nada bicara Shella terdengar sangat kaku
Dewa mengangguk lembut, "Gue akan terus nunggu Shell, sampe lo kasih jawaban ke gue entah nolak atau nerima gue."
"Segitunya lo cinta sama gue?"
"Gue sulit buat mencintai lawan jenis, sekalinya mencintai gue engga akan pernah main-main."
"Tapi... Hmm... misalnya gue nggak cinta sama lo gimana?" Shella ragu-ragu untuk mengatakan ini, raut wajah Dewa tidak berubah sama sekali seakan-akan ia tidak kaget dengan ucapan Shella.
Dewa terkekeh lalu mengangkat satu alisnya, "Gue nggak maksa buat lo mencintai gue kembali, gue cuma mau lo tau bahwa disini ada hati dan bahu yang siap siaga untuk lo singgahi meskipun datang lalu pergi."
"Lo laki-laki sempurna Dewa." Shella menundukan kepalanya, lalu tanpa permisi ia menghamburkan tubuhnya kedalam dekapan Dewa.
Dewa membalas pelukan Shella lebih erat, senyumnya menggembang tangannya mengelus halus belakang Shella. Shella pun sama memeluk Dewa erat dan menyembunyikan sebagian wajahnya di dada Dewa.
"Jadi gimana, lo nerima gue apa engga?" Dewa kembali meyakinkan dirinya sendiri, yang sudah beberapa hari ia pendam.
"Kalo lo masih engga bisa jawab sekarang, sampe kapan pun gue bakal siap nunggu lo. Tapi lo jangan lupa buat kasih jawaban Shell." Dewa mengelus belakang Shella lembut, menghirup harum tubuh Shella yang begitu menenangkan baginya.
Tak ada jawaban dari Shella ia hanya mengangguk lembut, lalu menenggelamkan seluruh wajahnya di dada bidang Dewa. Mungkin kah wajah Shella merona sekarang?
⚊⚊⚊⚊⚊⚊⚊⚊⚊⚊⚊⚊⚊⚊⚊
Kelaarrrrrr!💜
Selamat mlm jum'at!
️✔ Jgn lupa Klik tombol bintang dibawah kiri yaa!
️✔ Jgn lupa komen juga dong!
️✔ Kibarkan perasaan kalian disini, setelah baca cerita ini!
️✔ Happy Reading♡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top