Adorable
Chapter 3
.
.
.
.
.
Kicauan burung di pagi hari terasa damai, mulai terdengar di telinga. karena matahari yang mulai menunjukkan cahayanya membangunkan setiap makhluk hidup yang disinarinya.
Tidak kecuali dengan pemuda yang kini sedang bersiap pergi ke kantor. Berdiri di depan cermin untuk membenarkan dasinya dan mulai berjalan menuruni tangga untuk menjemput sarapannya.
Saat tiba diruang makan, ia melihat sang bunda sedang sibuk menyiapkan makanannya di meja dan ayahnya yang duduk di kursi biasanya sambil memainkan hpnya.
Pemuda itu berjalan mendekati meja makan dan menyeret kursi yang ada di depan ayahnya dengan pelan.
Sang ayah yang mendengar suara decitan kursi, mendongakkan kepalanya menatap putaranya dengan senyum kecil diwajahnya.
"Halilintar, kau sudah bangun? Tidak biasanya jam segini kau bangun?" Tanya sang ayah memandang putranya heran.
"Tidak apa-apa. Hanya ingin" jawab Halilintar tanpa membalas tatapan sang ayah, melainkan mengeluarkan Hpnya dan mengetik sesuatu disana.
Sang ayah hanya mengangkat bahu kecil saat mendapat respon singkat dari putranya kemudian kembali dengan hpnya lagi.
Selang beberapa menit, makanan pun siap dan mereka bertiga pun mulai memakan sarapannya dengan tenang tanpa suara. Sampai akhirnya, piring sang anak lebih dulu habis. Ia berpamitan untuk pergi ke kantor, meski sebenarnya ini masih terlalu pagi buatnya.
"Hati-hati dijalan Lintar" kata sang bunda. Sang anak hanya menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju mobilnya didepan.
.
.
.
.
.
.
.
"Hoaaamm, jam berapa ini?" Gadis dengan tubuh mungilnya yang terbalut selimut itu baru tersadar dari mimpinya. Tangan kecilnya mulai meraba-raba meja di samping tempat tidurnya dan menemukan benda yang dicarinya. Mata yang tampak sayu itupun mulai melebelalak dan secara reflek, tubuhnya langsung bangkit dari kasur dan berlari ke arah kamar mandi.
"Astaga-astaga-astaga...aku telat"
.
.
Setelah lima belas menit ia habiskan untuk membersihkan diri, dengan cepat ia memakai bajunya tapi saat hampir selesai memakai baju, ia terdiam sebentar m. Seperti ada yang janggal.
"Oh astaga!! Jam itukan mati??!!! Kenapa aku harus....Aaahh bodoh-bodoh, bagaimana kau bisa lupa Yaya" gerutunya sambil sesekali memukuli kepalanya pelan kemudian ia mencari hpnya yang terletak diatas nakas dan mengecek jamnya.
"Hufftt...masih pagi. Masih jam 05.00. Ishh dasar jam sialan, gara-gara kau, aku jadi kelabakan sendiri kayak orang gila tadi" katanya sambil melirik datar pada jam rusak yang ada di meja dekat tempat tidur.
Ia mulai melanjutkan membenarkan pakaiannya dan setelah merias wajahnya dengan make up tipis yang natural, ia berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan paginya.
Lima belas menit sudah ia gunakan untuk masak dan sarapan. Sekarang ia mulai berjalan ke teras depan untuk menunggu busnya. Tapi, saat ia berjalan melewati ruang tengah, ia menangkap punggung seseorang yang kelihatannya sedang menonton tv. Yaya yang penasaranpun mendekati orang itu. Saat sudah dekat, ia seperti familiar dengan orang didepannya itu. Saat ia akan memanggil nama pemuda itu, orang tersebut sudah mendahuluinya.
"Kau lama sekali bersiap" katanya dingin tanpa menolehkan kepalanya.
Yaya yang tahu pemilik suara itupun sedikit terkejut.
"Halilintar? apa yang kau lakukan disini?"tanyanya.
Halilintar mulai beranjak dari tempatnya dan menghampiri Yaya yang berdiri di belakang kursi panjang yang ia duduki tadi.
"Menunggumu. Dan kau lama sekali bersiap, kau sudah membuatku menunggu lama" jawab Halilintar yang sudah berdiri dihadapan Yaya.
Yaya yang sudah tersadar dari terkejutannya, memandang pemuda didepannya itu dengan kesal.
"Siapa suruh kau menunggu. Dan lagi kenapa kau bisa masuk kesini?" Tanya Yaya dengan mata yang menatap kesal.
Halilintar hanya tersenyum remeh saat ditanya. Ia menurunkan tangan Yaya dan menatapnya dengan seringaiannya.
"Itu mudah bagiku, hanya perlu melacaknya aku bisa masuk kesini dengan mudah" jawabnya seperti memberi tahu pada gadis itu bahwa ia bisa melakukan apapun yang ia mau. Yaya semakin kesal menatapnya.
Halilintar dengan cepat menarik Yaya menuju mobilnya. Tapi, Yaya segera memberontak mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Halilintar.
"Lepaskan aku! Aku bisa berangkat sendiri aku sudah memesan taksi didepan jadi kau tidak bisa memaksaku sekarang" katanya Yaya, dengan segala alasannya.
"Kau akan tetap berangkat denganku, karna kau sudah membuatku menunggumu lama, jadi kau harus ikut denganku" jawab Halilintar dingin.
"Kau tidak bisa memaksaku. Ku bilang lepaskan Lintar!"
Setelah sampai di mobilnya, dengan cepat Halilintar menggiring Yaya memasuki mobilnya tak lupa dengan sedikit paksaan.
Setelah itu, ia mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
.
.
.
.
.
"Kau tidak berubah dari dulu. Selalu memaksa orang lain untuk mengikuti kemauan mu" setelah keheningan yang berlangsung beberasa menit, akhirnya Yaya membuka suaranya, menyuarakan apa yang sedang ia rasakan sekarang.
"Kau bukan orang lain, kau kekasihku. Dan kau sendiri yang membuat aku harus memaksamu" jawab Halilintar dengan datar dan terus fokus kedepan.
Yaya menatap kesal pada pemuda disampingnya.
"Tapi aku tidak menyukai caramu itu, yang terbilang kasar" balasnya dingin dan membuang muka, malas untuk melihat pemuda itu.
"Jika begitu, maka bersikaplah manis dan menjadi Ayaku yang dulu"
"Kita sudah sampai" lanjutnya, yang tidak ditanggapi apapun dari Yaya. Bahkan kata terima kasihpun tak terucap di bibir tipis gadis itu. Ia hanya keluar dengan raut muka yang kusut dan menutup pintu mobil itu dengan kasar.
Halilintar yang melihatnya hanya bisa tersenyum kecil.
"Bagaimana caranya, agar kau bisa kembali seperti dulu Aya" kemudian ia mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.
.
.
.
.
.
.
Hari semakin sore. Yaya dan Ying terlihat sedang mengemasi barang-barangnya.
"Tumben Halilintar gak kesini..biasanya juga mobilnya sudah terparkir di depan" kata Ying dengan melihat keluar dari jendela ruangannya.
Merasa tidak ada tanggapan di sebelahnya, Ying menolehkan kepalanya menghadap sahabatnya yang masih sibuk membereskan barang-barangnya.
"Yaya"
"Aku tidak peduli. Sudahlah ayo kita pulang" jawabnya cepat berusaha menghindari pertanyaan selanjutnya dari Ying.
Ying yang melihatnya merasa heran, sebenarnya apa yang terjadi dengan kedua sahabatnya itu. Kemudian ia mulai mengikuti Yaya yang sudah duluan ke depan.
Tapi saat ia sudah keluar dari dapur, ia tidak melihat sahabatnya, jadi ia berjalan ke arah Fang yang kelihatannya sudah siap untuk pulang.
"Fang" panggil Ying seraya berlari kecil menghampirinya.
"Loh Ying, kau belum pulang? Yaya mana?" Fang menatap gadis di depannya dengan bingung.
"Dia tadi meninggalkanku sendiri dan saat aku menyusulnya dia sudah tidak ada, ku pikir dia menungguku. Emang dia tidak pamitan dengan mu?"
"Tidak"
"Aneh, ada apa dengannya?" Ying sedikit termenung memikirkan sahabatnya itu.
"Hari sudah semakin sore. Mau bareng?" Ying yang mendengar tawaran dari pemuda di depannya itu menatap curiga padanya.
"Kau tidak berniat menculikkukan? Dan ada apa ini, kenapa tiba-tiba jadi baik padaku?" Tanyanya penasaran.
"Kau ini. Ada orang berbaik hati malah berprasangka buruk. Aku tidak akan menculikmu, lagi pula, apa untungnya aku menculikmu yang ada kau malah menggangguku"
"Sebenarnya tujuan mu ini apa sih? Mengejekku?" Tanya Ying menatapnya kesal.
"Aku tidak mengejekmu...hanya saja mengatakan yang sebenarnya jika kau memang mengganguku" jawab Fang sambil mengangkat kedua bahunya.
Ying menatap kesal pada pemuda di depannya itu dan memukulnya bertubi-tubi.
"Ish beraninya kau"
Fang berusaha menghindari pukulan Ying yang menurutnya bruntal.
"Aw aw sakit Ying!"
"Biarin, rasakan ini"
Karena sudah tidak tahan dengan sakit di bahunya, ia segera mencekal kedua lengan gadis itu dan menatapnya tajam. Ying yang melihatnya hanya diam seribu kata dan menatap balik mata pemuda bersurai ungu itu.
"Sudah! Kita pulang. Kau ikut aku, akan ku pastikan kau akan aman jika pulang denganku dan satu lagi aku tidak akan menculikmu" kata Fang menyakinkan.
Ying yang mendengarnya sedikit memerah, dengan segera ia menundukkan wajahnya berusaha menyembunyikan rona merahnya. Sampai akhirnya tangan kirinya di tarik oleh pemuda bersurai ungu itu. Ia hanya bisa mengikutinya dalam diam. Tanpa Ying ketahui, sebenarnya ada senyum kecil terpantri di wajah pemuda yang sedang menggandengnya itu.
'Perasaan apa ini?' Begitulah, sekiranya apa yang sedang meraka berdua pikirkan sebelum akhirnya mereka benar-benar meninggalkan cafe itu dan pulang bersama tentunya setelah Fang mengunci pintu cafenya.
.
.
.
.
.
.
.
Yaya berusaha memejamkan matanya, tapi sudah dari setengah jam yang lalu ia masih belum bisa memejamkan matanya. Ia bingung apa yang sebenarnya terjadi dengannya, sampai-sampai ia tidak bisa tidur padahal sudah malam.
Ia mengambil hpnya dan mengetikkan sesuatu disana.
To: si cerewet
Ying, kau sudah tidur?
Ya, kontak yang ditujunya memang sahabatnya Ying. Mungkin dengan sedikit mengbrol, rasa kantuk akan menghampirinya. Tak berselang lama terdengar notifikasi pesan di hpnya. Segera saja ia buka.
From: si cerewet
Belum. Ada apa Yaya?
To: si cerewet
Gak ada. Cuma gak bisa tidur
From : si cerewet
Hm..mikirin Halilintar saja sih😏
Yaya menatap pesan dari Ying sedengan kerutan di wajahnya..
To: si cerewet
Siapa juga yang mikirin dia
From: si cerewet
Helleh...ngaku sajalah..makanya jadi orang itu egonya jangan terlalu tinggi nanti terkena batunya baru tau rasa.
To: si cerewet
Yak! Apa maksudmu? Aku melakukan apapun atas kehendak hatiku bukan ego😠
From: si cerewet
Yayaya terserahmu deh, tapi aku cuma mau ngingetin Jangan menghindarinya terus...kau tak kasihan padanya?
Setelah membaca pesan dari Ying, Yaya kembali termenung dan tiba-tiba teringat saat dimana ia berangkat dengan Halilintar dan sebelum keluar dari mobil pemuda itu, Yaya sempat melihat ada sedikit pandangan sedih di mata pemuda itu. 'Apa benar aku egois?'
Lama ia tidak menjawab pasan Ying, sampai akhirnya pesan dari Ying terdengar kembali
From: si cerewet
Yaya, sudah dulu ya, besok lagi jika mau cerita. Aku sudah mengantuk, oh iya, besok aku juga akan memberimu pelajaran karena sudah berani meninggalkanku tadi. Ya sudah selamat malam.
Setelah membaca pesan terakhir dari Ying, Yaya merebahkan tubuhnya dan kembali termenung dengan memandang langit-langit atap kamarnya.
"Hufft...apa aku sudah membuat luka padanya? Dan apa aku sudah bersikap egois?" Setelah mengatakan itu, ia mencoba memejamkan matanya dan terlarut ke dalam mimpinya. Meninggalkan tanda tanya yang entah harus ia apakan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc
Yey akhirnya kelar juga....
Pendek ya? Hehehe maaf soalnya lagi sibuk"nya sekolah jadi idenya cuma dapet dikit...
Ok tanpa banyak kata...sampai jumpa chapter depan...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top