Chapter 25 : Drangar
Suhu udara terasa semakin bertambah dingin. Angin - angin dingin berhembus kencang menusuk tulang. Refleks, aku memeluk Iru untuk menjaganya tetap hangat. Diantara suara angin yang bergemuruh kencang, aku dapat mendengar suara para prajurit yang saling berteriak.
Dengan hati - hati, aku menolehkan kepalaku ke arah belakang untuk melihat apa yang membuat para prajurit itu berteriak. Dan, yang kulihat selanjutnya adalah....
es.
Para prajurit itu membeku tak bisa bergerak di dalam baju jirah platina mereka. Kini, entah bagaimana caranya baju jirah mereka diselimuti oleh lapisan - lapisan putih yang mengkristal.
"Salju di musim panas?" gumamku.
"Kalian baik - baik saja?" terdengar suara seseorang yang sudah sangat familiar di telingaku.
Aku memicingkan mataku untuk memperjelas penglihatanku diantara kegelapan malam. Lalu kudapati seorang gadis dengan surai perak yang berwajah masam.
"Ame!?" aku terpekik kaget.
Gadis itu, Ame menghampiriku. Ia menanyaiku beberapa pertanyaan akan apa yang sebenarnya telah terjadi. Setelah puas akan semua jawaban dariku, ia beralih menatap Iru. Wajahnya berubah kembali menjadi masam.
"Kenapa Yang Mulia Raja Iru bisa terluka parah seperti ini?" tanyanya cemas.
"Yuusaku yang melakukannya!" jawabku.
"Ck, ini gawat." gerutu Ame.
Kemudian dengan cekatan, tangannya merogoh sesuatu dari dalam kantung jubahnya. Sebuah botol kaca mini yang berisi cairan hijau apel. Seingatku, cairan yang dipegang Ame sekarang adalah sebuah ramuan penyembuh. Siapapun yang meminumnya, maka seluruh luka maupun penyakit yang bersarang pada tubuhnya akan sirna dalam sekejap.
"Cepat, berikan Raja Iru ini!" perintah Ame sambil menyodorkan ramuan itu kepadaku.
"Ya!" jawabku sambil buru - buru melaksanakan perintahnya.
"Glek..glek.." Iru meminum ramuan penyembuh dengan wajah tidak suka. Namun beberapa saat kemudian, ia langsung bangkit dari posisi tidurnya ke posisi duduk.
"Syukurlah, kau baik - baik saja, Yang Mulia!" ujar Ame dengan nada sopan.
"Eh? Sejak kapan kau memanggilku dengan embel - embel seperti itu?" tanya Iru tiba - tiba.
Ditanya seperti itu, wajah Ame nampak terkejut. Kemudian perlahan wajahnya dihiasi oleh warna merah muda. Bola matanya bergerak kesana - kemari, seakan ia baru saja merasa bersalah akan sesuatu. Kuakui, daritadi sikapnya aneh sekali.
BRUK!
Tanpa diduga, Ame langsung berlutut di hadapan Iru. Wajahnya tertunduk dalam, matanya tak berani menatap Iru. Kutahu ada rasa takut disana. Tapi kenapa?
"Maafkan atas kelancangan hamba, Yang Mulia!" sahutnya tegas.
"He? Kau ini kenapa, sih?" tanyaku khawatir.
"Selama ini hamba telah berlaku tidak sopan di hadapan Yang Mulia. Untuk itu, hamba rela mendapatkan hukuman." ujar Ame tanpa nada ragu.
"Eh..eh? Sudahlah, Ame." ucap Iru canggung.
"Tapi..." ujar Ame.
"Sudahlah, lagipula kau sudah menyelamatkan kami berdua. Begiku itu setimpal dengan kesalahan yang pernah kau perbuat." ujar Iru mencoba meyakinkan.
"Kesalahan hamba lebih dari itu..." ujar Ame pelan.
"Apa maksudmu?" tanyaku.
"Ame, hentikan gaya bahasa formalmu itu! Aku tidak menyukainya. Kau membuatnya seakan terdengar seperti kau adalah budakku." ujar Iru mulai kesal.
"Sejak awal aku memang budakmu." ujar Ame cepat.
"Eh?" gumam Iru tidak mengerti.
"Dan kesalahan terbesarku adalah melupakanmu, Yang Mulia." lanjut Ame sambil menengadah menghadap Iru. Manik matanya nampak menunjukkan keseriusan.
"Ame..." gumamku bingung.
"Sungguh pertemuan yang mengharukan!"...
"Yuusaku!?" pekik kami bertiga hampir bersamaan.
Kami menolehkan kepala kami ke segala arah namun tidak ada tanda - tanda dari keberadaan sang raja vampir. Hanya suara tawa khasnya sajalah yang dapat kemi dengar. Menyebalkan, dia membuatku takut.
"Aku bersyukur kau adalah sosok yang pelupa, teman lamaku."...
"Apa maksudmu?" tanya Iru.
"Yah...wajar saja. Disegel selama 800 tahun tidak menutup kemungkinan kau akan mengalami amnesia sementara sejak pertama kali kau dibangunkan."...
"Amnesia...?" tanyaku kepada Iru.
"Yang Mulia, jangan dengarkan dia!" sahut Ame sambil berdiri melindungi Iru.
"Percuma kau melindunginya! Dia tak akan pernah mengingatmu! Wahahaha"...
"Urusai!" teriak Ame.
"Hei, Iru. Aku bertaruh, kau pasti tidak mengingat bagaimana wajah teman - teman maupun keluargamu, bukan?"...
"Sebenarnya...ingatanku samar tentang mereka." jawab Iru pelan. Ia mengepalkan kedua tangannya kuat.
"Yang...Mulia..." gumam Ame dengan nada terkejut.
Tiba - tiba muncul angin besar di sekitar kami. Awan - awan berwarna hitam berkumpul membentuk sebuah pola melingkar di atas langit. Di sela - sela pola itu, kilat mulai menyambar - nyambar keluar.
"Ahahahaha! Kalian semua akan kubunuh sekarang juga! Dengan begitu Ebetopia akan menjadi milik Kerajaan Drangar selamanya!"...
"Kurang ajar kau, Yuusaku..." umpatku kesal.
👑
Sepuluh tahun yang lalu...
Ebetopia, 1774 tahun Bintang.
Seorang pemuda bersurai hitam legam tengah duduk di atas singgasana emasnya sambil menguyah beberapa anggur. Jari - jemarinya tak henti - hentinya mengetuk permukaan emas singgasana miliknya itu.
Alisnya bertaut. Wajah tampannya nampak sedang menunjukkan ekspresi tidak suka. Ia menghela nafas panjang entah sudah yang keberapa kalinya. Kemudian pintu emas ruangannya yang dilapisi oleh tujuh jenis batu rubi itu terbuka lebar. Memperlihatkan wajah sang ibunda yang lemah lembut.
"Yuu - kun?" panggil ibunya.
"Sudah kubilang, jangan panggil aku seperti itu!" cerca si pemuda tampan kesal.
"Aku hanya mampir sebentar untuk memastikan keadaanmu." ujar ibunya.
"Aku baik." ujar si pemuda singkat.
"Setelah mendengar ramalan bahwa mereka akan kembali, kau yakin masih dalam keadaan baik?" tukas ibunya.
Mendengar pertanyaan sang ibu, si pemuda seketika langsung terngiang akan kata - kata yang sudah tiga hari ini mengganggu pikirannya. Kata - kata dari seorang gadis yang berasal dari ras elf.
"Tepat pada gerhana bulan ke - 448, ketika ritual mata air suci terjadi, para penyihir agung akan bangkit kembali dari alam peristirahatan mereka. Dan, sang raja putih akan dibangunkan dari mirror."
"Arggghh! Tentu saja ramalan gadis elf itu membuat kepalaku sakit! Sudah pasti orang - orang itu akan merebut Ebetopia dari ras vampir!" sahut si pemuda nanar. Nafasnya memburu tak beraturan.
"Seandainya aku punya kekuatan sihir seperti kakek Drangar IV, pasti orang - orang itu akan kuhabisi!" lanjutnya.
"Dia memang orang yang hebat tapi sayang dia harus terbunuh. Dia terlalu lemah." ujar ibunya lagi.
"Lemah?" gumam si pemuda kaget.
"Anakku, apa rencanamu?" tanya sang ibu dingin.
Si pemuda terdiam sejenak. Otaknya berusaha memikirkan sesuatu agar kekuasaan Ebetopia tetap berada di dalam pangkuan kerajaannya. Setelah beberapa saat terjadi keheningan, akhirnya si pemuda berbicara.
"Akan kuculik si gadis elf kemudian kuberi dia hukuman karena telah seenaknya meramalkan sesuatu yang tabu bagi kerajaan kita!" ujar si pemuda mantap.
"Lalu?" tanya ibunya dingin.
"Akan kugagalkan ritual mata air suci agar ramalan itu tidak terwujud. Bagaimanapun caranya, akan kulakukan." ujar si pemuda.
👑
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top