[S2] Chapter 16 : Rumit

Natsu terus berlompatan dari satu bangunan ke bangunan lain. Hatinya berkecamuk. Ada sebagian dirinya yang bersedih menghadapi kenyataan bahwa ia dilahirkan sebagai seorang vampir. Beberapa menit lalu, Ratu membuat sebuah kekkai antara area istana dan area pemukiman agar Varghna tidak dapat menggapai Natsu dan juga penduduk lain.

"Tcih. Aku..benar-benar tidak berguna," gumamnya perih. Andai saja Natsu terlahir sebagai manusia, mungkin saat ini ia sedang bertarung bersama Ratu dan juga yang lainnya.

Bertarung dengan tujuan untuk melindungi Yuki.

Yuki. Hanya sosok gadis itu yang terus menggelayuti pikirannya. Padahal Ratu dan yang lainnya bertempur melawan Varghna untuk seluruh Ebetopia.

Natsu berhenti sejenak di dalam sebuah gua kecil di tepi hutan. Ia kelelahan. Sedangkan Yuki yang sedari tadi berada dalam gendongannya belum juga tersadar. Ia masih terlarut dalam mantra yang dibuat oleh sang Ratu.

SHING!

Seketika sebuah pancaran energi sihir melesat ke angkasa. Membuat langit yang kelabu berubah menjadi berwarna-warni. Natsu tertegun menatapnya. Ia tahu betul bahwa sumber energi sihir itu berasal dari istana. Sekilas ia menenggak salivanya. Memikirkan pertempuran sehebat apa yang dapat memunculkan energi sihir sebesar ini.

Aku terbangun di sebuah gua yang lembab dan berlumut. Tenagaku terasa dikuras habis. Awalnya kukira aku hanya sendirian disini. Tapi setelah pandangan mataku menjadi jelas, barulah kusadari bahwa di tempat ini juga ada Natsu.

"Apa yang terjadi?" tanyaku.

"Yuki..," gumam Natsu tercekat. Ia memandangiku dengan tatapan bersalah.

"A--apa.. kenapa kau membawaku kesini?" interogasiku.

"Sesuai perintah Ratu, aku membawamu kesini agar kau selamat," jawab Natsu. Kali ini suaranya tegas. Seakan aku tidak boleh membantah perkataannya.

"Tapi sekarang keluargaku dalam bahaya! Papaku! Lalu.. Mamaku!" protesku tak terima. "Bahkan temanmu yang kau panggil Matthew juga masih ada disana!"

Natsu tersentak. Ia melupakan nasib orang-orang itu.

"Kenapa kau begitu egois?" tanyaku. Aku benar-benar kecewa.

"Tidak!!" seru Natsu. Kepalanya menunduk dan kedua tangannya ia kepalkan.

"Kau harus tahu, bahwa aku melakukan ini semata-mata hanya untukmu! Tidakkah kau sadari bahwa kau adalah salah satu target dari Varghna!?"

Seketika mataku langsung terbelalak mendengar bentakan Natsu tersebut. Aku tidak menyangka kalau Natsu berani melakukan hal semacam itu kepadaku. Tidak tahukah dia kalau aku sangat benci dibentak?

"Aku tidak peduli! Orang keras kepala sepertimu memang harus dihadapi dengan bentakan!" Sepertinya Natsu baru saja membaca pikiranku.

"Tidak sopan..," gumamku lirih. Mulai kurasakan sesuatu yang hangat disudut-sudut mataku.

"Yuki," gumam Natsu. Suaranya terdengar tercekat.

"Aku kecewa kepadamu, Natsu-kun! Kenapa kau melakukan semua ini?" ucapku parau. Jatuhnya tetesan air mata pertama sudah tidak bisa lagi kutahan. Oke, untuk pertama kalinya setelah sepuluh tahun berlalu, aku kembali menangis.

Pikiranku melayang kepada keluarga dan teman-temanku juga para penduduk. Aku merasa gagal sebagai seorang putri. Kini aku sadar, bahwa aku terlalu lemah untuk menjadi seorang pahlawan.

Kutatap liontin pemberian Varghna yang ada pada leherku. Kini, liontin itu berwarna hitam legam. Pertanda bahwa jiwaku telah direnggut habis dalam genggamannya.

Aku.. sudah tidak bisa apa-apa lagi.

Tinggal menunggu waktu.

"Natsu, kau tahu, kan kalau waktuku tinggal sedikit lagi?" tanyaku pelan dibarengi dengan tetesan air mata yang terus berjatuhan.

"Yuki..," gumam Natsu.

"Aku.. ingin kau tahu kalau..sebenarnya aku..," ujarku gagap. Aku ragu untuk mengatakannya tapi entah kenapa ada sesuatu dalam diriku yang mengatakan kalau aku harus mengatakan ini.

"Jangan diteruskan," ujar Natsu menyela kalimatku. Ia melirikan pandangannya ke arah lain.

Apa ini? Apa aku baru saja ditolak?

Varghna terus-terusan menyerang tanpa ampun kepada para penentangnya. Ia tersenyum lebar. Optimis bahwa kemenangan berpihak kepadanya. Kekuatan sihirnya melimpah. Seakan dirinya tidak akan pernah kehabisan energi mana.

Ratu mendecih. Dirinya sendiri sudah babak belur akibat terkena serangan Varghna. Ia merasa sakit ketika suaminya--Raja Iru memutuskan untuk ikut bertarung meskipun keadaannya sedang tidak baik.

"Lagipula hanya tangan kiriku saja yang bermasalah. Sisanya tidak, kan?" ucap Raja Iru percaya diri.

Kalau dipikir, terkadang sifat Raja Iru sangat mirip dengan sifat Yuki.

"Kalian sudah tidak bisa apa-apa lagi! Akan kuhancurkan tubuh kalian satu persatu!" seru Varghna bangga. Ia mengangkat kedua tangannya ke udara lalu munculah energi sihir berwarna hitam disana.

Ratu dan semua yang berada disana tersenyum miris. Merasa pesimis akan kemenangan.

"Yang Mulia." Suatu hari Paulina-sensei pernah menghampiri Ratu dengan mata sembab.

"Hn? Kamu kenapa?" tanya Ratu khawatir. Ia menatap wajah temannya itu lekat-lekat.

"Kemarin aku iseng melihat Yuki dengan layar sihir waktuku. Aku melihat waktu untuk beberapa hari ke depan." Paulina-sensei nampak hampir kehabisan nafas.

"Memangnya ada apa?" tanya Ratu lagi.

"Dan.. yang kulihat disana hanya kegelapan." Paulina-sensei mengakhiri kalimatnya. Lalu ia mulai menangis.

"Disana tidak ada apa-apa! Semuanya gelap. Seakan Yuki sudah tidak melihat apa-apa lagi. Dia.. menutup matanya! Yuki.. akan.."

GREP. Ratu memeluk Paulina-sensei dengan erat. Ia membisu dalam keadaan seperti itu.

"Maafkan aku, Alyn..!" seru Paulina-sensei dipenuhi dengan nada menyesal. "Setelahnya aku menangis. Tapi kemudian Yuki datang mendobrak pintu dan langsung memelukku. Sama seperti yang sekarang kau lakukan."

"Rasanya begitu sakit. Sakit sekali."

Ratu menggemeletukan giginya kuat-kuat. Berusaha menahan perasaannya sendiri. Hatinya berharap bahwa apa yang dilihat Paulina-sensei hanyalah sebuah kesalahpahaman.

Aku menangis. Suasana hening menyelimuti kami berdua. Natsu sedari tadi tidak mengatakan apapun. Ia hanya tertunduk dalam diam.

"Aku.. ternyata memang tidak pantas berjalan disebelah Natsu..," isakku perih.

Natsu menghela nafas kasar. Kemudian ia menengadahkan kepalanya. Wajahnya nampak memerah.

Lalu dengan satu gerakan yang sangat cepat, ia bergerak mendekatiku. Memelukku dengan erat. Lengannya yang lebih besar dari lenganku menangkap tubuhku ke dalam dekapannya yang hangat. Membiarkan kepalaku jatuh di permukaan dada bidangnya.

"Terimakasih," gumamnya.

Natsu agak melonggarkan pelukannya setelah itu. Wajahnya memandang ke arah wajahku yang masih menangis sesenggukan. Ia menatapku dengan iba.

Lalu tiba-tiba jari tanganya bergerak menyentuh bibirku. Ia mengusap-usap permukaannya seakan sedang membersihkan sisa es krim disana. Otomatis, aku tercekat.

"Ini kotor," ujarnya.

"..." Aku terdiam memandanginya.

"Ada ikatan Ferdinand yang kotor disini," ujarnya lagi. Wajahnya semakin memerah. Entah kenapa.

A--?

Setelah jarinya sibuk mengusap-usap bibirku, tangannya tersebut langsung berpindah ke belakang puncak kepalaku. Ia mendorongnya perlahan seiring dengan wajahnya yang juga mendekat ke wajahku.

Lalu..

Cup!

Dia menciumku.

Beberapa saat berlalu. Natsu pun melepaskan ciumannya dariku.

Wajahnya memerah. Merah sekali. Ekspresinya nampak gugup. Bahkan kurasakan tangannya agak gemetar. Lalu dengan kikuk, ia melontarkan satu pertanyaan untukku, "Bukankah cara melamar bagi ras manusia seperti itu?"

"Na--Natsu..," gumamku kaget.

"Karena aku sudah melamarmu, umm tetaplah hidup untukku jika kau mau aku bahagia." Natsu tersenyum penuh perasaan iba.

Note : Maaf, ya! Updatenya lama banget! :")

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top