Chapter 17 : Malam Kesedihan

"Nina, bacakan mantra ini untuknya." perintah Yuusaku sambil memberikan secarik kertas kepada Nina.

Nina yang awalnya sedang sibuk memilihkan gaun untuk calon ratu langsung menghentikan aktivitasnya. Ia menatap kertas kecil yang diberikan Yuusaku.

"Siapa yang harus saya bacakan mantra?" tanya Nina bingung. Jelas - jelas mantra yang ada pada kertas tersebut adalah sebuah mantra tidur.

"Tentu saja si raja sialan itu. Aku tak ingin dia bangun." jawab Yuusaku kesal.

"Tapi dia tidak akan bangun sebelum.." gumam Nina.

"Ya, ya! Aku tahu. Ini hanya untuk jaga - jaga saja. Lagipula jika ras vampir murni bisa menggunakan sihir, sudah pasti aku tak perlu bantuanmu." ujar Yuusaku lalu berlalu entah kemana.

👑

"Alyn, aku sudah mendapatkan gaun pengantinmu." ujar Nina sembari membuka pintu kamarku.

Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum. Tentunya dengan paksaan. Tidak mungkin saat ini aku sedang merasa bahagia.

"Terimakasih, Nina." ujarku pelan.

"Aku akan membantumu bersiap." ujar Nina lalu ia merogoh sesuatu dari dalam sakunya. Sebuah tongkat sihir.

"Aneh. Aku pikir ras vampir tidak bisa menggunakan sihir." komentarku basa - basi.

"..." Nina seketika terdiam. Matanya membulat lebar menatapku.

"Nina, ada apa?" tanyaku.

"Tak ada." jawabnya singkat.

👑

Aku menatap kosong ke halaman istana lewat balkon kamar. Kini halaman istana telah dihias sedemikian rupa oleh lampu - lampu ajaib warna - warni. Kunikmati hembusan angin yang menerpa tubuhku sembari menghela nafas.

Rupanya waktu yang tidak kuinginkan telah tiba. Langit telah menunjukkan bintang dan bulan. Orang - orang dari berbagai ras memenuhi istana. Kulihat banyak sekali orang yang berbondong - bondong masuk ke dalam istana. Wajah mereka dipenuhi oleh senyum. Apakah mereka sedang menertawakan penderitaanku di atas sini?

Tes..

Lagi - lagi aku menangis. Air mataku terus bercucuran membasahi gaun pengantinku. Takdir terkadang terasa pahit. Tapi inilah jalan yang Tuhan berikan untukku. Sebagai makhluk - Nya aku tidak bisa mengelak.

Percuma, mencoba kabur. Kini aku bukanlah manusia lagi. Aku bukanlah bagian putih dari Ebetopia lagi. Aku adalah iblis. Seorang vampir yang haus darah.

Krieet...

Pintu kamar dibukakan oleh penasihatku, Nina. Ia menghampiriku lalu berkata "Aku tahu kau tidak menyukai ini."

Aku tidak menjawab.

"Kau benar, soal ras vampir yang tidak bisa menggunakan sihir." ujar Nina lalu ikut menatap halaman istana lewat balkon kamar.

Aku menatapnya bingung. Padahal tadi siang, aku hanya asal bicara saja.

"Aku bisa melakukan sihir karena dulu aku bukanlah vampir." lanjut Nina.

DEG! Bukan vampir?

"Dulu aku adalah seorang elf. Ras kami terkenal dengan ramalannya yang hebat. Sepuluh tahun lalu, aku meramalkan kemunculan lima penyihir dan juga Raja Iru. Setelah itu aku diculik oleh kerajaan, dijadikan vampir, dan...yah, aku berakhir seperti ini." cerita Nina.

"Jadi kau peramalnya?" tanyaku kaget.

"Yap. Ternyata ramalanku agak melenceng dari kenyataan. Sungguh aneh." jawab Nina terkekeh miris.

"Rupanya kita sama. Terjebak dalam skenario busuk yang didalangi oleh kerajaan." komentarku.

"Padahal aku hanya ingin bertemu dengan Iru. Tapi kenapa rasanya begitu sulit...?"

Hening. Aku hanya menatap kosong ke arah langit. Sementara air mataku masih berlomba untuk keluar dari kelopak mataku.

"Alyn, dengarkan aku." ujar Nina yang membuat perhatianku sontak teralih.

👑

Aku berlari cepat menelusuri lorong panjang istana. Samar, suara musik dari ballroom terdengar mengalun. Sungguh indah. Tapi aku tidak boleh sampai terbuai. Aku harus cepat. Tepat tengah malam nanti, acara pernikahanku akan dimulai.

"Dimana...?" pikirku kalut. Kepalaku tak henti - hentinya menoleh kesana - kemari.

'Dia ada di ruangan berpintu perunggu besar.' aku teringat apa yang dikatakan Nina sewaktu di balkon tadi.

Tapi sedari tadi aku tidak juga menemukan ruangan yang dimaksud. Entah sudah pintu keberapa yang kulihat, tapi pencarianku masih nihil. Sebenarnya di istana ini, terdapat berapa ruangan, sih?

'Aku tidak tahu pasti itu ada dimana. Aku sendiri baru pertama kali bertemu dengannya. Istana ini begitu luas, sampai - sampai aku sendiri sering lupa suatu lokasi yang ada di dalam istana.'

Tak apa. Jujur, aku sudah sangat bersyukur Nina mau memberikan informasi mengenai Iru. Meskipun hanya sedikit, namun bagiku itu sangatlah berharga.

Terimakasih, Nina Revalium.

👑

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top