03
Langit menunjukkan semburat warna birunya. Matahari pun mulai bersinar cerah namun dengan malu-malu bersembunyi di balik awan.
Rosa sedang sibuk menatap pantulan dirinya di cermin berbingkai kayu dengan ukiran kuno itu. Ia mulai menilai penampilannya yang sedang menggunakan setelan kebaya pelayan itu sambil berpikir apa kebaya itu pas dengannya atau tidak.
Setelah keputusan Sang Raja untuk menjadikan ia pelayan, Rosa tidak bisa berbuat apa-apa. Ia berada di tempat yang asing dan tidak ia kenali, maka dari itu ia memilih untuk menurut saja.
Orang-orang di sekitarnya kelihatan ramah dan tidak berbahaya, jadi tidak masalah, begitu pikirnya.
"Rosa, apa sudah siap?" tanya salah seorang pelayan paruh baya yang masuk ke ruangannya.
Rosa menoleh lalu berbalik badan, menunjukkan tubuhnya yang terbalut kebaya itu. "Apakah pakaian ini cocok denganku?"
Wanita itu mengangguk sambil tersenyum. "Cocok. Sudah, ayo, ada pekerjaan yang harus kita kerjakan."
Rosa menghela napas sejenak lalu ia menarik senyum simpul dan berjalan keluar, mengikuti Wanita paruh baya itu yang sudah berjalan duluan di depannya.
Di lorong, sesekali ia menoleh ke kanan kiri, menatap ukiran indah di tembok yang membentuk flora. Kini Rosa mulai tahu, ia langsung menyimpulkan kalau ia berada di sebuah kerajaan kuno. Namun ia masih belum percaya kalau, kini ia berada di masa lalu.
Tiba-tiba langkahnya otomatis terhenti saat pandangannya terkunci pada sebuah lukisan besar yang menggantung di tembok itu. Ia menatap intens pada kanvas besar dengan gambar yang sedikit susah di mengerti itu. Namun yang Rosa lihat adalah seorang laki-laki gagah yang melayang di udara, hendak jatuh ke sebuah danau.
Danau itu nampak familiar di matanya. Pada detik selanjutnya, lamunannya buyar, ia harus segera pergi.
Saat ingin berbalik ke jalan yang benar, tiba-tiba ia menabrak sebuah dada bidang seseorang.
Rosa cepat-cepat membungkukkan badan hendak meminta maaf. "Mohon ma-"
"Eh? Tidak apa-apa, aku yang salah. Bangunlah." Sebuah suara berat memotong permintaan maaf yang hendak ia ucapkan.
Rosa bangun sesuai perintah. Matamya langsung bertemu dengan iris mata laki-laki yang berdiri disana sebagai korban yang baru saja ia tabrak. Sejenak, tubuhnya membatu karena tatapan itu.
"Rafael?!"
Laki-laki itu mengernyit. "Rafael? Siapakah itu?"
Rosa langsung sadar dengan apa yang terjadi, ia menggeleng sambil tersenyum kikuk. "Eh, tidak. Saya hanya asal bicara. Mohon maaf." Ia membungkukkan badan lagi lalu berdiri.
Tanpa disadari, tiba-tiba laki-laki yang umurnya nampak tidak terpaut cukup jauh dengan Rosa terkekeh pelan. "Kau lucu sekali. Perkenalkan, namaku Rakai."
Gadis itu tidak bisa berhenti menatap dari atas kepala sampai ujung kaki laki-laki itu. Pakaiannya sangat formal, juga terdapat pedang tersimpan di dalam sarung yang menggantung di pinggang kirinya. Setelan pakaiannya itu nampak seperti pangeran yang biasa ditonton Rosa di film-film.
"Nama saya Rosa, saya pelayan baru di sini," balasnya memperkenalkan diri dengan sopan.
Raut Rakai mengembang bahagia. "Wah kebetulan sekali, aku sedang mencari pelayan untuk membereskan kamarku. Bisakah kau-?"
"Baiklah," potong Rosa sambil mengangguk. Nampaknya ia bahagia mendapat pekerjaan pertamanya di sini.
Rakai tersenyum. Senyumnya sangat menawan, sempat membuat Rosa terkesima sejenak. Lalu ia berbalik, ia berjalan dulu di depan, membiarkan Rosa mengikuti langkahnya di belakang.
Sesampainya pada pintu sebuah ruangan, Rakai membukanya, lalu masuk, begitu juga gadis di belakangnya itu.
Rosa menatap kagum pada ruangan itu, pandangannya mengedar ke kanan, kiri, atas, bawah, ke mana saja. Sampai-sampai tubuhnya ikut berputar menatap ukiran yang ada di atas. Namun ia akui, ruangan itu cukup luas untuk disebut sebuah kamar. Sespesial apakah Rakai sampai ia memakai pakaian formal, membawa pedang dan mempunyai kamar seluas ini?
Rakai terkekeh. "Kau lihat? Di sini agak berantakan. Jadi... kuharap kau bisa membereskannya."
Gadis itu mengangguk patuh. "Kalau begitu saya ambil peralatan bersih-bersih dahulu, permisi." Rosa melenggang pergi, lalu tak lama kemudian ia kembali membawa barang-barang yang di butuhkannya.
Dengan santai, Rakai memilih duduk di salah satu sofa di sana sambil menaikkan dan meluruskan kedua kakinya di atas sofa juga. Sementara pandangannya tidak terlepas dari menatap kegiatan Rosa yang sedang membersihkan kamarnya.
Saat ruangan itu hampir bersih sepenuhnya, Rosa baru sadar ada sebuah mata yang mengawasinya sejak tadi. Lalu ia menoleh pada Rakai, rupanya laki-laki itu yang memandanginya.
"Ada apa?" ketusnya sambil memberhentikan kegiatannya sejenak.
Rakai terkekeh lalu menunjukkan senyum menawannya. "Dilihat dari sisi manapun, ternyata kau cantik juga."
Mendengar kalimat itu membuat desiran hangat menempel di pipinya, serta jantungnya yang berdetak lebih kencang. Rosa segera membuang muka dan melanjutkan pekerjaannya.
***
Sudah beberapa hari berlalu, Rosa sudah banyak melakukan pekerjaan di kerajaan itu. Namun sebagian besar adalah bertemu dengan pangeran Rakai, karena pangeran Rakai memberinya beberapa tugas.
Mulai dari membereskan kamarnya, menemaninya berlatih seraya menyiapkan makanan untuknya, dan lain-lain. Itu semua juga mengundang kecurigaan Rosa tentang siapa sebenarnya Rakai. Saat ini, Rosa sedang duduk di tepi lapangan hijau sambil menyaksikan Pangeran berlatih pedang. Sesekali, pikirannya turut melayang dan melamunkan Pangeran.
Dia memanglah pangeran yang tampan, sama seperti apa yang diceritakan oleh dongeng-dongeng lama. Rosa menggelengkan kepalanya sekali lagi. Masalahnya bukan alasan itu ia penasaran dengan pangeran Rakai. Ia merasa seperti terhubung dengannya.
Memangnya, Pangeran Rakai itu, siapa?
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top