Sketsa 7 - Tebak-Tebakan
"Meski menyesakkan, akan ada bantuan yang tak terduga datang untuk melonggarkan ikatan yang mencekik manusia tadi. Sekarang tinggal keputusan si manusia itu, apakah akan membiarkan dirinya terjun bebas ataukah menerima tali yang diulurkan padanya dan memanjat naik?"
🗻⛰🗻⛰🗻
Langit pagi kali ini berbeda dengan kemarin. Awan mendung menyelimuti langit, menghalangi sinar mentari agar tak jatuh ke bumi. Suasana yang sangat menggambarkan isi hati Mirai hari ini.
Pikirannya kacau padahal masih sepagi ini. Seusai mendapatkan berita buruk kemarin, ia sama sekali tak bisa tidur. Mencoba memejamkan mata pun, ia tak bisa terlelap. Jadi, malam tadi ia tidak memimpikan laki-laki yang wajahnya mirip sekali dengan Haru memberikan sebuah gelang padanya. Jika ia memimpikannya, pikirannya mungkin tak bisa menampung lebih banyak informasi lagi.
Di kelas pun sama saja, Mirai tak bisa konsentrasi dengan pelajaran. Semakin ingin mencoba fokus, semakin buyar juga pikirannya. Seolah semua informasi-informasi tentang kejadian kemarin belum dicerna oleh otak.
"Mirai," panggil Bu Nanda, guru Bahasa Indonesia yang sedang mengajar di jam pertama kelas XI Bahasa. "Coba baca paragraf ketiga dan cari kalimat utama dalam paragraf tersebut."
Seketika Mirai kelabakan namanya dipanggil. "Iya? Iya, Bu? Maaf, tadi ... Ibu bilang apa?"
"Astaga, kamu tidak mendengarkan? Apa kamu mengantuk pagi ini? Lebih baik kamu keluar dan cuci muka lalu segera kembali ke kelas ya!" perintahnya kepada Mirai dan dijawab oleh anggukan. "Sebagai ganti Mirai, Fay, kamu yang baca paragraf ketiga ya!"
"Iya, Bu." Fay melaksanakan apa yang diinginkan Bu Nanda. Sedangkan Mirai segera pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Ya, itu lebih baik dari pada harus terbengong di kelas.
Sesuai membasuh muka, pikirannya sedikit lebih adem dari sebelumnya. Mungkin memang Mirai terlalu memikirkan masalahnya sampai tak bisa fokus ke hal lain. Seharusnya ia melakukan refreshing untuk melepas letih. Itu juga salah satu saran dokter yang menangani insomnianya.
Setelah hatinya mulai tenang, ia kembali ke kelas. Namun sebelumnya, ia tak sengaja bertemu Yumi. Tidak, mungkin saja pertemuan ini memang disengaja oleh adik kelasnya itu.
"Hai, Kak Mirai. Kakak habis dari mana?," sapa Yumi.
"Ya, seperti yang kamu lihat. Aku habis dari kamar mandi."
"Heh, begitu ya. Sangat menyesakkan, bukan? Yang semangat ya, Kak!"
"Hah, maksudmu apa?"
"Apalagi? Bukankah sudah jelas? Kak Mirai sedang menghadapi masalah yang sangat serius. Bahkan sampai tak bisa konsentrasi di pelajaran kesukaannya. Sampai harus meninggalkan kelas untuk mencari udara segar. Apa aku salah?"
Mulut Mirai langsung menganga, tak percaya dengan yang didengarnya barusan. Bagaimana bisa semua kalimat yang dilontarkan Yumi itu sangat benar. Bagaimana pula Yumi bisa mengatakannya dengan seyakin itu? Padahal mereka baru berkenalan kemarin.
"Ke-kenapa kamu bisa tahu?"
"Kenapa ya? ... karena ... ya ... begitulah," Yumi tersenyum. "Hanya tebak-tebakan saja."
Mirai mengerutkan dahi.
"Itu jawaban yang tak masuk akal? Bukankah Kakak sedang berpikir demikian?"
Perasaan heran yang menyelimuti Mirai tadi kini berubah menjadi perasaan takut.
"Kalau Kak Mirai ingin tahu atas jawaban dari masalah yang muncul di sekitar Kakak, lebih baik Kakak segera bertemu dengan senior lagi."
"Apa? Bertemu Haru?"
"Ya. Temuilah dia. Senior selalu ada di rooftop sekolah tiap jam istirahat."
"Tapi, di sana kan selalu dikunci."
"Tidak, senior punya kuncinya. Jadi, dia bebas keluar masuk sesuka hati. Oh iya, kalau Kakak bertanya bagaimana bisa ia punya kuncinya, jawabannya mudah. Senior punya kekuatan. Kalau ingin tahu, tanyalah langsung padanya. Mungkin tidak akan dijawab. Jadi, bersabarlah menghadapi senior. Memang butuh waktu untuk memahami orang keras kepala sepertinya," jelas Yumi panjang lebar.
"Tapi-"
"Tak ada tapi-tapian, Kak. Bukankah Kakak ingin keluar dari lingkaran yang menjerat Kakak? Kalau mau terkurung terus di sangkar yang sama sih boleh saja, aku tidak bisa melarang. Namun aku sudah memberikan kesempatan untuk Kakak. Jadi, jangan disia-siakan. Manfaatkanlah dengan baik," ucapnya, "oke, sudah sampai sini saja pembicaraan kita kali ini. Aku harus kembali ke kelas. Bye-bye, Kak. Jangan lupa temui senior di rooftop sekolah ya!" Yumi pergi sembari melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan.
Sekarang Mirai harus melakukan apa? Apakah menuruti kata Yumi atau membiarkan ucapannya bagai angin lewat? Sambil memikirkannya, Mirai kembali berjalan ke kelasnya.
🌷⚘🌸 To be Continued 🌸⚘🌷
Jangan lupa tinggalkan jejak ya!😉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top