Si Penyihir

Bertahun-tahun kemudian, gadis itu telah berubah menjadi seorang penyihir yang sangat hebat. Bahkan yang terhebat yang pernah ada. Tidak ada penyihir lain yang mampu menyaingi kekuatannya, termasuk sang penyihir agung sendiri. Tragisnya, penyihir agung itu mati di tangan istri sekaligus muridnya tersebut.

Meski demikian, tidak ada satu pun orang yang berani menghukum si penyihir. Karena mereka semua takut, takut akan kekuatan hebat yang dimilikinya.

"Wahai cermin di dinding, siapa penyihir paling kuat di kerajaan ini?"

"Kau, Penyihirku. Kekuatanmulah yang terhebat di antara semua penyihir."

"Lalu, siapa wanita tercantik di kerajaan ini?"

Aku tersentak mendengar pertanyaan tersebut. Aku cermin, dan berbohong adalah sesuatu yang mustahil bagiku. Apa aku harus jujur untuk hal yang satu ini? Tapi dia telah bertanya padaku, dan aku wajib menjawabnya sesuai janjiku dulu.

"Permaisuri kita penyihirku. Kecantikanmu masih sedikit kalah di bawahnya."

"Sialan! Akan kubuat diriku menjadi yang tercantik. Tidak boleh ada yang menandingi kecantikanku. Tidak boleh!" Wanita penyihir itu mengambil tongkat sihirnya. Aku tahu, ia pasti akan melakukan hal yang buruk lagi.

Aku tidak bisa mencegahnya. Diam-diam aku menangis di balik sangkar kaca. Jika saja aku bisa keluar dan mencegahnya. Aku pasti sudah melakukannya sedari dulu. Rasa sakit dari dalam jiwaku semakin memuncak, dan entah kenapa. Ada setitik air menetes keluar dari mataku. Air mata? Aku menangis? Bagaimana bisa?

Tidak kusangka, perasaanku kepadanya ternyata semakin kuat. Begitu pula dengan rasa sakitku yang juga semakin menyiksa. Tuhan, kenapa kau berikan perasaan ini padaku?

****

Aku tahu kabar itu sendiri dari kaca jendela kamar di istana. Di sana aku melihat tubuh permaisuri terbaring sakit di atas kasurnya yang mewah. Banyak jumbaian kain sutra di sekitarnya.

Ratu itu dikelilingi oleh banyak tabib dan wanita tua yang membawa berbagai macam obat. Tubuh wanita yang terbaring itu sangat kurus dan pucat. Cekung di kedua matanya sangat dalam dan hampir menenggelamkan bola matanya.

Pelan-pelan, napas sang ratu melambat. Meski sudah diminumi obat dan berbagai macam ramuan. Aku langsung berpaling dan pulang ke cermin di dalam kastil tempat di mana aku berasal. Aku tidak kuat jika harus menyaksikan penderitaan seperti tadi lagi. Ya Tuhan, kembalikanlah wanita penyihirku ke gadis polos yang belum mengenal pedihnya cinta.

Keesokan harinya, upacara kematian dilaksanakan di istana kerajaan. Ratu malang itu meninggal. Banyak yang bilang sang permaisuri mati mendadak karena sakit yang parah. Dan selang beberapa hari setelahnya, sang raja menikah lagi dengan seorang penyihir. Rakyat awalnya menentang pernikahan itu, tapi apa daya. Sang raja telah terpesona dan menjadi buta karena kecantikan si penyihir yang memikat.

Seolah, raja lupa kalau penyihir itu sebenarnya jahat. Kalau penyihir itu sebenarnya adalah tuanku yang sedang memperdayaimu!

"Hebat sekali, 'kan aku? Dapat menikah dengan seorang pria yang istrinya baru saja kubunuh dengan kutukanku," cerita sang permaisuri jahat di depanku dalam kamar barunya di istana. Ia memandangiku seolah aku adalah teman manusianya yang selalu setia mendengarkan ceritanya.

Saat seperti inilah ia seolah kembali menjadi sosoknya yang dulu. Duduk manis sambil menopang dagu di atas kedua tangannya yang tertelungkup. Wajahnya memang sudah banyak berubah, tapi aku masih melihat raut kepolosan dari masa gadisnya di muka permaisuri jahat. Seakan, kecantikannya dulu masih ada dan membuatku semakin terperangkap.

"Kau tahu siapa raja dan permaisuri itu? Sang raja adalah kekasihku yang dulu mencampakkan aku, dan sang permaisuri adalah penyebab dari hancurnya hubungan kami. Aku senang karena bisa membalaskan dendamku. Sebentar lagi, aku akan menguasai kerajaan ini. Lalu kerajaan tetangga dan seluruh dunia. Ah senangnya, hidup dengan wajah cantik serta kekuatan yang hebat. Aku jadi bisa melakukan apa pun sesukaku. Bukan begitu, cermin?"

"Ya, Permaisuriku."

"Kau tahu...." Tangan sang permaisuri jahat menyentuh permukaan kaca. Bukan hanya itu, ia bahkan berdiri di depanku. Menyingkirkan meja rias di hadapannya, lalu menyentuh setiap sisi kaca yang lebarnya tidak sampai satu meter itu. Wajah bahagia itu berubah murung dalam sekejap. Kenapa? Aku maju untuk memperhatikannya lebih saksama dari balik dinding kaca.

"Kau teman terbaikku. Kau selalu jujur, meski dunia terus menerus membohongiku dengan kebahagiaan palsu yang mereka tawarkan." Tiba-tiba sang permaisuri menempelkan wajahnya di kaca. Lalu menangis sampai air matanya membasai dinding yang mengurungku.

"Mereka selalu bilang. Kecantikan, harta, dan kekuatan adalah penentu sebuah kebahagiaan. Tapi sampai detik ini pun, aku tidak merasakan kebahagiaan itu. Aku memang senang karena dapat membalaskan dendamku, tapi tetap aku tidak dapat bahagia."

Hatiku bagai disayat mendengar tangis yang memilukan itu. Jiwaku seolah diiris sebuah pisau yang tajam dan panas. Ingin aku memeluknya sekarang dan menenangkannya seperti yang para manusia sering lakukan. Tapi apa daya, aku tidak bisa keluar dari dalam cermin ini. Aku jiwa benda mati. Aku tidak mungkin meninggalkan tempat di mana aku hidup sekarang.

"Wahai Cermin!" Permaisuri berdiri tegak di hadapanku, masih dengan kedua tangan tertopang di atas permukaan kaca. "Kenapa aku tidak dapat bahagia?"

"Aku ... tidak tahu, Permaisuriku," jawabku jujur. Dan untuk pertama kalinya, aku melihat kekecawaan di wajah permaisuri jahatku. Ia pun berpaling dan pergi meninggalkanku sendirian. Tanpa sadar tangan kananku terjulur ke depan, ingin menggapainya. Namun sia-sia, hanya dinding kaca ini yang bisa kusentuh.

Sisa air mata permaisuri jahat masih mengalir di permukaan kaca, aku pun mengikuti aliran tetesannya sampai jatuh ke atas lantai. Jiwaku serasa diremas kuat-kuat oleh sebuah tangan besar yang bernama takdir.

Padahal aku begitu dekat dengannya tadi, kenapa aku merasa sangat jauh seperti ini? Aku dan dia hanya dibatasi oleh sebuah dinding kaca yang tipis. Bukan samudra atau pun gurun. Hanya selapis kaca! Aku pun berteriak putus asa dalam kebisuan yang menyedihkan.


-MIRROR MIRROR ON THE WALL-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top