IV. Heartless
"You don't really need someone to complete you... You only need someone to accept you completely" – Tangled
Seseorang berjalan melewati koridor panjang nan gelap menuju ke kamar yang terletak di bagian paling ujung kabin kapal, sesekali kepalanya mengangguk kepada para penjaga yang bersembunyi di balik kegelapan malam. Tangannya yang kurus dan putih panjang membawa sebuah sangkar burung yang ditutupi oleh kain berwarna emas, ia membawa sangkar itu dengan hati-hati lalu meletakkannya di atas lantai ketika ia telah tiba di ujung ruangan.
"Yang Mulia ...." Tangan kanannya mengetuk pintu kamar itu dengan hati-hati. Tanpa ia sadari tangannya menunggu di depan pintu dan tubuhnya mematung ketika mendengar suara samar yang memanggilnya masuk. "Yang Mulia." Killian Herrora, elf itu memberikan sebuah penghormatan kepada sosok yang berbaring di atas kasur.
Killian membawa sangkar burung itu masuk lalu meletakkannya di atas meja yang ada di dalam ruangan itu.
"Kau mendapatkan sesuatu?" Lazarus membuka matanya, melirik sekilas ke arah sangkar burung yang dibawa oleh Killian. "Apa itu?"
"Phoenix." Killian membuka tudung emas yang menutupi sangkar itu, memperlihatkan seekor burung berukuran besar dengan bulu berwarna merah terang dan ekor yang serupa api. "Mereka bisa hidup kembali setelah mati dan air matanya bisa menyembuhkan luka yang berada di permukaan."
Lazarus mendengkus lalu menutup kembali matanya. "Aku tidak membutuhkan sesuatu yang mengingatkanku dengan kutukanku, Killian." Lazarus mengibaskan tangannya, mengusir elf itu untuk segera pergi.
Elf itu tidak segera pergi, ia menunggu sejenak sebelum melanjutkan. "Saya mendapatkannya di pelelangan ilegal yang berada di Graventown, Yang Mulia."
"Kau bahkan pergi ke pelelangan ilegal sekarang? Apa kau tidak bisa mendapatkan sesuatu yang lebih menarik daripada seekor burung?" Lazarus bangkit dari atas kasur lalu berjalan mendekati burung phoenix yang tengah tertidur itu. "Berapa usia burung ini? Kudengar setiap lima ratus tahun, burung phoenix akan terlahir kembali."
"Empat ratus tiga puluh tahun, Yang Mulia. Yang Mulia ... apakah mungkin seorang manusia berada di Shadebay?" Killian bertanya ragu, ia masih ingat jelas raut bingung dan panik gadis kecil itu ketika seorang halfling dan incubus melelangnya.
"Apa yang kau bicarakan?" Lazarus mengelus puncak kepala phoenix itu. Sesekali kapal yang mereka naiki terayun karena terhempas ombak, membuat sangkar burung itu sedikit bergeser. "Panggil seseorang ke kamarku nanti untuk memasang pengait untuk sangkar burung ini."
"Ada seorang ... tidak, dua orang manusia yang diperjual belikan di pelelangan itu, Yang Mulia." Elusan tangan Lazarus terhenti, kepalanya menoleh ke arah Killian, matanya menuntut penjelasan kepada elf itu. "Seorang halfling menjual seorang anak perempuan dan anak laki-laki, Yang Mulia. Sepasang. Anak perempuan itu terjual dengan harga lima ratus ribu keping emas."
"Siapa yang membelinya?" penjualan gelap seperti ini mungkin sering sekali terjadi, tetapi penjualan manusia di salah satu bagian dari tiga Bay di bagian lain Esarant ... sangatlah tidak mungkin. Sudah ribuan tahun semenjak manusia melakukan perjalanan resmi ke salah satu sisi Darkbay ataupun Shadebay. Thaurin memang beberapa kali melakukan transaksi jual beli dengan Silverhooks, salah satu desa elf di Lightbay, untuk memenuhi beberapa kepentingan mereka seperti mendapatkan tanaman langka yang hanya tumbuh di Lightbay. Namun, sejauh ini belum ada laporan mengenai kehilangan anak atau barang aneh mencurigakan yang diselundupkan ke Graventown.
"Seorang werewolf. Beta Brogan yang membelinya."
Lazarus mendengkus lalu kembali mengelus puncak kepala burung phoenix itu. "Ah, kau tahu para manusia serigala. Mereka hanya tahu tiga hal, makan, berburu, dan bereproduksi. Jumlah wanita mereka semakin menipis dan berhubungan dengan halfling lain adalah hal tabu."
"Bercampur dengan ras lain adalah hal tabu, Yang Mulia." Killian mengangguk. "Sejauh ini hanya manusia yang mampu bercampur dengan ras lain dan tidak mendapatkan efek samping."
"Manusia dengan seluruh keunikan juga keanehan yang mereka miliki." Lazarus terkekeh, ia mengambil sebuah botol brandy dari dalam lemari kaca lalu menuangkannya ke atas gelas. "Kau mau?" Killian menggelengkan kepalanya. "Sayang sekali." Pria itu menggoyangkan gelasnya lalu menghabiskan isinya.
"Seperti apa obat untuk kutukan Anda, Yang Mulia?" Killian bertanya lagi. Semenjak mengikuti Pangeran Lazarus Austmarr, ia hanya tahu satu hal penting, tuannya itu tengah mencari sebuah obat untuk kutukannya. Kutukan yang kabarnya membuat penerus takhta kerajaan Austmarr itu tak bisa mati.
"Sesuatu ... yang bisa membuat jantungku berdetak kembali." Lazarus menatap keluar jendela melihat ombak kencang yang menghempas kapalnya serta kabut dan badai yang berada di luar sana.
***
"Pakai ini." Nolan melemparkan sebuah tudung berwarna merah juga gaun dengan korset ke arah Victoria yang masih bergelung di atas kasur.
Victoria mengerjapkan mata birunya beberapa saat ketika melihat pakaian itu lalu menatap Nolan lagi, tidak percaya kalau pria itu masih berada di dalam kamar yang sama dengannya walaupun ia telah mengusir pria itu dan membuatnya tertidur di atas lantai yang keras. "Apa ini?"
"Pakaian wanita." Nolan mengalihkan pandangan matanya dari Victoria. "Cahaya di pelelangan kemarin terlalu temaram dan aku baru benar-benar melihat pakaianmu pagi ini. Wanita mana yang berani keluar tanpa menggunakan korset dan pakaian dalam?!"
Victoria mengernyitkan dahinya dalam-dalam. Ada di abad berapa mereka sekarang? Di dunianya saat ini wanita tengah memperjuangkan hak-hak mereka dan di tempat antah berantah ini, para wanitanya masih dengan suka hati terbelenggu di dalam korset yang menyesakkan. "Aku menggunakan bra!" wajah Victoria memerah ketika menyadari ia baru saja mengucapkan kalimat terkutuk itu dengan nada tinggi.
Nolan kembali menatap Victoria dengan mata berkilat marah. "Kau sebenarnya berasal dari mana? Seorang wanita berjalan-jalan dengan pakaian aneh ...," ucapan Nolan terhenti sesaat ketika memperhatikan Victoria lalu kemudian melanjutkan, "sudahlah, cepat mandi sana. Aku akan menunggu di luar, jangan coba-coba kabur!"
Victoria tidak bisa menerima perubahan mood serigala itu, tetapi ia hanya mendengkus lalu meraup seluruh pakaian yang dilemparkan Nolan kepadanya sembari mencari-cari kamar mandi yang dimaksud Nolan.
Victoria terhenyak mendapati kamar mandi yang dimaksud hanya berupa sebuah bak mandi berukuran sedang dengan air hangat yang masih mengepul di dalamnya. Sebuah rak baju di ujungnya, cermin dan bak cuci muka di ujung yang lainnya. Victoria melepas pakaiannya satu per satu dan baru menyadari betapa tidak nyamannya ia. Kulitnya terasa lengket dan ada beberapa ranting juga jerami yang tersangkut di rambutnya.
Victoria lalu merendam dirinya di dalam bak mandi dan mengambil sebuah botol berisi minyak aneh lalu mengendusnya. Aroma lavender. Victoria menuang sebagian besar isi botol itu dan merendam dirinya di dalam air hingga air itu berubah menjadi dingin.
***
Nolan Brogan berjalan mengitari meja makan dengan langkah cepat dan gusar. Gadis itu terlalu lama ... sangat lama. Dia ingin sekali masuk dan mendobrak pintu kamar gadis itu bila ia tidak segera keluar.
"Tenanglah, Nol." Salah satu serigala yang menemaninya dalam perjalanan ini terkekeh melihat wajah tidak sabaran Nolan. "Apa yang terjadi malam kemarin? Kau menikmatinya? Aku mendengar teriakan kalian berdua."
"Diamlah." Nolan menggeram marah, matanya yang berwarna kuning keemasan menggelap ketika ia memperlihatkan taringnya. "Alpha Canine akan sangat marah bila kita tidak segera tiba."
"Alpha Canine tidak akan terlalu peduli." Anggotanya yang lain, Flint, menambahkan. "Terkadang kau lebih kaku daripada Alpha."
"Oh, diamlah. Aku tidak ingin mendengar kalian berdebat sepagi ini." Einar mendecakkan lidahnya. "Apa kalian tidak melihat tatapan para tamu lain? Mereka berharap kita segera pergi."
"Bulan purnama masih lama!" Flint mengerang kesal. "Kedatangan para makhluk Darkbay di Shadebay selalu membuat mereka gelisah!"
Nolan mengabaikan anggotanya. Einar benar, keberadaan mereka di Shadebay tidak boleh lebih lama daripada ini, selain untuk menghindari bulan purnama, mereka juga harus menjauh dari Shadebay karena petisi yang dibuat oleh para halfling. Penghuni Darkbay harus menetap di Darkbay karena mereka terlalu berbahaya. Para makhluk pengisap darah mungkin tidak akan terlalu peduli karena mereka juga tidak bisa keluar di siang hari, tetapi para serigala sepertinya lebih sulit ditahan karena mereka suka berpindah.
"Gadis itu lama sekali!" Nolan mengerang kesal lalu segera beranjak menuju kamar yang ditempati gadis itu dan mendobrak pintunya.
"APA YANG KAU LAKUKAN?!" Victoria menutupi bagian atas badannya dengan selimut. Wajahnya memerah karena marah, tangannya masih menahan korset yang berada di dadanya. Ia tengah berusaha mengenakan pakaian aneh yang pria itu berikan ketika Nolan mendobrak pintunya dan masuk.
"KELUAR!" Victoria mengusir pria itu keluar, tetapi alih-alih beranjak pergi mata kuning Nolan Brogan menggelap hingga nyaris berwarna hitam. Tangan manusianya perlahan berubah menjadi seperti cakar serigala. "Oh, Tuhan." Victoria terbelalak kaget, ia berjalan mundur hingga terantuk tepi kasur dan jatuh di atasnya.
"Tuhan!" Victoria menutup matanya erat-erat ketika Nolan melesat dari ujung ruangan hingga berada di hadapannya dengan cakar yang begitu dekat dengan wajahnya.
Pintu lagi-lagi didobrak hingga terbuka dan seorang pria lain menarik Nolan menjauh dari atas Victoria. "Kendalikan dirimu, Nol." Pria itu melempar Nolan ke pria-pria yang lain yang segera menarik Nolan menjauh dari kamar juga Victoria. "Apa kau baik-baik saja?" Pria itu mengulurkan tangannya yang disambut Victoria dengan ragu-ragu. "Namaku Einar."
"Aku tidak baik-baik saja." Victoria bergumam.
"Aku bisa mendengarnya." Einar menunjuk ke arah telinganya lalu tersenyum. "Maafkan Nolan, biasanya ia lebih bisa mengendalikan dirinya."
Victoria mengangguk, tangannya masih menggenggam erat korset yang harus ia kenakan. Wajahnya putih pucat karena kaget, tangannya gemetaran, dan matanya berkaca-kaca karena ketakutan. "Dia nyaris berubah menjadi serigala."
"Lycan." Einar berusaha membenarkan. "Dia salah satu yang langka di kaum kami. Kau membutuhkan bantuan?"
Victoria awalnya menggelengkan kepalanya lalu kemudian matanya menunduk ketika melihat ke arah korset sialan itu. "Aku membutuhkan waktu cukup lama untuk memasang ini."
"Oh." Einar melihat ke arah korset itu juga lalu berdecak. "Bersyukurlah. Pasanganku juga membutuhkan waktu lama untuk mengenakan ini."
Einar menyuruh Victoria memutar badannya lalu membantu gadis itu mengenakan korset di atas pakaian dalam yang sudah ia kenakan sebelumnya. "Kau punya pasangan?"
"Salah satu di antara yang langka juga." Einar tertawa kecil ketika ia membantu Victoria menjalin tali korset itu satu per satu hingga cukup ketat.
"Langka?" Victoria mengangkat alisnya. Ia mengangguk berterima kasih ketika Einar selesai membantunya dan menutupi badannya dengan jubah juga tudung berwarna merah yang tadi diberikan oleh Nolan.
"Jumlah wanita kami semakin menipis dan para serigala ini semakin sulit mencari pasangan." Einar menunggu sesaat sebelum melanjutkan. "Kurasa karena itulah Nolan nyaris menyerangmu. Serigalanya mengira kau adalah pasangannya ...."
"Serigalanya?" Victoria menatap Einar tidak mengerti.
"Sisi binatang dalam dirinya." Einar menjelaskan setelah jeda yang cukup lama. "Werewolf atau lycan tidak memiliki kontrol terhadap serigala mereka. Bayangkan setiap malam bulan purnama kau berubah menjadi seekor serigala dan tiba-tiba bangun keesokan harinya tanpa memori apa pun tentang malam sebelumnya."
"Seperti bila kau mabuk," Victoria bergumam kembali.
"Benar," Einar terkekeh. Pendengarannya yang tajam mampu membuatnya dapat mendengar apa pun yang Victoria ucapkan. "Begitu juga yang terjadi kepada Nolan. Saat ia kembali ke sisi manusianya, ia akan merasa sangat bersalah karena nyaris menyerangmu."
"Oh." Bibir Victoria mencebik kesal. Nyaris berubah menjadi serigala bukanlah alasan bagi Nolan untuk menyerangnya, harusnya pria itu bisa mengontrol dirinya sendiri.
"Apa kau sudah siap? Kita harus segera berangkat ke Darkbay." Einar memutar badannya lalu membuka pintu kamar yang salah satu engselnya sudah lepas akibat dari dobrakan para serigala itu. Einar mengembuskan napas panjang saat melihat pintu itu. "Kita harus membayar cukup mahal untuk ini."
"Einar," Victoria memainkan keliman gaunnya ketika ia bertanya kepada Einar. "Apa kau melihat adikku?"
"Adikmu?" Einar mengernyitkan keningnya.
"Tommy. Anak laki-laki yang dijual bersamaku di pelelangan." Victoria menggigit bibirnya gelisah, tangannya meremas keliman gaunnya semakin erat. "Nolan berkata kalau kalian juga membeli adikku," ucap Victoria lagi ketika melihat wajah Einar yang terlihat semakin bingung.
"Kami hanya membelimu, gadis kecil."
Wajah Victoria berubah semakin pucat, ia berjalan cepat melewati pintu dan mendapati Nolan yang duduk di depan meja dengan wajah yang terlihat merasa bersalah ketika melihatnya.
"Maafkan aku ...." Kata-kata Nolan terputus ketika Victoria tiba-tiba menampar wajahnya. Suara tamparan itu terdengar memekakkan telinga dan mata Nolan lagi-lagi menggelap, tetapi pria itu berusaha menenangkan dirinya lalu tersenyum tipis. "Kurasa aku pantas mendapatkan itu."
"Di mana adikku, brengsek?!" Victoria berusaha menampar pipi Nolan lagi, tetapi pria itu menahan tangannya.
"Apa yang kau bicarakan?" mata Nolan melihat ke arah Einar.
"Kau berbohong kepadaku!" Victoria berusaha menahan air mata yang hendak melesak turun membasahi pipinya. "Kenapa kau berbohong kepadaku?!"
"Einar?" Nolan bertanya ke arah Einar yang terlihat merasa bersalah.
"Di mana adikku, bajingan?!" Victoria menggeram marah sementara Nolan memegang tangannya semakin kuat.
"Maafkan saya, Beta." Einar menunduk ketika tatapan Nolan semakin menajam. "Saya tidak tahu kalau Anda mengatakan adiknya juga berada di sini."
"Kenapa kau berbohong kepadaku?!" Victoria terisak semakin kencang sekarang, tidak lagi peduli dengan tatapan penasaran para tamu penginapan. "Di mana Tommy?!"
"Aku tidak tahu di mana adikmu berada, gadis manusia. Kenapa aku berbohong kepadamu? Bersyukurlah karena aku masih bersikap sangat baik kepadamu. Dari awal kau tidak berhak tahu apa-apa." Nolan menyentak tangannya tiba-tiba, membuat Victoria mendesis karena kesakitan dan nyeri. Ada sebuah lingkar membiru di pergelangan tangannya akibat genggaman erat Nolan.
"Aku membencimu." Victoria nyaris mengira dirinya melihat sekelibat rasa bersalah di mata Nolan yang ditutupi oleh tatapan tak acuh pria itu. "Aku membencimu," ucap Victoria lagi dengan nada sinis yang kental.
Victoria menarik napas dalam-dalam, tangannya menghapus air matanya yang turun, dia harus segera menemukan Thomas. Dia harus segera menemukan adiknya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top