IX

"Aduh. Aduh. Gue kebelet kencing nih." Kwary merintih sambil memegangi perutnya dan bergerak-gerak tak jelas.

"Aku temani ke balik pohon besar di sana," Josi menunjuk salah atu pohon dengan batang besar satu meter dari tempat mereka duduk.

Dengan senyum sumringah, Kwary mengiyakan. Mereka berjalan bersisian. Fiber mengamati dengan wajah kesal dan tidak terima. Kecemburuan tampak di wajah pemuda bergaya metroseksual ini.

Kwary pergi ke balik pohon,sedangkan Josi menunggu sepuluh langkah dari Kwary. Selama kencing Kwary merasa diamati oleh sebab itu dia mengedarkan pandangan. Namun tak terlihat apapun termasuk Josi.

"Josi? Josi, kamu kemana? Jangan buat aku panik." Seru Kwary sambil berlari menyusuri balik pohon.

Lima menit mencari di sekitar dan tak menemukan apapun, Kwary kembali ke teman-temannya. Tapi tetap tidak ada Josi di antara Fiber dan Dirm.

"Josi mana?" Tanya Kwary dengan nada panik.

"Dunno. Tapi kan dia bareng lu." Jawab Fiber acuh tak acuh.

"Iya awalnya tapi pas gue selesai kencing, udah ga ada lagi. Gue udah cari ke sana kemari, ke balik pohon ga ada. Gimana nih?"

"Ayo kita cari lagi bersama-sama." Ajak Dirm.

Mereka berlari bersama mencari Josi. Hingga tiga puluh menit berlalu tetap tidak ketemu. Kwary sudah menghubungi Josi berkali-kali tapi tidak diangkat. Kwary juga sudah menghubungi polisi lain tapi tidak ada Josi di sana ataupun di penginapan.

"Josi kemana. Aduh Josi." Kwary terduduk karena mulai frustasi tidak menemukan Josi.

"Kita minta bantuan aja ke bapak yang kemarin. Mana tau dia bisa bantu. Jadi sekarang kita lanjut ke rumah bapak itu aja." Usul Fiber.

"Ada benarnya. Lagipula diantara kita, dia yang paling kuat secara dia polisi. Tenang aja, Ry." Ujar Dirm.

Dirm memimpin jalan melanjutkan perjalanan. Disusul Kwary walau dengan perasaan tidak rela. Sedangkan Fiber menemani Kwary di sisinya.

Setengah jam kemudian mereka sampai di depan rumah tuanya Pak Linto. Dirm mengetuk pintu namun tidak ada balasan. Lima menit terbuang sia-sia. Kwary dengan kesal membuka pintu Pak Linto dan terbuka. Gadis ini memimpin masuk ke rumah bapak setengah baya itu tanpa izin. Walaupun ragu tapi Dirm dan Fiber menyusul di belakang.

Mereka berpencar. Kwary ke dalam ruangan paling depan. Dirm masuk dapur. Sedangkan Fiber menyusuri ruang tamu.

Suasana dalam kamar sangat pengap. Hanya ada tikar yang sudah tak layak pakai di lantai, lemari reyot, nakas reyot dan jendela yang ditutupi kain lusuh. Di atas nakas ada sarung lusuh. Kwary mendekati lemari karena pintunya sedikit terbuka.

Gadis ini membuka lemari. Ada sebuah kotak di atas tumpukan baju. Kwary mengambilnya dan membuka kotak itu. Di dalam kotak terdapat banyak perhiasan dari emas seperti gelang, kalung, cincin dan anting. Di dalam kotak juga ada ukiran "NIKA". Kwary segera keluar dari kamar dan kembali ke ruang tamu. Namun ia tidak menemukan Fiber.

Akhirnya Kwary menuju dapur mencari Dirm. Ia hampir menabrak Dirm yang berlari dari dapur.

"Gue dengar suara teriakkan dari belakang rumah." Ujar Dirm.

"Gue nemuin kotak perhiasan punya Nika, istri Guilermo di lemari pakaian."

"Pegang aja dulu. Ayo cepat ke belakang rumah ini karena suaranya mirip Fiber." Ajak Dirm.

Merekapun berlari memutar ke belakang rumah Pak Linto. Sesampainya di belakang rumah hanya ada tanaman ilalang.

"FIBER! FIBER! FIBER!" Kwary berteriak memanggil Fiber.

"Holy shit! Kita kehilangan teman kita lagi. Cepat kembali ke penginapan dan jangan jauh dari gue, Ry." Seru Dirm.

***

"Dia anak Guilermo. Aku menemukkannya sudah seperti itu." Ucap sosok pria itu yang mampu membuat Skyla tak bergeming.

Hampir lima menit sunyi membelenggu mereka. Skyla hanyut dalam pikirannya. Sedangkan pria itu menyalurkan rindunya dengan menatap Skyla lekat-lekat,memperhatikan setiap senti dari tubuh Skyla.

"Di--dia Moka? Moka Guilermo? Bagaimana bisa dia meninggal seperti itu? Dia saksi," Skyla mengacak-acak rambutnya karena frustasi.

Pria itu memgambilkan cangkir teh dan menyerahkan pada Skyla, "Minum dulu supaya kamu lebih tenang."

Skyla meneguk teh itu dengan cepat. Tatapannya nanar ke arah dedaunan. Tapi rahangnya mengeras. Ia mencoba meredam emosinya. Perlahan ia merasakan kehangatan di jemarinya. Ia menatap dan mendapati tangan besar menggenggam jemarinya.

"Kamu harus tetap di sini. Serahkan padaku." Ujar pria itu. Dia bangkit berdiri namun Skyla memegang tangannya.

"Hose, tolong beri penjelasan. Kamu itu kebiasaan pergi dan meninggalkan seribu pertanyaan padaku."

"Ini belum waktunya, Sky. Aku harus cepat jika tidak akan semakin banyak korban." Hose nama pria misterius. Ia memberi penjelasan.

Perlahan genggaman tangan Skyla terurai. Hose pun turun dengan meloncati batang satu ke batang lain. Ia sangat lihai bagaikan kera.

***

Kondisi Josi mengenaskan. Darah segar mengucur dari tangan kanannya lebih tepatnya bagian pembuluh darah, nadi. Kulitnya pucat. Matanya terbelalak.

Seseorang dengan jubah hitam yang menjuntai dengan tudung penutup kepala menyeret Kwary seperti binatang. Menyapukan badan Kwary ke tanah hingga balik semak-semak membuat badan gadis itu dipenuhi daun dan tergores akar atau batang pohon. Kwary merintih menahan sakit di sekujur tubuhnya. Saat matanya mulai terbuka, saat itu pula sosok berjubah mengorok nadi Kwary.

"AAAARRRGGHHHHHHH" Teriak Kwary hingga nyawanya melayang. Perlahan suara teriakkannya terbawa angin. Hanya menyisakan tubuhnya yang penuh luka.

Kemudian orang berjubah itu berlari dari balik pohon satu ke balik pohon lainnya. Terus berlari meninggalkan mayat-mayat. Sepanjang pelarian, senyum lebar tak kunjung sirna dari bibirnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top