Bab 2: Kota Miracle
Pesawat dengan maskapai Indonesia Airlines mendarat di Bandara Internasional Heatrow, Inggris. Perjalanan yang hampir memakan waktu sehari semalam membuat Misaki sedikit kelelahan. Setiap kali transit di suatu negara pasti memakan waktu yang sangat lama. Tubuhnya sangat kelelahan. Baru pertama kali, Misaki berpergian dengan pesawat yang hampir memakan waktu selama itu.
Garbarata perlahan mulai dipasangkan pada pintu pesawat. Pramugari membuka pintu, ketika garbarata sudah menempel pada pintu pesawat.
Perlahan para penumpang mengantri turun dari pesawat. Pramugari mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan. Para penumpang itu turun melalui garbarata yang berupa jembatan penghubung pesawat dan Bandara.
Misaki hanya membawa ransel saja yang tidak terlalu berat itu. Kemudian, ia mengantri mengambil mengambil koper yang sebelumnya ditaruh di bagasi bawah. Setelahnya ia segera bergegas menuju pemeriksaan paspor. Misaki teringat sesuatu setelah melintasi pemeriksaan paspor.
Sekarang, bagaimana caraku ke kota Miracle? pikir Misaki. Ia menghelakan napas dengan jenuh.
Gadis yang mengenakan seragam smp bermodelakan pelaut itu melanjutkan langkah untuk keluar dari bandara dan menunggu di lobby. Ia memerhatikan sekitar. Semua terasa asing baginya. Namun, tatapannya terhenti di satu orang yang membawa sebuah kertas dan bertuliskan "Misaki Citra". Misaki mengampiri orang tersebut yang tidak lain adalah seorang wanita yang mengenakan setelan berwarna serba hitam.
"Excuse me, are you from Miracle City?"
"Misaki Citra?"
Misaki menganggukkan kepalanya.
"Ikuti saya! Saya akan mengantarkan anda ke Akademi Sihir." Wanita itu membalikan badannya.
Aku tidak salah dengar, 'kan? tanyanya pada dirinya sendiri.
Misaki mengikuti wanita itu. Rambutnya pendek bahkan lebih pendek dari Misaki. Mereka menuju parkiran mobil yang lumayan cukup jauh. Setibanya di sana, Misaki ternganga saat melihat mobil yang dinaiki wanita itu. DB9, mobil sport lama keluaran tahun 2000-an dan juga berwarna silver. Misaki mengedipkan mata berkali-kali, lalu mengucek-ucek matanya.
"Ini mobilnya?" tanya Misaki dengan tidak yakin, "mobil yang pernah dipakai oleh James Bond?"
"Kelihatannya impianmu menaiki mobil sport terkabul juga," ujarnya.
"Kurasa, begitu."
Misaki dan wanita yang tidak diketahui namanya itu menaiki DB9. Koper Misaki diletakkan di bagasi belakang. Saat menaikinya, Misaki sedikit kagum dengan interiornya. Kursi pengemudi terletak di sebelah kanan dan juga pada setir terdapat logo DB9.
Wanita itu menginjak gas mobil. Mesinnya terdengar sedikit kasar atau mungkin halus untuk mobil keluaran tahun 2000-an. Mobil itu keluar dari area parkiran dan memasuki jalan raya. Wanita itu kemudian menambah kecepatannya. Mobil ini sangat keren dan luar biasa. Misaki juga baru pertama kalinya menaiki mobil itu.
"Kau menyukainya?" tanya wanita itu.
Misaki menganggukkan kepala sembari tersenyum.
"Baguslah kalau begitu. Namaku Emily Williams kau bisa memanggilku Mrs Emmy."
"Misaki Citra."
"Nama campuran?"
"Ibuku dari Jepang dan Ayahku dari Indonesia."
"Nama yang cukup cantik bagiku," ujarnya, "jadi, apa alasanmu untuk bersekolah di Akademi Sihir?"
Misaki menundukkan kepalanya. "Entahlah," ujarnya, "aku tidak punya alasan yang bagus kenapa bisa bersekolah di sini."
Emmy melirik Misaki yang tiba-tiba saja murung.
"Aku sebenarnya tidak berniat untuk besekolah di sini." Suara Misaki menunjukkan dia tengah sebal. "Lagipula aku juga tidak bisa menggunakan sihir dengan baik, bahkan mencobanya saja pun juga tak bisa."
Hening menyelimuti mereka seketika.
"Kau hanya perlu belajar saja kalau soal itu," ujarnya dengan lembut, "aku juga begitu sebelumnya, aku adalah murid yang payah waktu masih menjadi siswa, tapi karena orang tuaku sudah mendukungku, aku jadinya bisa lebih baik seperti sekarang. Kadang pilihan orang tua lebih menyebalkan. Namun, mereka melakukan yang terbaik untuk anaknya."
"Mrs Emmy juga begitu?"
"Iya, kadang tidak ada salahnya."
"Begitu ya."
Mobil itu melesat di atas jembatan Westminster. Big ben terlihat dari kaca mobil mereka. Jam termegah itu tengah dalam perbaikan. Gaya arsitekturnya masih sama seperti pada era victoria.
"Aku yakin di buku pelajaran sekolahmu pasti ada bangunan ini?"
"Big Ben, jam yang menjadi ikonik Kerajaan Inggris."
"Tepat sekali, kau baru pertama kali melihatnya secara langsung bukan?"
Misaki mengangguk sambil bergumam.
"Oh ya, ada satu hal yang ingin aku tanyakan," ucap Misaki, "mengapa kau bisa berbahasa Indonesia?"
"Kalau itu sudah menjadi aturan dasar kota Miracle."
"Apa maksudmu?"
"Di kota Miracle sebenarnya menggunakan dua bahasa yang pertama adalah bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, mungkin suatu hari bakal ada bahasa Mandarin juga."
"Mengapa bisa begitu?" tanya Misaki dengan sangat penasaran.
"Entahlah, mungkin dalam pelajaran nanti kau akan mengerti dengan sendirinya."
Misaki hanya bergumam saat mendengar jawaban yang cukup ganjil.
"Ah kita sudah sampai!"
Misaki melihat ke depan. Sebuah gerbang perbatasan kota Miracle dan London. Gerbang itu terlihat sangat modern dan di atasnya terdapat tulisan "Welcome to Miracle City"
Misaki ternganga saat melihat pintu masuk kota itu. Kota itu bebas keluar masuk. Tidak ada persyaratan apapun untuk masuk dan keluar dari kota itu. Kota Miracle dipenuhi oleh berbagai gedung-gedung tinggi, sama seperti kota pada umumnya. Terbagi lima distrik yang di mana setiap distrik merupakan kawasan khusus. Tidak hanya itu saja terdapat sebuah dinding tinggi yang mengelilingi kota itu.
Misaki mengintip dari dalam kaca mobilnya. Gedung yang menjulang tinggi itu ada di hadapan matanya.
"Seperti di kota masa depan saja."
"Ini memang kota masa depan," ujar Emmy, "kau merasa lapar?"
Misaki menoleh memandangi Emmy.
"Kurasa begitu, tapi bukannya nanti malah merepotkanmu?" tanya Misaki.
"Tenang saja, anggap saja ini sebagai hadiah karena sudah diterima di Akademi Sihir."
Mata Misaki berbinar-binar, dia kemudian mengalihkan perhatian. "Terima kasih."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top