V. Little Red Riding Hood

"The wolf unexpectedly fell in love with Red" - Little Red Riding Hood


Suara deburan ombak dan embusan angin kencang terdengar begitu jelas dari atas geladak kapal. Derit kayu juga teriakan orang-orang yang memberi aba-aba agar mereka menurunkan sebuah bendera berukuran besar dari tiang kapal. Hujan badai tidak menghentikan gerakan mereka, semuanya bergerak secara serentak.

Sementara itu di dalam kamar yang ditempati oleh Pangeran Lazarus, suasananya tidak jauh berbeda. Suara kertakan kapal yang terhempas batu karang membuat burung phoenix yang sedari tadi tertidur itu terbangun. Burung itu mengepakkan sayapnya yang besar lalu menatap ke seluruh penjuru ruangan dengan matanya yang berwarna kuning.

"Apa ada hal yang belum kau sampaikan kepadaku, Killian?" Lazarus memutar badannya. Sebuah botol brandy masih berada di tangannya.

Pada saat ini Killian menyadari hal yang membuatnya sangat berhati-hati di hadapan Pangeran Lazarus, penerus takhta Kerajaan Austmarr itu. Killian tidak takut kepada pria itu karena Lazarus pernah menyakitinya atau terkenal kejam, ia segan kepada pria itu karena ia menyadari orang-orang yang berani mati demi mendapatkan apa yang mereka inginkan adalah sosok pantas ia waspadai dan segani.

Orang-orang yang berani mencicipi beribu kematian demi mendapatkan sesuatu yang ia inginkan, sosok seperti Lazarus Austmarr. Berbeda dengan ayahnya, Alastair Austmarr, yang lebih berhati-hati dalam mengambil langkah karena ia adalah seorang raja. Lazarus mempermainkan nyawanya sendiri, mencicipi beribu kematian agar jantungnya bisa berdetak kembali.

"Yang Mulia ... saya tak bisa menjelaskannya kepada Anda. Saya harus memperlihatkannya kepada Anda, Yang Mulia." Killian Herrora membuka pintu kamar Pangeran Lazarus dan mempersilakan pangeran Austmarr itu untuk berjalan terlebih dahulu sementara ia berjalan di belakangnya.

"Apa ini tentang anak manusia itu?" Lazarus bisa menebak arah pembicaraan Killian. Kakinya berjalan melewati koridor-koridor sempit di lambung kapal. Ia mengabaikan air hujan yang turun begitu deras dan membasahi lantai kayu juga pakaiannya.

"Anak perempuan itu dibeli oleh Beta Brogan." Killian menjelaskan kembali ketika ia membuka pintu lain di lambung kapal, pintu yang terhubung dengan tempat penyimpanan amunisi. "Anak lelaki itu ...."

Lazarus melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang penyimpanan amunisi, bagian yang paling rentan di lambung kapal. Bagian yang paling sering dibuang bila kapal mengalami kerusakan dan harus melepaskan sebagian besar muatan mereka. "Dia berada di sini." Mata cokelat Lazarus melihat ke sosok yang bersembunyi di bagian tersudut kerangkeng yang memenjarakannya.

"Siapa kau?" Tommy merangkak mendekati jeruji besi yang memenjarakannya. Ia kedinginan dan kelaparan, ia tidak berani menyentuh apa pun yang diberikan kepadanya. Tubuhnya membeku dan bibirnya membiru, tetapi ia tidak berani mengeluh. Victoria bisa saja mendapatkan perlakuan yang lebih buruk darinya, bagaimanapun di mana pun wanita jauh lebih rentan daripada lelaki apalagi di tempat antah berantah seperti ini.

"Anak manusia." Killian mendekati jeruji besi itu dan melihat anak manusia yang ia beli di pelelangan bersama dengan seekor burung phoenix.

Lazarus menunduk dan melihat bocah manusia itu. Pakaiannya tergolong aneh, ia tidak pernah menemui seseorang yang mengenakan celana dengan bahan seaneh itu atau kaos bergambar seperti yang bocah itu kenakan. "Untuk apa kau membeli bocah manusia ini, Killian?"

Tommy terkesiap kaget ketika melihat di balik sosok elf itu ada seorang manusia. Kali ini ia yakin kalau pria itu benar-benar manusia, bukan halfling atau vampir atau werewolf yang ia lihat di pelelangan. Pria itu memiliki mata cokelat gelap dan rambut yang sama gelapnya. Pakaiannya tergolong sederhana, tetapi mampu membuat siapapun yang mengenal bahan bermutu tahu kalau pria itu bukan pria biasa.

"Kau manusia juga," Tommy terkesiap kaget ketika tangannya menunjuk ke arah Lazarus.

"Kau harus lebih sopan, bocah manusia!" Killian menegurnya. "Dia adalah calon Raja Austmarr."

Lazarus tersenyum simpul ketika melihat tatapan bingung Tommy. "Kita sudah memiliki banyak manusia di Inkarnate, Killian. Kenapa kau membeli bocah manusia ini?"

"Apa kau Pangeran Lazarus?" Tommy bertanya cepat sebelum para pria itu memutuskan untuk menjadikannya santapan hiu. "Tolong aku! Kakakku dibeli oleh para manusia serigala."

"Apa yang membuatmu berpikir kalau aku mau membantumu?" Lazarus menunduk, menyamaratakan matanya dengan mata biru bocah itu. "Dari mana kau berasal? Selencia? Austmarr? ... Dragør?"

"Tidak ... Tidak. Aku berasal dari Inggris. Tidak. Ukraina!" Tommy menjelaskan dengan nada terbata. Apa mereka mengenal Inggris atau Ukraina? Mereka berbicara dengan bahasa yang sama! Tentu saja mereka mengenal salah satu dari dua negara itu.

"Inggris? Ukraina?" Lazarus mengernyitkan dahinya. Ia tahu betul tidak ada bagian mana pun di Esarant dengan nama itu. Lagipula manusia hanya hidup di Inkarnate, satu-satunya kemungkinan yang terjadi adalah warga Dragør yang mungkin saja kabur ke Esarant saat perang pertama pecah dulu.

"Bumi. Aku berasal dari bumi." Tommy menjelaskan lagi. Ia menelan ludahnya susah payah. Apakah Pangeran Lazarus tidak ingin menolongnya karena ia bukan berasal dari Inkarnate? "Aku tahu ini terdengar aneh, tetapi bisakah kau membantuku? Setidaknya bantu kakakku, tolong ...."

Lazarus terdiam, matanya menatap ke arah Killian. "Kau berasal dari mana tadi?"

"Bumi." Tommy menjilat bibirnya yang kering. Tenggorokannya terasa kering dan tangannya mengeriput karena air laut dan hujan yang berhasil masuk ke penjaranya ini.

"Bumi." Lazarus mengulanginya kembali. "Bagaimana caramu ke sini, bocah bumi?"

"Cermin," Tommy menjelaskan. "Sebuah cermin menarikku dan kakakku masuk ke tempat ini."

"Cermin?" Killian menarik kerah kemeja Tommy. "Apa kau berbohong?"

"Tidak. Aku tidak berbohong." Tommy menyentak tangan Killian yang berukuran panjang dan berwarna begitu pucat. Elf yang berada di Esarant tidak seperti elf yang berada di Lord Of The Rings, mereka terlalu ... putih dan pucat.

"Baiklah." Lazarus bangkit berdiri. "Bawa dia keluar dari tempat ini, Killian. Berikan dia makanan dan pakaian."

"Baik, Yang Mulia." Killian mengangguk hormat.

"Apa kau akan membantuku?" Tommy buru-buru berteriak ketika Lazarus berjalan menjauh.

"Bila kau juga bisa membantuku, bocah."

***

Einar menyadari kecanggungan yang tercipta di antara mereka ketika melihat gadis manusia yang mereka beli itu mengabaikan Nolan sepanjang hari. Beberapa kali ia memperhatikan mata Nolan yang berubah gelap, pertanda serigalanya ingin mengambil alih sisi manusianya. Beberapa kali juga kawanan mereka yang lain berkeliling di antara Nolan dan gadis manusia itu, takut bila sisi binatang Nolan tiba-tiba berhasil mengambil alih sisi manusianya dan menyerang gadis manusia itu.

"Einar." Gadis manusia itu mendekat ke arahnya, tudung merah yang ia kenakan menutupi rambut pirangnya.

"Ya, gadis manusia?" Einar berjalan menjauh ketika melihat tangan Nolan yang mulai mengeluarkan cakarnya.

Tuhan atau para Dewa dan Dewi itu memang tidak adil. Mereka makhluk terkutuk. Walaupun tidak seperti minotaur atau centaur yang harus hidup dengan tubuh separuh binatang separuh manusia dengan akal yang seperti manusia. Werewolf harus hidup dengan sisi binatang dan sisi manusia yang saling bertentangan. Setiap bulan purnama mereka dipaksa menjadi sisi binatangnya dan kehilangan kemanusiaan mereka.

Lycan, walaupun lebih kuat, tetapi juga mengalami kutukan yang nyaris sama buruknya. Bila werewolf harus menghadapi sisi binatang mereka setiap bulan purnama, maka para lycan ini harus menghadapi sisi binatang mereka setiap saat.

"Nolan membuatku takut," ucap Victoria dengan nada pelan. Ia berjalan semakin jauh ketika mendengar geraman binatang yang keluar dari bibir Nolan. Pendengaran dan penciuman mereka sangat baik, sejauh apa pun Victoria berjalan menjauh dari kelompok serigala itu, mereka segera mengikutinya dan menariknya kembali mendekat.

"Dia tidak akan menyakitimu, gadis manusia." Einar berusaha meyakinkan walaupun ia tahu berada di sebelah seorang werewolf tidak semudah yang dibayangkan.

"Namaku Victoria." Victoria baru menyadari kalau mereka tidak pernah berkenalan sebelumnya.

"Senang berkenalan denganmu, Victoria." Einar tersenyum ramah.

"Maaf, aku tidak bisa mengatakan hal yang sama kepadamu." Victoria menggelengkan kepalanya. "Tidakkah kau bisa menolongku mencari adikku, Einar? Aku harus menemukan Tommy. Bisa saja ia bersama makhluk-makhluk aneh yang ...."

"Dia akan baik-baik saja." Einar berusaha meyakinkan Victoria.

"Kenapa Nolan berbohong kepadaku?"

"Kurasa karena ... lebih mudah berbohong kalau adikmu baik-baik saja daripada menjelaskan apa yang terjadi kepada Tommy, Victoria." Einar mengucapkannya dengan ragu.

Seringkali mereka berbohong, bukan untuk menipu seseorang, tetapi menipu diri mereka sendiri kalau semuanya baik-baik saja dan mereka memang ditakdirkan untuk hidup dalam kutukan ini selamanya. Kali ini ia bisa sedikit mengerti alasan Nolan berbohong kepada Victoria. Gadis itu akan histeris dan menolak ikut bersama mereka seandainya saja ia tahu kalau adiknya tidak berada di sisinya.

"Apa kau tahu siapa yang membelinya? Atau apakah dia masih bersama minotaur itu?" Victoria memainkan keliman bajunya. Ia berjanji kepada Tommy. Ia berjanji akan terus bersama adiknya itu. Mereka memercayai orang yang salah di tempat terkutuk ini dan inilah yang terjadi.

Einar menggelengkan kepalanya. "Seorang elf membelinya."

"Elf?" Victoria berusaha mengingat-ingat wajah elf yang berada di pelelangan itu, tetapi karena cahaya yang temaram dan berisiknya orang-orang di dalam pelelangan yang ia ingat hanyalah sosok para elf yang berukuran lebih tinggi, berkulit putih pucat, rambut pirang dan telinga yang meruncing di ujungnya.

"Apakah dia akan ...."

"Bila kau khawatir seseorang akan menyantapnya, kau bisa tenang karena para elf itu vegetarian."

Meskipun Einar berkata demikian, Victoria masih tidak bisa mengurangi rasa gelisah yang bercokol di hatinya.

***

Tommy menyantap roti dan susu yang ada di hadapannya dengan lahap sementara Killian memandang bocah itu dengan tatapan meremehkan.

"Berapa usiamu, bocah manusia?" kedua tangan Killian bersedekap di dada. Bocah itu tidak lagi ragu-ragu menyantap buah dan roti yang berada di hadapannya, ia nyaris menghabiskan seluruh makanan yang ada di atas meja.

"Dua belas," ucap Tommy dengan mulut yang penuh makanan. "Omong-omong namaku Tommy."

"Tommy?" Killian mengangkat alisnya. "Dan kakakmu ini?"

"Victoria. Usianya delapan belas tahun." Tommy menelan makanannya, bersendawa lalu mengusap perutnya yang kekenyangan. Killian memandang makanan yang berada di atas meja dan Tommy dengan tatapan jijik. "Beta Brogan yang membelinya."

"Kau beruntung. Kita akan singgah di Alpha Canine terlebih dahulu."

"Apa itu artinya aku bisa bertemu kakakku?" mata biru Tommy menatap Killian penuh harap.

"Tergantung. Semua tergantung kepada Pangeran Lazarus."

***

Entah berapa lama mereka berjalan, kakinya mulai berdenyut kesakitan dan pakaian yang ia kenakan mulai terasa tak nyaman. Victoria membuka tudung merah yang ia kenakan. Matanya memperhatikan hutan dan salju yang mengelilinginya, ia merasa seperti berjalan berputar-putar sedari tadi.

"Kapan kita tiba di pack-mu?" Victoria bertanya kepada Einar. "Aku merasa seperti berjalan berputar-putar sedari tadi."

"Kau menyadarinya?" Einar membulatkan matanya. "Beta Brogan!" Einar memanggil Nolan. "Kurasa sudah saatnya, Nol."

Nolan Brogan menatap Victoria sekilas, sangat menyadari tatapan marah dan benci yang diberikan gadis itu kepadanya. Nolan mengangguk ke arah Einar sementara Einar menarik gadis itu menjauh.

"Ada apa?" Victoria berbisik lirih ketika Einar menariknya menjauh.

"Kita akan masuk."

Victoria tersentak kaget saat melihat kepala Nolan perlahan-lahan berubah menjadi separuh kepala serigala. Mulut pria itu berubah menjadi moncong serigala, begitu juga matanya yang membesar dan tidak lagi terlihat manusiawi.

Victoria terkesiap kaget, ia nyaris jatuh tersandung ranting saat Nolan yang telah berubah menjadi separuh serigala menatapnya dengan mata kuningnya yang besar dan mengerikan.

"Dia ... dia ...." Tangan Victoria gemetaran, ia hendak berlari menjauh ketika menyadari tangan Einar yang menahan bahunya.

"Tenanglah, Victoria." Einar berbisik di telinganya. "Ini akan selesai dengan cepat."

Nolan yang berubah menjadi separuh serigala melolong. Sekali ... dua kali ... bulu kuduk Victoria merinding, ia benar-benar ketakutan sekarang. Pada lolongan yang ketiga, Victoria menyadari keadaan di sekelilingnya berubah. Ada serigala-serigala lain yang berukuran lebih kecil membalas lolongan Nolan, mereka datang dari segala penjuru arah.

"Nolan!" Seorang pria datang menghampiri mereka dan segera memeluk Nolan yang masih dalam wujud separuh serigala, separuh manusianya. "Kau datang!"

"Alpha." Einar mengangguk hormat, tangannya masih memegang bahu Victoria yang terlihat terlalu terpukul dengan pemandangan yang baru saja ia lihat. "Kami membawa hadiah untuk Pangeran Lazarus."

Victoria menggelengkan kepalanya, ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan hak-hak manusia dan menegur mereka karena telah membicarakannya seolah-olah ia adalah benda tak bernyawa.

Victoria menatap pria besar itu. Alpha Canine adalah pria terbesar yang pernah ia lihat, ia lebih tinggi daripada Nolan, badannya berotot, dan tiga buah luka panjang menghiasi wajahnya. Pria itu terlihat sangat kebapakan di hadapan Nolan.

"Alpha," Nolan mengangguk hormat ketika akhirnya ia kembali ke wujud manusianya. Victoria tidak bisa lagi melihat pria itu seperti pria biasa, Nolan dan semua pria yang berada di tempat ini tidak ada bedanya dengan monster yang menjualnya dan Tommy di pelelangan. "Ada yang harus kubicarakan denganmu."

"Apa itu, Nak?" Alpha Canine berjalan melewati pepohonan sementara para serigala kecil yang mengelilingi Nolan tadi berjalan mengikutinya.

"Ini tentang Victoria. Kita bisa memilih hadiah yang lain untuk Pangeran Lazarus." Mereka berhenti di depan sebuah tenda besar yang terletak di tengah-tengah lapangan luas.

Victoria menyadari rumah-rumah di tempat ini tidak ubahnya sebuah pondok yang tersebar di lapangan ini. Einar benar tentang jumlah perempuan yang langka, ia melihat beberapa di antara mereka mengintip dari pondok yang mereka tempati. Tidak hanya perempuan, jumlah anak-anaknya juga langka.

"Apa yang kau bicarakan?" Alpha Canine bertanya dengan nada lirih, hingga hanya keduanya yang mampu mendengarnya. "Jangan katakan kalau kau menyukainya. Berapa lama kau mengenalnya? Bila kita berhasil membuat kesepakatan dengan Pangeran Lazarus, kita bisa mendapatkan wanita manusia dari Inkarnate juga, Nak. Ini tidak hanya penting untukmu, tetapi juga kawananmu yang lain."

"Kita masih bisa mencari hadiah lain, Alpha." Nolan berusaha menjelaskan.

Alpha Canine menarik napas panjang lalu membuka pintu tenda itu. "Terlambat, Nak."

Victoria yang mengikuti Alpha Canine dan Nolan ikut masuk ke dalam tenda itu. Tenda itu luas dan sangat hangat, berbanding terbalik dengan cuaca dingin dan salju yang berada di luar sana.

"Vicky!" Victoria membelalakkan matanya ketika sosok Tommy tiba-tiba menerjangnya dan memeluknya. "Oh, Tuhan! Kukira mereka sudah menyantapmu."

"Tommy!" Victoria memeriksa setiap sudut wajah Tommy dan menyadari adiknya itu baik-baik saja. Pipinya memerah karena cuaca dingin, tetapi selain itu Tommy terlihat sangat sehat. "Bagaimana bisa kau berada di sini?"

"Pangeran Lazarus membawaku ke sini." Tommy menunjuk ke arah Pangeran Lazarus yang duduk di bagian paling ujung tenda, Killian yang berada di sebelah Pangeran Lazarus terlihat tidak senang dengan sikap tidak sopan Tommy.

Pangeran Lazarus mengembuskan napas panjang dan bosan ketika melihat sosok Tommy yang akhirnya bertemu dengan saudarinya, seorang gadis yang mengenakan tudung merah. Kedua saudara itu saling berpelukan sementara gadis itu memeriksa adiknya dengan teliti.

"Apa Anda baik-baik saja, Yang Mulia?" Killian bertanya kepada Pangeran Lazarus sementara Lazarus belum menyadari ada sesuatu yang salah pada dirinya.

"Yang Mulia," Victoria melepaskan tudung merahnya dan menunduk hormat kepada Pangeran Lazarus. "Terima kasih karena telah mempertemukan saya kembali dengan adik saya."

Pangeran Lazarus diam terpaku saat melihat sosok Victoria. "Tidak mungkin." Tangannya mencengkeram dadanya, merasakan degup jantungnya yang perlahan hidup dan kembali berdetak. "Tidak mungkin." Pangeran Lazarus menahan dadanya dan jantungnya yang kini berdetak menyakitkan. Rasa sakit yang telah lama ia kubur dan berusaha ia lupakan perlahan kembali. "Tidak mungkin." Lazarus bergumam ketika melihat raut wajah khawatir Victoria.

"Yang Mulia, apa Anda baik-baik saja?" Victoria menatap sosok Pangeran Lazarus dengan raut bingung dan tak mengerti. Beberapa saat yang lalu pangeran itu masih baik-baik saja.

"Tidak mungkin." Tidak hanya jantungnya, napasnya pun ikut berpacu cepat seolah-olah ia baru saja berlari ribuan kilometer.

Killian berdiri sebelahnya sementara Victoria berjalan menghampirinya. Tangannya gemetaran ketika merasakan rasa sakit itu kembali bersamaan dengan degup jantungnya yang menggila.

"Victoria!" Victoria mendengar peringatan yang keluar dari mulut Einar juga geraman seseorang, ia kemudian mendapati Nolan yang lagi-lagi berubah menjadi separuh binatang dan separuh manusia. Pria itu benar-benar telah lepas kontrol.

"Menjauh darinya, Nak." Alpha Canine menghalangi Nolan, tetapi dengan mudah pria lycan itu menyingkirkan Alphanya dan mendorong Alpha Canine hingga terlempar beberapa meter dari hadapan Nolan.

Sisi binatangnya berhasil mengambil alih sisi manusianya, dan Victoria berdiri ketakutan di antara Pangeran Lazarus yang kesakitan juga Nolan yang kehilangan kontrol. "Menjauh dariku Nolan." Victoria tahu berbicara dengan Nolan pada saat ini adalah percuma, pria itu menggeram marah dan malah berjalan semakin mendekat ke arahnya.

"Menjauh darinya, lycan." Tepat sebelum cakar Nolan berhasil menyentuh Victoria, Lazarus mengeluarkan pedangnya dan mengarahkannya ke dada Nolan. "Aku tidak akan segan-segan menebas kepalamu bila kau menyentuhnya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top