III. Little Human

  "Another werewolf thing. Like most animals, we spent a large part of our lives engaged in the three Fs of basic survival. Feeding, fighting and... reproduction." - Kelley Amstrong, Stolen   


Perut Victoria bergemuruh nyeri, ia melirik Tommy yang menundukkan wajahnya menatap lantai, terlihat sama lemas dan laparnya seperti dirinya. Beberapa saat yang lalu kerbau itu kembali lagi membawa sekerat roti bersama dengan sebuah gelas berisi air. Meskipun lapar dan haus, Victoria berusaha mengabaikannya. Sikap terlalu percayanyalah yang membawa keduanya ke tempat ini.

"Hey," Victoria menggoyangkan tangannya, berusaha memanggil Tommy yang menunduk. "Apa kau lapar?"

Tommy menggelengkan kepalanya. "Aku ingin pulang."

"Kita akan pulang, Tommy. Percayalah." Victoria ingin memercayai ucapannya sendiri, tetapi seiring berjalannya waktu ia semakin menyadari kalau yang mereka hadapi bukanlah sekedar lelucon belaka. Centaur itu ... kerbau itu ... juga orang-orang yang berada di jalanan, mereka terlihat terlalu nyata.

"Aku merindukan Mum, Dima, dan bahkan cermin aneh itu sekarang." Tommy menggosok matanya.

"Apa kau menangis?" Victoria mengayunkan tangannya lagi.

"Tentu saja tidak, bodoh. Ruangan ini sangat berdebu." Tommy melepaskan genggaman tangannya karena kesal Victoria telah menggodanya.

Tiba-tiba ruang gudang penyimpanan itu terbuka, memberikan sedikit cahaya dari pintunya, memperlihatkan sosok kerbau itu dan seorang lagi, sosok yang begitu mirip manusia biasa bila saja kulitnya tidak terlihat bersisik atau matanya tidak berwarna kuning menyala seperti ular.

"Vixon membawa dua manusia ini tadi pagi." Kerbau itu memperlihatkan keduanya dengan sebuah seringai lebar di bibirnya. "Aku menyimpannya di sini, para pengunjung pasti akan sangat kaget dan langsung berebut untuk membeli mereka."

"Apa ini dijual terpisah atau ...." Pria ular itu menghentikan ucapannya ketika mendengar suara kelontang besi yang berasal dari gelas yang Victoria benturkan ke dinding selnya.

"Aku ingin bersama adikku! Jangan pisahkan aku, kalian para binatang sialan!" Victoria mendesis marah.

Pria ular itu mendekat ke sel Victoria dan kali ini benar-benar memperhatikan wajah gadis itu. "Cantik," komentar pria ular itu pelan. Victoria membelalakkan matanya kaget dan terpekik kencang ketika melihat pria ular itu menjulurkan lidah ularnya yang panjang. Victoria mendorong badannya menjauh dari sel sementara pria itu tertawa kecil.

"Mereka dijual terpisah." Kerbau itu menggerutu pelan. "Aku tidak yakin ada yang ingin membeli sepasang manusia. Harga yang dipasang akan sangat mahal dan bila kedua makhluk ini disatukan, mereka dapat membuatmu sakit kepala."

"Aku tertarik membeli satu." Pria ular itu mengangguk.

"Siapkan saja keping emasmu, Coatl." Kerbau itu keluar dari ruang gudang bersama Coatl meninggalkan keduanya.

"Oh, Tuhan." Victoria mengusap wajahnya, apa yang baru saja ia lihat tadi? Seorang pria ular yang kali ini bukan hanya secara kiasan, tetapi benar-benar kenyataan.

***

"Tommy," Victoria memanggil adiknya lagi, entah yang keberapa kalinya.

"Vicky." Tommy menggenggam erat tangan Victoria. "Aku tidak akan membiarkanmu dibawa pria ular itu, Vicky."

Kerbau itu merantai kedua tangan dan kakinya hingga cukup untuk berjalan, tetapi tidak cukup untuk berlari atau menyerang monster itu. Victoria dan Tommy berjalan berdampingan sementara kerbau itu berada di belakang mereka.

Wajahnya jengkel melihat dua anak manusia itu karena keduanya nyaris saja memperdaya dirinya dan kabur dari dalam sel. Untung saja ia terbiasa menghadapi makhluk-makhluk lain yang juga sama cerdiknya hingga ia bisa menangkap dua anak manusia itu dengan mudah.

Sorak sorai juga teriakan para penonton terdengar semakin ramai, tawa membahana juga suara siulan membuat langkah kaki Victoria dan Tommy semakin melambat.

"Tunggu dulu! Tunggu dulu! Bisa saja kalian mendapatkan apa yang kalian inginkan malam ini." Kata-kata pembawa acara itu membuat orang-orang tertawa lagi. "Hari ini kita akan memberikan satu benda yang bisa membuat awet muda!"

Tepuk tangan para penonton semakin meriah, Victoria dan Tommy hanya bisa merasakannya dari balik panggung di mana kerbau itu masih menjaga mereka dengan napas yang begitu dekat dengan tengkuk mereka, bersiap mengejar keduanya bila coba-coba kabur lagi.

"Darah Unicorn!" Pembawa acara itu membuka tudung saji dan memperlihatkan ampul yang berjumlah tidak lebih dari tiga biji berisi cairan keperakan. "Awet muda! Kalian para makhluk fana membutuhkannya!"

Pelelangan itu berlangsung seru, sahut menyahut orang-orang menawarkan harga yang lebih tinggi. "Hey, kau pria tampan di ujung sana, apa kau fana atau abadi? Darah Unicorn juga terkenal dapat menyembuhkan penyakit apa saja!" Pembawa acara itu berseru kembali.

"Apa itu bisa menyembuhkan kutukan?" suara dingin pria itu membuat suasana lelang tiba-tiba sunyi senyap.

"Oh, jangan bercanda makhluk tampan." Pembawa acara itu tertawa dan ruang lelang yang tadinya sepi kembali ramai dipenuhi teriakan orang-orang. "Baiklah! Laku ke sosok di ujung sana, aku tidak tahu kau perubah wujud dalam bentuk apa, tetapi kau memenangkannya! Satu! Dua! Tiga!" tiga ketukan palu dan orang-orang kembali tertawa seolah-olah mereka dalam sihir magis yang menyenangkan.

"Berikutnya! Berikutnya! Inilah dia yang paling kita nanti nanti!" Kerbau itu mendorong keduanya melewati tirai velvet berwarna merah yang berbau apek penuh debu. Victoria nyaris jatuh bila bukan karena Tommy yang memegang lengannya.

Mata birunya mengerjap ke segala arah, ke beberapa sosok yang begitu mirip manusia, tetapi ia yakin bukan manusia hingga sosok pembawa acara yang menatapnya ramah dengan gigi cemerlang dan kulit yang berkilauan. Victoria tanpa sadar tersenyum ke sosok pembawa acara itu, sosoknya yang tampan mengingatkannya dengan sosok selebriti di dunia. "Dua anak manusia! Satu lelaki dan satu perempuan! Mereka dijual terpisah!

Kilauan sihir yang pria itu berikan kepadanya menghilang seketika. Incubus. Victoria tersentak kaget lalu menjauh dari pembawa acara itu, lagi-lagi nyaris jatuh terjungkal bila Tommy tidak segera menariknya. "Apa kau bisa berbicara, Sayang? Siapa namamu?" sihir yang tadinya membuat Victoria terpukau kini sirna, membuat gadis itu menatap incubus itu dengan mata memicing curiga. "Oh, ayolah. Aku tidak akan menggigitmu ... siapa namamu?"

Incubus itu kembali memaksakan sihirnya ke kepala Victoria membuat gadis itu mengernyitkan kepalanya tak nyaman. "Ayolah, incubus! Mulai pelelangannya!" Seseorang berteriak dari ujung ruangan, membuat incubus itu kembali memperhatikan seluruh penontonnya dan tersenyum lebar kembali.

"Baiklah, baiklah. Dua anak manusia! Aku akan menjual gadis kecil ini terlebih dahulu! Harganya dimulai dari dua ratus lima puluh ribu keping emas!" Victoria bisa mendengar erangan yang keluar dari bibir orang-orang itu. Rupanya harga dua ratus lima puluh ribu keping emas terlalu mahal untuk mereka.

"Tiga ratus ribu!" Victoria membelalakkan matanya melihat pria ular itu, Coatl, mengangkat papan kayunya dan menawar harganya. Pria itu menjilat bibirnya dengan lidah ularnya, membuat Victoria merinding ketakutan.

"Tiga ratus ribu untuk pria di ujung sana!" Incubus itu mulai bersemangat. "Ada yang ingin menawar tiga ratus sepuluh ribu keping emas untuk nona manis ini? Mereka hanya ditemukan di Inkarnate! Kerajaan manusia yang berada di ujung sana! Ini pertama kalinya manusia menginjakkan kaki mereka di Graventown setelah ribuan tahun!"

"Tiga ratus sepuluh ribu." Victoria melihat sosok pria lain yang bersembunyi di balik bayangan yang mengangkat papan kayunya. Dia pria yang sama dengan pria yang mempertanyakan kutukan tadi, sepertinya dia juga tidak terpengaruh oleh sihir incubus itu.

"Tiga ratus sepuluh ribu untuk pria tampan di sana!" Victoria mengernyitkan keningnya, bagaimana bisa incubus melihat sosok tampan pria itu bila ia sendiri tidak bisa menangkap seperti apa rupanya? Satu-satunya hal yang membuat Victoria berhenti meremas tangannya adalah karena pria itu bukan Coatl dan setidaknya ia terlihat lebih 'manusia' dibandingkan pria ular itu.

"Tiga ratus lima puluh ribu." Coatl menawar kembali.

"Lima ratus ribu." Sosok pria bayangan itu menawar kembali, kali ini membuat seluruh penghuni ruang lelang terdiam lagi. Lima ratus ribu ... Victoria membuka mulutnya cukup lebar.

"Lima ratus ribu ...." Bahkan incubus itu pun cukup terpana dengan penawaran pria itu. "Satu! Dua! Tiga! Berikan tepukan yang meriah untuk Beta Brogan! Gadis kecil ini terjual dengan harga lima ratus ribu! Harga tertinggi sepanjang penawaran lelang di Graventown, tidak hanya untuk malam ini, tetapi juga malam-malam sebelumnya!"

Seseorang menariknya turun dari atas panggung, sementara mata Victoria mencari-cari Tommy. "Tommy! Tommy!"

"Vicky! Jangan tinggalkan aku!" Seseorang terus menariknya menjauh, sebuah sengatan panas terasa dari ikatan di tangan dan kakinya. "Vicky!"

"Bocah lelaki ini dijual dengan harga yang sama! Dua ratus lima puluh ribu! Mari-mari! Kalian para elf yang duduk di barisan paling depan ...."

Victoria berusaha melepaskan ikatan panas yang membelenggu tangan dan kakinya, suara incubus itu terdengar semakin menjauh."Tommy!" Victoria memberontak dari orang yang terus menyeret ikatannya. "Tommy! Thomas!" Victoria berteriak, tetapi tidak ada seorang pun yang mengacuhkannya.

"Apa dia yang baru saja dibeli Beta Brogan?" Orang yang menyeret ikatannya mengangguk ketika menyerahkan rantai yang mengikat Victoria ke tangan pria itu. "Ini." Pria itu menyerahkan sekeping koin emas kepada orang itu.

"Thomas!" Victoria tidak pernah sepanik ini sebelumnya, napasnya tidak beraturan, matanya berkaca-kaca, air mata membasahi pipinya, dan ikatan di tangan juga kakinya terasa semakin panas. "Aku tidak akan memaafkan kalian bila ...."

"Oh, diamlah." Pria itu menyentuh titik di antara bahu dan lehernya, titik yang tiba-tiba membuatnya ingin masuk ke dalam mimpi dan tertidur.

"Aku ... tidak ...." ingin tidur. Victoria ingin melanjutkan perkataannya, tetapi matanya terlanjur tertutup dan badannya terasa begitu ringan.

***

"Tommy!" Victoria terbangun lagi, kali ini ia tidak berada di dalam kereta kayu bersama Tommy di sisinya, tetapi di sebuah ruangan berukuran sempit dengan sebuah kasur berukuran sedang yang mungkin cukup bila ditempati untuk dua orang.

"Kau sudah bangun?" hal pertama yang Victoria lihat dalam diri pria itu adalah matanya, mata yang sangat tidak manusia. Mata pria itu seperti mata seekor serigala, satu-satunya hal yang membuatnya terlihat sangat tidak manusiawi. Matanya yang berwarna kuning keemasan dengan iris berwarna hitam yang begitu besar.

"Oh, Tuhan ...." Victoria mencari-cari sesuatu di kanan kirinya, sesuatu yang bisa melumpuhkan pria itu. Namun, alih-alih menemukan sesuatu yang bisa melukai pria itu, Victoria hanya bisa menemukan setumpuk bantal yang kemudian ia pergunakan untuk menyerang pria itu. "Kau makhluk barbar tak tahu aturan! Di mana kau sembunyikan adikku?!" Pria itu menahan lengan Victoria lalu menggumamkan serangkaian kata dengan raut kesal. "Apa yang kau katakan tadi?"

"Aku tidak akan menyakitimu!" Pria itu mengembuskan napas panjang setelah melihat Victoria cukup tenang. "Tenanglah, tenanglah. Kita berada di penginapan sekarang ... namaku Nolan Brogan dan akulah yang membelimu."

Begitu Nolan selesai mengucapkan perkataannya, Victoria kembali menggunakan bantalnya untuk menyerang wajah pria itu berulang kali, tidak peduli bila pria itu tidak sanggup bernapas atau marah kepadanya. "Kembalikan. Adikku. Kepadaku. Kau. Monster. Berbulu. Jahat."

"Adikmu berada di kamar sebelah."

"Oh." Victoria menurunkan bantalnya, tetapi ekspresinya masih terlihat curiga. "Kalau begitu bawa aku kepadanya."

"Tidak." Pria itu bersedekap lalu menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu kau berbohong kepadaku!" Victoria menuduhnya.

"Tentu saja tidak, gadis manusia." Nolan menggelengkan kepalanya lagi, pupil matanya membesar membuat Victoria sedikit cemas.

"K-kau ... menyebalkan." Victoria menyimpulkan lalu menarik selimut untuk menutupi dirinya. "Apa tidak ada lagi hak asasi manusia di sini?"

"Apa yang kau bicarakan?" Victoria bisa merasakan berat badan Nolan yang naik ke atas kasur.

"Apa yang kau lakukan di atas kasur?! Aku tidur di sini lebih dulu, jadi kasur ini untukku!" Victoria kembali bangun lalu mendorong Nolan yang telah berbaring di atas kasur. "Minggir kau."

"Apa kau tidak takut?" Nolan tiba-tiba bertanya dengan nada pelan, terlihat sama sekali tidak terpengaruh dengan usaha Victoria untuk menggesernya pergi dari atas kasur.

"Takut? Untuk apa aku takut? Kau tidak terlihat seperti pria ular itu atau kerbau itu." Bila di antara yang lainnya, Victoria harus mengakui kalau Nolan terlihat paling manusia. Setidaknya ia hanya harus melupakan mata kuning Nolan yang terlihat seperti serigala.

"Apa kau tidak takut dengan serigala?"

"Apa kau seperti Jacob Black?" Victoria bertanya meski pada akhirnya ia menyadari kalau Nolan tidak akan mengerti pertanyaannya.

"Jacob Black? Aku tidak mengenal seorang pun dengan nama itu di Lupine." Nolan menggelengkan kepalanya.

"Kau tidak berbohong bukan saat mengatakan Tommy ada di kamar yang lain?" tanya Victoria pelan. Untuk saat ini ia hanya bisa memercayai Nolan, pria itu tidak mengikat kedua tangannya atau membuatnya takut seperti kerbau, Coatl, dan Vixon, centaur jahat itu.

"Tidak. Dia ada di kamar sebelah dan baik-baik saja."

"Bila kau juga berbohong kepadaku, aku tidak yakin bisa memercayai siapapun lagi di tempat terkutuk ini." Victoria menarik napas panjang lalu sebuah pertanyaan terlintas di benaknya. "Lalu untuk apa kau membeliku dan adikku?! Apa kau juga ingin menjadikan kami santap malammu?! Dua daging steak manusia!"

"Alphaku menyuruhku untuk mencari hadiah." Jawab Nolan singkat. "Untuk Pangeran Lazarus dari Inkarnate. Omong-omong tentang makan malam, kurasa kaulah yang membutuhkan makanan, gadis kecil."

Tepat pada saat itu Victoria menyadari, bukan suara perutnya yang berteriak kelaparan, tetapi betapa dekatnya ia dengan bertemu Pangeran Lazarus. Kali ini ia bahkan tidak perlu mencari pangeran itu seorang diri, mereka yang akan mengantarkannya secara langsung ke hadapan pria itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top