: Kesempatan kedua? :
Kesempatan itu bukan dicari, tapi dibikin
~ Miss Move on versi Motivator ~
(*)
Suara Tracy Chapman nyanyiin Give Me One Reason yang agak-agak nge-blues lumayan bisa cairin suasana restoran yang rada sepi. Tempat makan ini ada dua lantai dan di bawah jauh lebih ramai daripada di atas. Meski punya teras kece yang mengarah langung ke bukit di belakang kawasan Lippo, toh pengunjung lebih suka di bawah karena ada live acoustic. Di samping itu, lantai dua emang private dan mesti booking dulu. Yang gue nggak tahu, kapan Irgi booking tempat ini.
Saat kupandang langit kelam, aku sadar kalau tidak ada yang lebih indah dari bintang yang disebar di angkasa malam. Lalu, sesosok malaikat datang dan bertanya, apa yang bisa ia berikan untukku yang setia di menabur harap. Aku diam sejenak, berpikir mungkin ini saatnya semua cita-cita akan jadi nyata.
Tapi, kemudian aku ingat kamu. Dan aku bilang, semalam saja, biar kupinjam kelip bintang untuk kuberikan pada seorang wanita.
Jadi, jangan heran kalau malam ini bintang nggak akan datang. Khusus buat kamu, bintang muncul di pantulan kaca yang menampilkan bayangan mata paling indah yang pernah ada.
Happy Birthday, Baby. Keep shining as million stars.
P.S.
I’ll take you at 7pm for dinner. So, dress up!
Nah, terjawab kan kenapa tadi siang Irgi cuma bilang keep shining?
“Nice song, right?” Di depan gue, Irgi tersenyum manis. Ada rasa bangga yang kelihatan jelas di matanya. Mungkin karena dia tahu, kalau gue bener-bener impressed sama semua yang dia lakuin hari ini. Surat pendek yang super romantis, special dinner, gift, ditambah dia sendiri yang beneran kelihatan keren pakai kemeja biru tua. Apalagi gayanya kalau lagi benerin kacamata yang melorot. Cool abis. Semua hal tentang Irgi, selalu berkenaan sama yang manis-manis.
“Uh-huh!” jawab gue sambil ngangguk-angguk canggung. Jujur, gue agak menyayangkan karena lagunya nggak live. Dan gue agak nggak ngerti sama konsep nih resto. Hot spot-nya kan yang di teras, kenapa justru nggak ada live music ya? Kalau ada pasangan yang punya acara sepesial gini kan jadi tambah sweet karena scoringnya bukan dari speaker. Eh, wait! Spesial? Kenapa gue bisa kepikiran pakai kata itu ya? Spesial buat gue kan belum tentu spesial juga buat Irgi.
“Lo, masih suka nulis kayak gituan emang ya, Gi?” basa-basi gue. Abis gue salting. Ya gimana nggak coba, dari tadi duduk, sampai appetizer abis dan sekarang lagi nunggu main course, Irgi ngelihatin gue mulu. Gue berasa pajangan kalau gini. Malu-malu gimana gitu.
“Kayak gituan gimana maksudnya? Kesannya kok kayak aku gombal sama semua orang?”
Eleuuh … mulai deh sensitifnya keluar. “Bukan gitu maksudnya. Ehm, apaa yaa….Ya gitu. Ah tahu ah!” Putus asa gue. Lagian gue juga cuma basa basi kok saking groginya. Tapi ya tapi, Irgi malah ketawa. Dasar, kirain dia beneran sensi tadi.
“Nggaklah, Bi! Nulis kayak gitu kan nggak sembarangan. Mesti ada inspirasinya.”
“Uhh … berasa muse gue.”
“You are!”
Nah ya! udah gue belokin kayak apa juga, tetep aja ujung-ujungnya nih cowok bikin salting lagi. Please, Gi, kasihani gue. Kalau gini kan gue nggak kuat. Hati gue itu lemah. Kalau gue jatuh cinta sama lo gimana?
“Paling bisa lo emang!”
Berusaha mengatasi dada gue yang mendadak banyak tingkah, gue main-mainin hape iseng. Buka-buka IG, Path, FB, semua akun yang gue punya. Notif gue hampir penuh sama ucapan-ucapan selamat. Gue nggak terlalu fokus sih, dan nggak ada yang gue bales juga. Nanti ajalah, toh pas gue buka juga cuma karena iseng.
Waktu gue balikin ke home IG, nggak sengaja gue lihat foto yang lumayan familier. Penasaran, gue buka dan ternyata Bimo posting foto jaman SMA—gue sama dia—masih pakai seragam basket. Kalau nggak salah, itu waktu kita abis sama-sama ikut seleksi POPDA deh. Aslinya itu foto rame-rame bareng anak-anak lain juga, tapi yang bagian anak-anak dibikin item-putih sama Bimo. Dan khusus gue sama dia yang emang duduk deketan, tetap dibiarin berwarna. Apalagi seragam kita yang warnanya merah, bikin jadi eye catching gitu. Pas lihat, otomatis langsung gue klik dong ya. Dan gue baca captionnya: The rest of the world was black and white, but we’re on this screaming color. Happy Birthday, Girl. You Rock!
Cuma … kenapa dia nggak ngetag gue ya? Biasanya kan dia nggak pernah ketinggalan. Pas gue lihat, lumayan banyak yang komen sih, termasuk si Bebi yang emang nggak pernah ketinggalan nyampah sama ngelove setiap postingan Bimo. Heran gue, kenapa sih dia bisa segitunya banget. Ya Bimo lumayan ganteng sih, cuma nggak segitunya juga kali ya. Mending kalau Bimonya nanggepin, lah ini … boro-boro.
“Bi…!”
Shit! Gue kan lagi sama Irgi, kenapa malah mainin gadget.
“Eh, iya sori, Gi! Ini lihat notif doang kok,” jelas gue sambil naruh tuh hape ke meja.
Nggak enak ah kalau lagi sama orang tapi malah sibuk yang lain. Dulu, Irgi sih nggak pernah keberatan kalau gue gini, yah setidaknya dia nggak pernah komen langsung. Nggak tahu deh dalam hati. Tapi … ah, ini kepala gue mikirin apa sih? Kenapa belakangan gue jadi sering banget inget-inget yang udah lewat.
Gerakan tangan gue yang tadinya mau ngambil gelas lime squash berhenti. Bersamaan dengan itu, jantung gue juga rasanya berhenti. Darah gue nggak tahu lagi deh gimana ini keadaannya, waktu gue ngerasain tangan Irgi yang megang tangan gue.
“Bi…!”
God, tolong jaga kesehatan jantung gue, please. Gue belum mau sekarat cuma karena hal konyol kayak gini. Tenang, Bi. Play it cool.
“Aku … aku mau ngakuin sesuatu sama kamu!”
Gue telan ludah! Duh, cuma ludah doang loh, kok susah amat perasaan.
“Ngakuin apa, Gi!” Gue berusaha biasa aja. Padahal aslinya gue udah grogi banget dan semoga Irgi nggak tahu. Tengsinlah.
"Bi … aku…. Sebenernya aku….”
Nih Irgi apa-apaan, sih? Aku-aku doang bukannya ngomong. Grogi juga? Sweet banget sih, Mas pakai grogi segala.
“Lo kenapa, Gi!”
“Aku … aku sebenernya….”
“Gi! Tarik napas, Gi! Lo mau ngomong apa?”
“Aku ….”
Ergghh … geregetan nggak sih. Irgi layak dapet piring cantik nih kalau gini terus. “Gi!”
“Tolong percaya sama aku, Bi! Aku … apa pun dan gimana pun kondisinya nanti, tolong percaya sama aku.”
Ini Irgi kesambet apa sih, kok jadi aneh gini? “Maksudnya apa sih, Gi? Gue nggak ngerti sumpah.”
“Kasih aku kesempatan lagi, Bi!”
“Kesempatan? Kesempatan apa?”
“Kesempatan … buat menangin hati kamu sekali lagi.”
Damn! Ini dia! Ini yang bikin gue ketar ketir dari tadi, dari kemaren, dari beberapa hari lalu setiap kali gue sadar kalau Irgi nyari-nyari kesempatan buat berdua sama gue. Gue bukannya bego nggak bisa baca kode-kode semacam itu. Yah, udah kenyang juga gue pacaran sama berbagai model cowok dan jurus-jurusnya pas kuliah, sampai akhirnya gue berhenti dan nunggu orang yang beneran mau serius. Gue ngerasa udah bukan masanya lagi buat have fun sana sini. Kasihan juga Bapak yang katanya was-was tiap kali denger gue ganti pacar. Yah, meski gue tahu sih itu cuma alasan Bapak. Soalnya beliau kan emang nggak rela gue nikah cepet-cepet. Yang gue nggak pernah ngira, Irgi mendadak balik lagi ke hidup gue dan … jujur gue nggak tahu mesti gimana.
“Irgi … gue …. Gue bahkan masih ngerasa malu loh Gi sama lo. Gue——“
“Aku udah lupain, Bi! Aku … aku nggak peduli sama yang dulu. Aku juga nggak peduli apa-apa, yang aku peduliin sekarang itu ya kamu. Kasih aku kesempatan lagi, Bi. Buat bikin kamu jatuh cinta sama aku, sama Irgi yang baru.”
Wah, kacau! Gue rasa ada yang salah di sini. “Gi, bentar deh, Gi. Irgi yang baru? Maksudnya? Fisik lo?”
Irgi menarik tangan yang sejak tadi megang tangan gue. Dia mengangkat bahu pelan.
“Gi, lo jangan salah paham ya. Gue akuin, dulu gue emang kekanakkan banget yang seringkali banding-bandingin fisik lo. Maaf, mungkin kesannya gimanaa … gitu. Tapi, look at you now! Lo juga mengakui kalau lo ngerasa nyaman kayak gini kan? Cuma bukan berarti gue sekarang di sini karena lo udah berubah secara fisik, ya.”
“Bi … aku….”
“Lo bilang lo berubah, kan? Gue juga berubah, Gi. Dan gue tahu kalau fisik bukan segalanya. Jadi, tolong berhenti berpikir kalau gue menilai lo cuma dari luar aja. Yah, gue akuin sih lo jauh lebih menarik dari dulu. Lo juga pasti sadar kan lo tuh udah jadi topik karyawan-karyawan cewek yang gemeteran kalau lo lewat.”
Dan Irgi pun ketawa.
“Eh, gue serius loh, Gi!”
Irgi makin ketawa.
“Irgi, ih! Tuh ya, gue jujur masih aja lo ketawain.”
“Sori sori, kamu lucu sih. Tapi, Bi, aku nggak puas kalau cuma bikin cewek gemeteran. Aku penginnya kamu yang gemeteran karena aku.”
Gue putar bola mata, untung nggak juling. “Hadeh, nggak segitunya juga kali, ah! Kayak nggak tahu mulut anak-anak aja. Pak Yayan potong kumis aja diomongin, apalagi … ya gue yakin lah lo sadar kalau lo lumayan ganteng. Lagian, itu cuma analogi kali.”
Shit! Gawat nih mulut gue, seenaknya amat kalau ngomong. Kalau nggak nempel udah gue buang deh. Bikin malu aja saking jujurnya.
“Kamu … beneran mikir aku ganteng, Bi?”
Nah kan!
“Gue? emang gue bilang gitu tadi? Gue bilang kan menurut mereka. Lagian—“
“Bi!”
Jantung gue berhenti lagi. Mulut gue ketutup langsung, berasa digembok paksa terus kuncinya dilempar ke bawah sama Irgi. Ya gimana enggak, kalau tadi cuma satu tangannya yang megang, sekarang dua-duanya. Gue berasa narapidana kalau gini.
“Kamu belum jawab pertanyaan aku tadi…. Jadi, aku punya kesempatan kan, Bi?”
Gue jawab apa, nih?
“Bi?”
“Bukannya setiap orang punya kesempatan ya, Gi?”
“True. Tapi … aku mau lebih. Aku nggak mau disamain kayak yang lain. Aku mau … kamu ... kamu kasih tempat khusus buat aku.”
Gue inget gue pernah bilang sama Dian, lupain Ega. Sekalipun tuh cowok datang lagi, jangan peduliin. Di luar sana ada banyak cowok yang cuma butuh dilihat, butuh dikasih kesempatan buat nunjukkin kalau mereka juga layak. Emang bener kalau orang tuh nggak bisa milih sama siapa bakal jatuh cinta, tapi kita jelas bisa milih siapa yang pantas buat diperjuangkan.
Selama delapan tahun terakhir, gue hampir percaya kalau gue nggak layak, terutama setelah apa yang gue lakuin ke Irgi, setelah dengan teganya gue nggak menghargai perasaan dia yang beneran tulus. Ya gue emang nggak layak, tapi Irgi? Irgi jelas layak buat dikasih kesempatan.
Dan gue rasa, besok gue bakalan bilang sama Dian, seandainya Ega balik dan nunjukkin kalau dia worth it, kasih dia kesempatan. Karena lepas dari semuanya, cinta selalu pantas dapat kesempatan kedua.
(*)
“Oh iya aku lupa. Aku punya sesuatu buat kamu!”
Gue cuma mengerutkan kening sewaktu Irgi ngasih gue paper bag kecil yang dia ambil dari bangku belakang. Kita udah sampai kosan gue sejak sepuluh menit lalu, tapi pas gue mau turun dia baru ngasih.
“Tadinya aku mau kasih pas kita makan. Tapi, aku pikir nggak deh. Aku kasih sekarang aja. Nih, buat kamu! Selamat ulang tahun, ya.”
Gue agak ragu nerima pemberian Irgi. Apa nggak terlalu berlebihan, ya? Dia bukannya udah ngasih kado tadi?
“Ini buat gue? Lagi?”
Irgi kayaknya agak heran gitu. Kelihatan dari alisnya yang diangkat sebelah, kebiasaan dia kalau lagi mikir. Tapi, cuma sebentar karena kemudian dia ketawa pelan. “Ya iya dong buat kamu. Kan kamu yang ulang tahun. Masa buat temen kos kamu!”
Gue masih diem, nggak jawab, sementara Irgi majuin tangannya lagi, persis depan muka gue.
“Ambil dong, Bi. Pemberian orang masa ditolak, sih!”
Irgi melempar senyum yang bikin gue akhirnya luluh. Jangan salah sangka ya, gue emang suka barang gratisan, tapi kalau over … ya nggak enak jugalah. Tapi, karena Irgi kelihatannya bakal kecewa kalau gue tolak, jadi gue terima juga deh tuh hadiah.
“Thanks ya, Gi! Padahal gue aja belum bilang makasih buat yang tadi.”
“Oh, yang tadi mah apaan sih. Cuma dinner biasa. Aku justru mau bilang maaf karena cuma bisa ngajak kesitu doang, abis di Lippo segitu udah paling oke. One day, aku mau ngajak kamu ke tempat yang lebih romantis lagi.”
“Ya elah, Gi. Nggak perlu gitu juga kali. Romantis itu gimana mind set kita aja. Nggak melulu mesti di tempat mewah dan mahal. Lagian, maksud gue tuh buat yang tadi siang, bukan dinnernya.”
“Tadi siang? Oh, surat itu? Kamu suka?”
“Ehm gimana yaa ….”
Jangan blushing … jangan blushing….
“Sweet sih! Oh iya, jamnya juga makasih. Gue nggak tahu kalau lo ngeh-in pas gue melotot ngelihatnya di mall.”
Gue nggak mungkin salah! Tapi Irgi beneran kaget pas gue ngomong gitu.
"Jam apa ya? Aku nggak ngerti.”
Oh my fucking God! Gue rasanya mau pingsan! Mendadak, gue ngerasa udah jadi cewek paling bego sejagat raya.
[...]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top