Chapter 5 : Sekolah Sihir

Aku dan Iru berjalan cepat mengikuti langkah seorang wanita paruh baya yang mengaku sebagai kepala sekolah sihir dari Redstar Gakuen. Wanita itu memperkenalkan dirinya dengan nama Mrs. Violetta. Ia mengajak kami berkeliling setelah perbincangan panjang di kantornya.

Mataku melirik ke sekitar. Sekarang kami tengah berada di sebuah ruangan dengan banyak meja dan kursi panjang. Di langit-langit ruangan aku dapat melihat sebuah lampu gantung mewah yang bersinar redup. Membuat suasana di ruangan ini agak mencekam meskipun pada siang hari.

"Ini adalah ruang makan. Semua murid harus datang kesini ketika waktu makan telah tiba." ujar Mrs. Violetta.

Aku dan Iru mengangguk bersamaan. Tak berani mengajukan pertanyaan mengingat wajah dan nada bicara Mrs. Violetta sungguh tidak bersahabat. Ya, kuharap sikapnya bertolak belakang dengan tampilan luarnya.

"Kalian tahu? Aku sangat terkejut begitu tahu kalian sama sekali tidak memiliki kekuatan sihir. Apa kalian tidak pernah sekolah sebelumnya?" tanya Mrs. Violetta heran sambil terus berjalan di depanku.

"Um..belum." jawabku. Sekolah normal pernah, tapi sekolah sihir? Mana ada di duniaku yang membosankan.

"Kalau boleh tahu, kalian ini berasal darimana?" tanya Mrs. Violetta lagi.

"Uhm...emm...kami.." gumamku gugup.

"Maaf, mrs. Kami baru saja terkena amnesia karena suatu kecelakaan." jawab Iru mengambil alih.

Mrs. Violetta melirik Iru sebentar lalu kembali beralih menatap depan. Dari posisiku saat ini, kukihat ia manggut-manggut tanda mengerti.

"Yah, akhir-akhir ini pemerintah kerajaan mulai semena-mena." ujar Mrs. Violetta lalu menghela nafas berat.

"Kerajaan? Kerajaan Drangar, maksudmu?" tanya Iru kaget.

"Kalau saja Raja Iru tidak melarikan diri pasti Kerajaan Delirium masih menaungi bagian putih Ebetopia." komentar Mrs. Violetta.

"Iru?" gumamku merasa iba. Mataku melirik sosok laki-laki yang sekarang tengah berjalan di sampingku. Wajahnya ia tekuk ke bawah. Giginya bergemeletuk menahan emosi.

Tak lama kemudian, ia kembali menengadahkan wajahnya ke depan.

"Lalu, apakah para penyihir agung berhasil mengalahkan Raja Drangar IV?" tanya Iru. Raut wajahnya berubah serius.

"Mereka berhasil. Tapi tetap saja yang memenangkan perang pada saat itu adalah Kerajaan Drangar." jawab Mrs. Violetta.

Aku terdiam melongo mendengar perbincangan mereka. Aku sama sekali tidak mengerti. Seakan - akan mereka baru saja membicarakan alur cerita dongeng dengan raut yang serius. Mirip seperti anak kecil yang meributkan alur cerita anime terbaru di televisi.

"Yah...kalian sudah sampai. Kelas C." ujar Mrs. Violetta. Ia berhenti di depan sebuah pintu mahoni raksasa bergaya vintage.

Euh..ini pintu ruangan kelas?

👑

"Namaku Koizumi Alyn. Semoga kita bisa berteman baik!" ujarku memperkenalkan diri di depan kelas.

Sekarang giliran Iru. Aku agak gugup mengingat nama Iru yang kontroversial di zaman ini. Pastilah sesuatu yang buruk akan menimpanya jika ia sampai tidak memiliki inisiatif untuk memalsukan namanya.

"Namaku Iru Delirium. Senang bertemu kalian semua." ujar Iru singkat.

Seisi kelas menatap ke arah Iru dengan tatapan heran. Mereka saling menatap satu sama lain lalu kembali menatap Iru. Kemudian salah satu dari mereka mengacungkan tangan.

Seorang anak laki-laki bersurai hijau gelap nampak antusias mengacungkan tangannya. Manik hitam malamnya nampak berkilat-kilat diterpa cahaya matahari yang menembus celah jendela.

"Ya, Federick?" ucap wali kelas kami, Ms. Yoko, memberikan kesempatan bicara pada anak itu.

"Maaf kalau aku lancang. Tapi apa kau serius soal namamu?" tanyanya dengan tatapan datar.

"Tentu saja. Itu nama pemberian orang tuaku." jawab Iru bersikeras ingin menunjukkan identitasnya.

Aku menyikut lengan Iru berkali-kali. Namun ia tidak mempedulikannya. Kurasa ia tahu apa maksud aku melakukan hal tersebut. Aku bermaksud menyuruh Iru untuk memalsukan identitasnya karena pasti akan berakibat fatal.

"Kenapa bisa seperti itu? Orang tuamu tega sekali." komentar anak itu, Federick. Ia menyilangkan kedua lengannya di depan dada.

"Apa katamu!?" bentak Iru tak terima. Sudah tentu, ia merasa gelar kebangsawanannya terhina. Kurasa sifat bawaan masa lalunya masih tersisa hingga zaman ini.

"Hei, santai saja kawan! Aku hanya penasaran." sewot Federick.

"Sudah-sudah, perkenalannya bisa kalian lanjutkan secara pribadi saat jam istirahat. Sekarang, waktunya belajar." ujar Ms.Yoko menengahi. Tak mau terjadi keributan di kelasnya mengingat penyakit jantung yang kini tengah dideritanya.

Setelah suasana menegangkan itu, aku dan Iru berjalan menuju tempat duduk paling belakang. Tepat di sebelah seorang gadis bersurai biru terang. Dari jauh ia sudah melambai - lambai ke arah kami. Membuat aku tidak ragu untuk berteman dengannya.

Ada hal unik tentang sekolah ini. Di tiap kelasnya, semua bangku di duduki oleh tiga orang murid. Selain itu, setiap kelas dipisah berdasarkan kekuatan sihir yang dimiliki oleh setiap individu. Ada tiga kelas yaitu, A, B, dan C.

Aku dan Iru bertempat di kelas C. Yang artinya secara tidak langsung, Mrs. Violetta baru saja mengecap kami sebagai orang bodoh. Bagaimana tidak? Kami tidak memiliki kekuatan sihir.

Aku adalah manusia biasa alias normal. Sedangkan Iru adalah ras manusia kalangan bangsawan yang tidak pernah dididik untuk mempelajari ilmu sihir.

"Iru?" panggil gadis, teman baru kami.

Iru menoleh kepadanya dengan malas.

"Aku tahu di masa lalu, kau tidak pernah bersalah." lanjut gadis itu antusias.

👑

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top