Di tengah laju lariku, aku dihadang oleh dua orang pengawal kerajaan. Mereka menyilangkan pedang mereka ke hadapanku. Menghalangiku untuk berlari lebih jauh lagi. Kemudian salah satu dari mereka bertanya "Kenapa anda tidak menikmati pesta dansanya?"
"Em..aku sedang mencari Yuusaku." jawabku.
Kedua pengawal itu saling berpandangan. Kemudian salah satu dari mereka berkata "Dia masih bersiap di kamarnya. Nampaknya ada sedikit kendala."
"Kalau begitu, aku akan menunggunya sambil jalan - jalan sedikit. Aku tidak mau menikmati pestanya tanpa Yuusaku." ujarku.
"Mau dikawal?" tawar mereka hampir bersamaan.
"Tidak, terimakasih." tolakku.
Dan akhirnya dua pengawal itu langsung menurunkan pedang mereka dan memberi hormat ke arahku. Setelahnya mereka pergi ke arah ballroom. Syukurlah, mereka mudah tertipu.
Aku melanjutkan perjalananku. Cukup jauh aku berjalan sampai akhirnya aku berhasil menemukan sebuah pintu perunggu di ujung lorong. Jauh sekali, pikirku. Perlahan tanganku membuka pintu itu dengan sekuat tenaga.
"Astaga!?" aku terpekik kaget.
Aku bergidik ngeri begitu melihat seisi ruangan di balik pintu perunggu tersebut. Ruangan tersebut dipenuhi dengan berbagai jenis alat penyiksaan ala abad pertengahan. Semua bentuk teraneh dari sebuah alat penyiksaan dapat kulihat jelas di sini. Ditambah bekas noda darah yang masih membekas diantara lapisan besi - besinya yang berkarat.
Dengan langkah gontai aku memasuki ruangan itu. Mataku menyapu ke sekeliling ruangan, takut akan ada yang mengawasiku. Kemudian di hadpanku, aku melihat sebuah ranjang yang di atasnya, tertidur seorang anak laki - laki bersurai biru gelap. Kelopak matanya masih menutup rapat. Sedangkan kedua kaki dan lengannya diikat kuat ke ranjang yang ia tempati.
Akhirnya, itu Iru...
Tanpa banyak basa - basi aku segera menghampirinya. Kubuka semua ikatan yang membelenggunya.
"Iru, aku akan membangunkanmu." bisikku ke telinganya.
Aku menghela nafas panjang. Semua resiko yang mungkin terjadi telah kupikirkan matang - matang. Termasuk efek samping benturan yang akan terjadi apabila aku tetbukti bukan cinta sejatinya.
Kusentuh wajah Iru dengan lembut. Kemudian kupejamkan kedua kelopak mataku. Jika aku gagal, maka aku tidak akan pernah menyesalinya. Setidaknya aku pernah berjuang, itulah yang akan selalu kuingat.
Perlahan wajahku mulai mendekat ke wajah Iru. Jantungku berdegup cepat tak terkendali begitu aku berhasil menciumnya. Tiga detik berlalu namun tidak ada yang terjadi. Tubuhku masih belum terlempar oleh mantra penghalang.
Perlahan kujauhkan wajahku dari wajah Iru. Jariku perlahan menyentuh bibirku. Sadar dengan apa yang baru saja kulakukan. Kemudian aku beralih menatap Iru. Kulihat kelopak matanya bergerak pelan.
Astaga! Ini tidak mungkin, sungguh sebuah keajaiban. Kenapa bisa? Apakah aku adalah cinta sejatinya? Lalu bagaimana dengan Ana?
Tapi...kenapa Ana tidak membangunkan Iru sejak lama? Kenapa malah aku yang...
Iru membuka kelopak matanya. Kini manik langit malamnya dapat kulihat dengan jelas. Untuk beberapa saat ia nampak kebingungan. Alisnya mengernyit menatapku. Kemudian perlahan ia tersenyum.
"I..Iru..?" ucapku terharu.
"A..Ana?" ucap Iru tersenyum.
DEG!
Ke..kenapa nama itu yang dia ucapkan?
"Bwahahaaha!!"...
Yuusaku?
"Tak kusangka kalau kau secerdas ini, Alyn. Seharusnya aku tidak meremehkanmu."
👑
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top