[08] Mimpi yang Nyata
Seorang wanita berambut pirang berusia 56 tahun tapi wajahnya terlihat seperti orang yang usianya masih 30 tahun. Perawatan kecantikan yang ia lakukan membuat wajahnya terlihat awet muda. Berapa pun biayanya tidak masalah baginya karena ia adalah pemilik perusahaan terbesar di Italia. Sayangnya ia tidak berkeluarga. Suaminya meninggal 35 tahun yang lalu dan putrinya melarikan diri dari rumah.
Drtttt
Ponselnya berdering menandakan ada seseorang yang meneleponnya.
“Kalian menemukannya?” tanyanya pada lawan bicaranya di telepon, yaitu anak buahnya.
“...”
“Apa? Putriku sudah meninggal?”
“...”
“Kecelakaan?”
“...”
“Temukan mereka. Cari di mana dan dengan siapa mereka tinggal?!”Ia mengakhiri percakapan. Memerintahkan anak buahnya untuk mencari seseorang.
Sebenarnya ia sedang mencari putrinya, ia hendak membujuk anaknya agar mau tinggal bersamanya lagi, tapi sayang putrinya sudah meninggal.
Wanita itu menatap sebuah foto yang terpajang di meja kerjanya. Foto dirinya dan putrinya saat mereka masih bersama. Kenapa penyesalan selalu datang di akhir? Dulu ia memutus kontak dengan putrinya karena anaknya menikah dengan laki-laki yang bukan pilihannya. Sekarang ia ingin bertemu lagi, tapi sayang anaknya sudah meninggal.
“Kau lihat, ‘kan? Beginilah akibatnya jika kau tidak mendengarkan ibumu. Apa kau menyesal?” tanyanya seolah foto putrinya itu dapat menjawab dan mengatakan bahwa ia menyesal telah meninggalkan ibunya sendirian di Italia.
“Siapkan penerbangan. Kita akan ke Indonesia.”
“Baik, Nyonya,” kata seorang pria yang berdiri tak jauh di belakang wanita itubyang juga merupakan salah satu bawahannya.
❦
“Hosh hosh hosh ...”
Linda terus berlari, tidak peduli walaupun para suster melarangnya berlari di rumah sakit. Ia ingin cepat sampai ke ruangan di mana ayahnya dirawat.
“Ibu!” teriaknya saat melihat ibunya berdiri di depan ruang rawat ayahnya.
“Linda!” Bu Virgie memeluk erat anaknya.
“Bagaimana keadaan ayah, Bu?” tanya Linda khawatir.
“Ayah masih ditangani dokter, kita doakan semoga ayah baik-baik saja, ya.” Linda mengangguk paham. Sekarang mereka berdoa dan menunggu hasil pemeriksaan dari dokter.
❦
Angin malam berembus kencang, tapi tak bisa menyentuh kulitnya karena terhalang kaca jendela. Raihan sengaja membiarkan gorden kamarnya terbuka guna melihat bintang-bintang, tapi kaca jendelanya tetap ditutup.
“Ayahku di rumah sakit. Aku harus pulang.”
Sekilas ia teringat perkataan Linda saat di rumah Gabriel. Linda sangat panik dan langsung pulang setelah menerima panggilan telepon dari ibunya.
”Semoga ayahmu baik-baik saja.” Raihan memandang langit penuh bintang, berharap ada bintang jatuh yang dapat mengabulkan permohonannya. Permohonan agar saudaranya berhenti membuat kekacauan.
“Aku harap ini bukan ulahmu, Rei.” Raihan menutup gorden kamarnya, kemudian beranjak ke tempat tidur dan akhirnya tertidur.
❦
Nyamuk liar mulai menggigitnya. Sudah hampir empat jam pemuda itu berdiri di sana. Ditemani suara hewan malam, ia masih setia menunggu. Pemuda itu—Reino—ia sedang menunggu target berikutnya, yakni ayahnya Linda. Ia tidak tahu bahwa ayah teman lamanya itu mengalami kecelakaan dan sekarang sedang di rumah sakit.
“Kasihan, ya.”
“Tega sekali pelaku tabrak lari itu, dasar tidak bertanggung jawab!”
“Kalau tidak salah, rumah beliau di sekitar sini, ‘kan?”
“Iya, itu yang di depan sana. Sepertinya mereka masih di rumah sakit. Bagaimana kalau besok kita menjenguknya?” Begitulah percakapan sekelompok orang yang lewat di dekat tempat persembunyian Reino. Mereka adalah rekan kerja ayahnya Linda dan mereka menunjuk-nunjuk rumahnya Linda.
“Tabrak lari? Kecelakaan? Apa aku didahului?” Reino mengepal kedua tangannya erat. Empat jam ia menunggu, tapi semuanya sia-sia. Apa permainannya kali ini akan gagal?
“Siapa? Siapa yang berani mendahuluiku? Siapa yang berani mengacaukan permainanku? SIAPA?!” Reino berteriak keras. Untungnya orang-orang tadi sudah pergi, tapi para penghuni rumah di sekitarnya pasti masih bisa mendengarnya.
Lagi-lagi ia kembali ke rumahnya dengan perasaan kesal. Hari itu Gabriel mengganggunya dan sekarang? Ayolah. Kesenangannya baru dimulai. Terlalu dini jika harus berakhir sekarang.
❦
Hari telah berganti. Sekarang adalah hari minggu, dan sekolah diliburkan. Benar-benar hari yang paling dinanti kebanyakan siswa, termasuk Raihan dan teman-temannya. Sekarang Gabriel sudah membaik, ia bahkan sedang berkumpul di rumah Raihan bersama Ria dan Erin. Saat ini mereka sedang berbincang dengan Linda melalui telepon.
“Benarkah? Syukurlah kalau begitu.”
“...”
“Semoga ayahmu cepat sembuh.”
“...”
“Iya, kau juga, dah.” Percakapan telepon pun berakhir.
“Apa katanya?” tanya Gabriel pada Raihan yang baru saja menelepon Linda.
“Ayahnya sudah membaik, sekarang sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa. Katanya besok pagi sudah boleh pulang,” jawab Raihan.
“Lalu, apa ini juga ....” Erin menggantungkan perkataannya.
Mengerti yang dimaksud Erin, Raihan pun menjawab, “Tidak. Ini bukan ulah adikku.”
Seketika mereka bernapas lega, tapi rasa lega itu tidak berlangsung lama. Mereka tahu cepat atau lambat pasti Reino akan berulah lagi.
❦
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu dan sekarang sudah saatnya makan siang. Sesuai janji, sekarang pak Riko selalu membawa bekal setiap hari. Sebenarnya ia ingin memakan bekalnya, tapi bosnya mengajak beberapa karyawan—termasuk dirinya—makan di tempat makan favorit anaknya. Ia merasa tidak enak jika menolak ajakan dari bosnya, maka dari itu ia tidak jadi memakan bekal buatan istrinya. Mereka pun pergi ke Padang Teh Nunung.
"Aku sudah biasa makan di sini, makanannya enak-enak, loh."
"Wah, Anda sudah langganan, ya? Apa Anda punya menu favorit?"
"Tidak juga, bagiku semuanya enak, tapi putriku bilang nasi padang di sini yang terbaik. Oh iya, di sini juga menyediakan dodol khas khas Tenjo dan istriku sangat menyukainya." Seperti dalam mimpi Raihan. Reino mendatangi pak Riko dan mengajaknya pergi dan pak Riko mengiyakannya. Pak Riko pun berpamitan dengan rekan-rekannya.
"Ya baiklah, tapi jangan salahkan kami jika kami makan duluan, ahaha ..."
Apa Rai bolos sekolah? Begitu pikirnya. Tapi ia tetap pergi. Ia tidak tahu Reino menjadikannya sebagai target mainan baru.
❦
“Fuhh ... kenyangnya,” ucap Gabriel sambil mengelus perut bak orang hamil akibat kekenyangan. Ia dan yang lainnya baru saja makan siang di rumah Raihan.
“Seperti biasa, masakan ibumu selalu enak, Rai,” puji Erin. Ia memang sudah beberapa kali makan masakan bu Anita, baik di sekolah— mencicipi bekal Raihan—maupun di rumah ini saat belajar kelompok.
Drrttt
Telepon rumah berdering. Raihan baru mau berdiri hendak mengangkat telepon, tapi bu Anita mendahuluinya.
“Halo.”
“...”
“Iya, benar.”
“...”
Tiba-tiba bu Anita terlihat panik. Ia sangat terkejut mendengar kabar buruk tentang suaminya dari seseorang yang meneleponnya itu.
“I-iya baiklah, aku akan segera ke sana.” Panggilan pun diakhiri.
“Ada apa, Bu? Ibu mau ke mana?” tanya Raihan. Seketika firasat buruk menghampirinya.
“Ayahmu, dia ...”
❦
TBC
Sankyuu yang uda baca dan voment^^
Bentar lagi end:D
Gtw mau bilang apa lagi:)
See you
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top