Sketsa 6 - Berita Buruk
"Saat masalah yang lebih besar muncul di hadapannya, manusia itu memilih untuk menghadapinya. Meski itu sangat sulit dan menyesakkan baginya."
🗻⛰🗻⛰🗻
"Sebenarnya, orang tua kandungmu ingin kamu kembali tinggal di rumah mereka," jelas Adam kepada Mirai. Bukannya ia tak ingin menaruh luka di hati anak itu, tetapi hal ini harus diketahuinya secara Mirai memanglah bukan anaknya.
"Eh? Kembali ... tinggal?" Merasa mendapatkan hadiah terburuk dalam hidup, Mirai yang mendengar kabar itu menjadikan api yang susah payah ia jaga menjadi padam tak bersisa. Hanya kegelapan kelam yang menyelimuti.
"Iya, mereka ingin kamu kembali ke rumah."
Mirai menunduk. Meremas erat roknya. Tanpa sadar ia telah meneteskan air mata. Mengingat perlakuan ibu kandungnya padanya. Sangat buruk. Buruk sekali. Memori itu rasanya ingin ia bakar tak bersisa, tetapi dirinya tak kuasa akan hal itu.
Jika saja masih ada nenek di rumah itu, mungkin Mirai akan dengan senang hati kembali. Tapi, orang itu kini telah tiada dan pergi meninggalkannya. Perginya beliau jugalah karenanya. Mengingatnya hanya membuat Mirai semakin membenci rumah itu.
"Aurora, meski kamu buta warna dan dibenci oleh banyak orang, tapi ketahuilah bahwa kamu punya orang yang selalu mengkhawatirkanmu. Jadi, jangan takut untuk menutup mata dan tidurlah agar kamu bisa bermimpi indah," tutur wanita yang sudah berumur tiga per lima abad kepada seorang anak kecil yang baru menginjak usia TK.
"Jika Mirai bermimpi, Mirai ingin bermimpi terbang bersama nenek," balasnya riang sambil menggerak-gerakkan tangannya ke udara kala kepalanya dipangku oleh paha sang nenek.
Sang nenek tersenyum melihat cucunya yang polos. Juga merasa sedih melihat memar yang ada di pipi cucunya itu. Padahal ia masih kecil, namun begitu teganya Aruni Nurita Kananta, anaknya memukul Mirai. Sang nenek juga sedih tak bisa melindungi cucu kesayangannya itu.
"Hari ini tidurlah dengan tenang dan semoga bermimpi indah," bisiknya di dekat telinga kecil cucunya.
Jangankan mimpi indah, yang ada kini hanyalah mimpi buruk yang terus berulang. Mirai sama sekali tak mengerti mengapa neneknya bicara demikian padanya.
Sebuah tangan mencoba merengkuh tubuh Mirai yang sedang bergetar itu. Menariknya ke dalam dekapan hangat khas seorang ibu. "Tenanglah, sayang. Tidak apa-apa jika kamu tak ingin kembali ke rumahmu. Pintu di rumah ini selalu terbuka lebar untukmu. Semua akan baik-baik saja," ujar Olivia sambil mengelus-elus punggung gadis yang sedang dipeluknya itu.
Jika dipeluk seperti itu, Mirai jadi ingin menumpahkan semuanya. Namun ia tak bisa melakukan hal itu. Dirinya sudah terlanjur ingin tutup mulut mengenai masalahnya. Meski ada pula yang sekiranya bisa diceritakannya karena memang telah diketahui oleh mereka. Jika masih belum dan tak ada yang mengetahui masalahnya, ia selalu ingin memendamnya. Meski itu menyakiti batinnya.
"Tenanglah, Mirai. Tidak apa-apa. Kalau kamu takut sama ortumu, biar kutonjok aja mereka," hibur Theo sambil mengepalkan tangan.
"Hush, kamu itu, Theo! Jangan berani-berani mencoba memukul orang tua!" sentak Adam terhadap putra semata wayangnya.
Theo langsung terdiam. Hampir saja dia lupa bahwa ayahnya ada di sebelahnya. Ia segera mencari ide lain agar tak dimarahi oleh beliau. "Ya ampun, Ayah. Aku kan hanya bercanda. Lagi pula, aku enggak pernah asal mukul orang kok."
Mendengar Theo mencoba menghiburnya seperti itu sedikit membuat Mirai merasa lega. Meski sebenarnya Theo sering sekali memukul orang tak bersalah begitu saja dan tanpa alasan yang jelas. Itu cukup untuk menghilangkan tangisnya di hari ini.
"Terima kasih, Bunda. Mirai baik-baik saja. Tapi, Mirai butuh waktu untuk memikirkan hal ini."
Adam dan Olivia sedikit merasa lega. Untunglah Mirai mau memikirkan hal ini. Meskipun Mirai juga bisa menolaknya, tetapi tak baik memutuskan tali silahturahmi antar keluarga.
"Masih ada banyak waktu untukmu memikirkannya. Dan, jika kamu masih ragu, Aruni mengundangmu untuk makan malam bersama di hari Sabtu nanti," ucap Adam.
Olivia menimpali. "Jika kamu tidak mau, Bunda bisa memberitahu mereka bahwa kamu menolak untuk ikut makan malam bersama."
"Tidak," geleng Mirai, "aku akan menghadiri acara makan malam itu."
"Kamu yakin, sayang?"
Mirai mengangguk. "Kalau begitu, Mirai izin kembali ke kamar duluan ya, Bunda, Om, Theo," pamitnya. Kemudian pergi ke kamarnya.
Sesampainya di kamar, Mirai langsung menjatuhkan diri di lautan kasur empuk.
🌷⚘🌸 To be Continued 🌸⚘🌷
Jangan lupa tinggalkan jejak ya!😉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top