Chapter 6 : Kunjungan Raja
Mataku saling menatap dengan mata Iru. Alis kami berdua bertaut, bingung dengan apa yang baru saja teman baru kami ini katakan. Ia mengatakan sesuatu yang seolah - olah dia tahu kalau Iru adalah sang raja masa lalu sungguhan.
"Kenapa kalian diam begitu?" tanya teman baru kami. Manik mata emasnya nampak berkilat - kilat tertempa cahaya dari luar.
"Etto...apakah kamu mengira dia adalah Iru Delirium yang asli?" tanyaku sambil menunjuk Iru yang kemudian ditanggapi dengan anggukan kepala dari yang ditanya.
"Sungguh? Tapi kenapa?" tanya Iru berbinar.
"Perkenalkan, namaku adalah Kurumi Stewart. Aku adalah seorang pengamat sejarah masa lalu tentang misteri bagaimana hilangnya Raja Iru dan Penyihir Agung Ana." cerocos teman baru kami, Kurumi.
Setelah memperkenalkan dirinya, ia langsung menyambar tanganku dan juga Iru secara bersamaan. Wajahnya yang putih bagaikan salju di musim dingin itu menyeringai lebar dengan rona merah muda di pipinya.
"Banyak yang tidak menyukai sejarah tentang perang besar 800 tahun lalu karena mereka menganggap kisah itu adalah kisah yang menyedihkan sekaligus memalukan." ujar Kurumi.
"Raja yang sangat mereka cintai, Raja Iru Delirium tega melarikan diri dan meninggalkan rakyatnya ketika perang besar itu terjadi. Hasilnya, Kerajaan Drangar berhasil menguasai bagian putih Ebetopia dan meruntuhkan istana."
"Hei, aku tidak bermaksud begitu! Saat itu kami sedang dalam keadaan terpojok dan.." protes Iru marah - marah namun tidak selesai karena Kurumi segera menaruh jarinya di depan bibir Iru.
"Setidaknya itulah yang orang - orang pikirkan kecuali aku." lanjut Kurumi santai.
Aku terus mendengarkan cerita Kurumi sambil menopang dagu. Sedari tadi otakku sedang bersusah payah untuk mengikuti alur cerita yang disampaikan Kurumi.
"Jadi kau percaya kalau Raja Iru tidak salah?" tanyaku.
"Tentu dia tidak salah. Menurut penelitianku selama tiga tahun, aku menemukan fakta bahwa saat itu Raja Iru sudah hampir mati kehabisan darah setelah berduel dengan Raja Drangar. Kemudian, Penyihir Ana membawa Raja Iru kabur ke tengah hutan terlarang dan menyegelnya hingga mengorbankan dirinya sendiri." terang Kurumi manggut-manggut.
"Kalau begitu yang sebenarnya salah itu...Ana, ya?" aku menebak.
"Tepat. Penyihir Ana diam-diam jatuh hati pada Raja Iru dan perasaannya telah mendorong Penyihir Ana untuk membawa kabur sang raja dan pada akhirnya membuatnya tersegel di dalam Mirror." ujar Kurumi sambil menepuk - nepuk bahuku.
"Tidak!" bantah Iru tegas.
"Apa maksudmu?" tanya Kurumi.
"Ana tidak salah. Akulah yang salah." jawab Iru nanar sambil menarik kerah seragam Kurumi.
Plak!
Aku menepis tangan Iru keras lalu memelototinya. Iru yang diperlakukan seperti itu hanya terdiam sambil menatapku tajam. Untuk beberapa saat kami terjebak dalam momen saling tatap yang menegangkan itu. Bahkan Kurumi nampaknya tidak mampu melerai kami.
Prok! Prok! Prok!
Seketika perhatian kami bertiga langsung teralihkan ke depan kelas. Disana Ms. Yoko nampak sedang kesusahan meminta perhatian dari seisi kelas. Perlahan suara bising di kelaspun mulai mereda. Kini semua perhatian tertuju pada Ms.Yoko.
"Semuanya, hari ini akan diadakan kunjungan raja di aula. Jadi kalian harap bersiap-siap menuju kesana." seru Ms. Yoko.
"Malas deh!"...
"Raja menyebalkan itu mau apa kesini?"...
"Dasar raja sialan!"...
Berbagai komentar negatif keluar dari mulut orang-orang yang ada di kelas. Aku mendengarkan mereka dengan seksama dan sekarang kuketahui bahwa raja baru Ebetopia bukanlah orang yang baik.
👑
Semua murid Redstar Gakuen kini telah memenuhi aula sekolah. Suara gaduh dari obrolan siswa - siswa mulai mengganggu pendengaranku. Sebagai tanggapan dari semua itu, aku hanya bisa menutup telingaku rapat-rapat dengan kedua tanganku. Masa bodoh jika nantinya akan ada yang tersinggung.
Aku duduk sendirian di barisan kedua karena aku terpisah dengan Iru dan juga Kurumi selama perjalanan menuju aula tadi. Aku menengok kesana kemari namun tak juga kutemukan dua sosok yang kucari. Aku menghela nafas panjang, kuyakin ini akan menjadi acara yang membosankan.
"Hei, sendirian?" terdengar suara seorang laki-laki yang sepertinya sudah pernah kudengar.
Kutolehkan kepalaku ke samping kiri dan sebuah manik hitam kelam menyambut manik merah muda milikku. Aku mengangkat alis, rupanya itu Federick. Anak yang tadi pagi sempat mencari masalah dengan Iru.
"Rupanya kamu." balasku singkat.
"Mana pacarmu itu?" tanyanya tersenyum miring.
"Dia bukan pacarku, tahu!" protesku.
"Aku tidak peduli, tapi selagi dia tidak ada, bolehkan aku menemanimu?" ucapnya gombal.
Aku menatapnya malas lalu kembali menghadap ke podium yang berjarak lima meter dari kursiku. Disaat seperti ini dia masih sempat-sempatnya melantunkan kalimat gombal murahan seperti itu. Menyebalkan. Jika saja ada Iru disini, dia pasti langsung memukul wajah Federick.
Tak berapa lama kemudian, seorang laki - laki berpostur tubuh tinggi berjalan dari pintu masuk menuju atas podium. Surai hitamnya melambai - lambai pelan seiring langkahnya melaju. Ia tersenyum licik begitu sampai di atas podium.
DEG! Itu kan...
Mataku terus tertuju padanya. Sama sekali tak bisa bergerak. Rasanya seluruh badanku mendadak kaku begitu kulihat wajahnya.
"Salam rakyatku!" sapanya dengan arogan.
"Salam, yang mulia Raja Drangar!" balas semua orang yang hadir di aula serentak dengan sopan. Sungguh berbeda sekali dengan mereka yang sebelumnya menjelek - jelekkan sang raja. Munafik.
"Hari ini aku datang ke tempat kalian yang kumuh, hanya untuk menyampaikan satu hal." ujarnya yang membuatku tak bisa berkutik.
"Aku perintahkan kalian semua untuk membatalkan ritual mata air suci saat gerhana bulan nanti."
"Hah..?" ucap para hadirin kaget. Mereka protes.
Kemudian Mrs. Violetta yang sedang duduk di depan barisan para murid angkat bicara.
"Yang Mulia, kami tidak bisa membatalkan ritual sakral itu. Bagaimanapun juga ramalan mengatakan bahwa pada gerhana bulan yang ke-448 mata air suci akan menunjukkan siapa reinkarnasi para penyihir."
"Yah...aku tak mau itu terjadi." ujar sang raja cepat.
"Tapi yang mulia...?" Mrs. Violetta memelas.
"Kalau tidak, ya tidak!!" bentak sang raja marah. Aku dapat melihat jelas urat - urat kemarahan yang timbul di lehernya.
Hening. Semua orang tertunduk. Tak ada satupun yang berani menatap manik mata sang raja yang berbeda warna itu.
Sedangkan aku terdiam menatap sang raja dengan mata terbelalak. Suhu tanganku menurun dan kakiku bergetar. Tidak salah lagi... dia adalah...
"Yuusaku?" gumamku tak percaya.
"Hm? Alyn?" tanya sang raja tiba - tiba. Kedua bola matanya seketika melirik ke arahku.
👑
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top