38. Berdua Kita Pasti Bisa

Imbang segera berlari meninggalkannya ruangannya menuju ruangan data entry begitu mendapat telpon dari Dita. Dia sangat cemas sekali dengan kondisi Istrinya itu. Ada apa dengan Aynanya, kenapa dia bisa pingsan begitu.

"Pak?" panggil Melly begitu Imbang melewati klinik in house. Gadis itu sengaja menunggunya di depan pintu klinik tempat dimana Ayna berada. Ternyata Ayna telah dibawa teman-temannya ke klinik untuk mendapat pertolongan pertama.

Imbang memasuki klinik tempat dimana Ayna beristirahat. Tadi ia sudah bertemu dengan dokter yang kebetulan berjaga. Menurut dokter sebaiknya Ayna dibawa ke rumah sakit, untuk mendapat penanganan lebih lanjut.

"Ay?" panggil Imbang, tangannya mengusap kepala Ayna sayang. "Kan aku udah bilang, bagusnya kamu di rumah aja, istirahat. Tapi kamu bandel, tetap aja ngotot pengen kerja." Imbang bermonolog sendiri. Hanya ia yang berada di ruangan itu. Sementara dokter dan perawat berada di ruangan sebelah, yang hanya dibatasi dengan lemari obat. Walaupun kecil, paling tidak klinik in house ini bisa memberikan kenyamanan untuk karyawan yang ingin beristirahat sampai kondisi meraka lebih baik.

Imbang terus saja mengusap kepala dan mengenggam tangan Ayna, istrinya itu belum juga sadar. Padahal ini sudah 10 menit dari waktu Ayna pingsan.

Tadi Imbang sudah meminta tolong Dita untuk membuatkan permit untuk istrinya itu. Ya, walaupun sakit, yang namanya prosedur harus tatap dilakukan. Setiap karyawan yang belum staf wajib mengisi form permit bila akan meninggalkan area PT pada saat jam kerja masih berlangsung. Gunanya demi keamanan dan keselamatan karyawan itu sendiri. Sehingga bila terjadi sesuatu PT mengetahui keberadaan karyawannya.

"Pak?" Dunny memegang pundak Imbang, membuat Imbang yang sedari tadi menunduk mengangkat kepalanya. "Formnya udah siap, jadi Ayna sudah bisa dibawa ke rumah sakit." beritahu Dunny.

Imbang mengangguk. "Siapin driver dong, Dun, saya pake mobil PT aja." pinta Imbang. Tidak mungkin ia menyetir sendiri ke rumah sakit. Dia butuh driver.

"Okey." Dunny mengikuti perintah Imbang, ia keluar ruangan untuk menelpon driver yang biasanya selalu stanby di lobby.

Imbang segera berdiri dari duduknya, berniat mengangkat Ayna. Tapi terhenti karena Ayna tiba-tiba sadar. Imbang menarik nafas lega. Ia mendekatkan wajahnya kearah Ayna lalu mencium kening Ayna lama. "Gadis nakal, akhirnya kamu bangun juga!" ucapnya pelan.

"Mbang, sakit," Ayna merintih memegangi perutnya.

Imbang mengusapkan tangannya di kening Ayna yang berkerut karena menahan sakit, "Iya, bentar lagi kita ke rumah sakit. Nunggu driver nyiapin mobil dulu. Tahan ya?" Pinta Imbang. Ia tidak tega melihat wajah Ayna yang menahan sakit.

"Udah siap." beritahu Dunny kembali memasuki ruangan.

Imbang mengangguk, "Makasih Dun," Lalu Imbang menaruh tangannya diantara leher dan lutut Ayna kemudian mengangkat tubuh Ayna kedalam gendongannya. Membawa keluar klinik menuju parkiran dimana mobil dan driver telah menunggu.

Imbang tidak peduli pada kehebohan yang terjadi selama ia melewati area yang berada dilantai 1, baik produksi maupun office area. Ia tidak peduli. Ia mengendong Ayna dengan cepat menuju lobby kemudian masuk ke dalam mobil yang telah menanti mereka. Imbang hanya ingin Ayna-nya segera mendapat perawatan.

***

"Mbang, aku takut." Ayna menggenggam tangan Imbang. Tadi Ayna telah melakukan pemeriksaan dan menurut hasil pemeriksaan USG nya, ada kista di perutnya dan harus segera dioperasi karena kistanya sudah besar yaitu 5 cm.

Imbang balas menggenggam tangan Ayna, "Nggak usah takut, operasinya sebentar kok, nggak lama."

"Tapi tetap aja takut." rengek Ayna. "Trus nanti perutku ada bekas jahitannya."

Imbang menyentil kening Ayna, "Dasar," kekehnya. Istrinya ini sakit-sakit tetap aja mikirin perutnya. "Trus gimana? Nggak mau operasi, dibiarin besar aja gitu kistanya? Trus sakit tiap bulan pas haid. Mau kayak gitu?" tanya Imbang.

Ayna menggelengkan kepalanya, "Kalau bisa sih nggak usah operasi, tapi aku nggak mau sakit kalau pas haid. Nggak enak tau."

"Ya mana bisa kayak gitu. Kalau nggak dioperasi ya pasti sakitlah. Bisa pingsan tiap bulan, mungkin?" Ucap Imbang menakut-nakuti Ayna.

Ayna yang sedang berbaring memukul tangan Imbang yang ada dipinggiran ranjang dengan tangannya, "Jahat banget sih ngedoain aku kayak gitu." sewotnya.

"Ini nggak ngegodain, ini kenyataan. Kalau kamu nggak pingsan kayak tadi, kita mana tau itu kista. Padahal tiap bulan kamu sudah diberikan tanda, tapi kamu mengabaikannya. Menganggap itu hanya sakit bulanan biasa. Jadi, jalan keluar terbaik agar kamu tidak mengalami sakit lagi lebih baik di operasi, dan lagi pula jenis kista yang kamu alami itu hanya bisa disembuhkan dengan jalan operasai." jelas Imbang.

"Ya udahlah. Kayak aku punya pilihan lain aja."

"Emang nggak? orang kita udah stay di sini buat nunggu jadwal operasi kamu." jawab Imbang santai. Imbang menggenggam tangan Ayna, lalu menciuminya. "Aku tau kamu deg-degan. Percayalah, semua akan baik-baik saja. Operasinya akan berlangsung cepat  karena aku udah tanya sama dokter tadi. Jadi kamu nggak usah takut" Imbang menenangkan Ayna, ia tahu istrinya itu gelisah menghadapi operasinya besok pagi.

Ayna menatap Imbang dengan mata berkaca-kaca, "Mbang, kenapa Tuhan rajin banget sih ngasih cobaan sama kita." Ucap Ayna dengan air mata yang telah mengalir di sudut matanya."

"Hey, nggak boleh ngomong kayak gitu. Itu tandanya Tuhan sayang sama kita. Ngasih peringatan agar kita selalu ingat sama Dia. Udah jangan mengeluh. Sekarang kamu mau makan apa? Mumpung belum disuruh puasa." Imbang mengalihkan topik.

"Kenapa aku puasa?" Tanya Ayna tidak mengerti.

"Ya, biasanya sih kayak gitu. Aku nggak bisa jelasin kenapa, karna aku bukan ahlinya." Jawab Imbang asal.

"Males banget ngedengerin jawabannya." Ayna mendelik sewot.

"Paling tidak kamu nggak males sama aku." Bisik Imbang disertai kerlingan menggoda. Dan mendapat gerutuan dari Ayna.

Imbang tertawa mendengar gerutuan Ayna. Ia berharap semua akan baik-baik saja. Dan semoga operasi besok berjalan lancar harap Imbang.

***

"Harus ya Bu, Ayna minum ini?" Ayna memandang ngeri obat yang diberikan ibunya.

"Kalau mau cepat sembuh ya harus, kalau nggak ya udah nggak usah diminum." Ucap Ibunya santai, seraya menyodorkan segelas air mineral.

Dengan terpaksa Ayna meminum obat tersebut. Sepertinya, Ibunya sengaja membelikan obat china yang katanya ampuh untuk menyembuhkan luka. Konon, ada anak tetangganya di kampung yang mengalami kecelakaan parah dan meminum obat tersebut, dan lukanya cepat sembuh. Dan untuk itulah Ibunya memaksa Ayna meminum obat tersebut agar Ayna juga cepat sembuh.

"Ibu jadi pulang sekarang?" Tanya Ayna setelah menaruh gelasnya di meja.

"Iya, kasian ayah dan adik-adikmu kalau Ibu harus meninggalkan mereka lama."

Ayna mengangguk mengerti. Sudah empat hari Ibunya berada di Batam. Setelah mendapatkan kabar dari Imbang hari itu, Ibunya langsung menyusul ke Batam. Dan menemaninya hingga hari ini.

"Setelah ini kamu harus lebih peduli dengan kesehatanmu, ingat itu!" Pesan Susi pada anak perempuannya.

"Iya." Jawab Ayna, kemudian ia mendekat memeluk Ibunya. "Ibu, terimakasih sudah merawat Ayna. Padahal Ayna sudah besar, sudah punya suami tapi masih merepotkan Ibu." Ucap Ayna pelan.

Susi memukul pelan lengan Ayna, "Kamu ngomong apa sih? Walaupun kamu sudah punya suami, tapi bagi Ibu dan Ayah kamu tetap putri kecil kami. Kamu tetap Ayna kami. Jadi selagi Ibu bisa, Ibu akan merawatmu" Ibu balas memeluk Ayna erat.

"Kayaknya aku ganggu nih?" Ucap Imbang yang baru datang dari arah kamar. Imbang telah rapi karena ia akan mengantar Ibu mertuanya ke pelabuhan.

Susi melepaskan pelukannya. "Ini istrimu pengen disayang-sayang dulu sebelum Ibu pulang." Ledek Susi. Kemudian  memeluk Ayna kembali, "Ingat pesan Ibu tadi." Ucap Susi lalu mengurai pelukannya.

***

Imbang yang baru saja memasuki apartemen setelah tadi pengantar Ibu mertuanya ke pelabuhan Sekupang menghentikan langkahnya. Niatnya yang hendak menuju kamar terhenti ketika melihat Ayna tertidur di sofa ruang santai. Mendekat, Imbang mengulurkan tangannya mengusap pelan kepala Ayna. "Kenapa kamu tidur di sini, Ay." bisiknya.

Imbang duduk di karpet yang ada di samping sofa yang ditiduri Ayna. Matanya menatap Ayna yang tengah tertidur lelap. Istrinya terlihat cantik dalam tidurnya. Imbang menggerakkan tangannya disekitaran wajah Ayna dengan hati-hati, tidak ingin menganggu. Terlalu banyak yang hal yang terjadi didalam hidup mereka padahal ini baru awal. Imbang tahu Tuhan sangat sayang pada keluarganya sehingga memberikan ujian ini. Dan Imbang yakin ia dan Ayna pasti bisa melewati ini semua. Imbang kembali menatap Ayna yang tertidur pulas, "Kita pasti bisa melalui ini semua." ucapnya kemudian mengecup kening Ayna lama,  kemudian mengangkat tubuh istrinya, memindahkan kedalam kamar mereka. Dengan hati-hati Imbang membaringkan Ayna di atas ranjang mereka, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Ayna.

"Mbang." Panggil Ayna ketika Imbang baru saja memasuki kamar. Istrinya itu baru saja terbangun.

"Ya," sahut Imbang kemudian bergabung bersama Ayna diatas ranjang. "Kok udah bangun sih." Imbang menarik tubuh Ayna kedalam pelukannya.

"Kamu udah lama pulangnya?" Tanya Ayna.

"Iya, lumayan lama. Yang mindahin kamu kan aku. Nggak ingat apa, tadi kamu tidur di sofa?"

Ayna menggeleng, menyandarkan kepalanya di dada Imbang. "Mbang." Panggil Ayna.

"Hmmm," sahut Imbang.

"Apa kista kemaren mempengaruhi program kita?" tanya Ayna takut-takut. Kemaren ia tidak sempat memikirkan dampak dari operasi pengangkatan kista itu. Tapi dari yang ia baca tadi ada beberapa orang yang tidak bisa mempunyai anak setelah melakukan operasi pengangkatan kista.

"Tidak." jawab Imbang yang disambut helaan nafas lega Ayna.

"Kemaren yang diangkat kan cuma kistanya, bukan rahimmu." Lanjut Imbang mengecup kepala Ayna, ia tahu apa yang dipikirkan istrinya itu. "Tapi kalau kamu tetap bandel dan tidak mau dioperasi bisa jadi kista itu mengakibatkan rahimmu diangkat karena kistanya lengket dengan rahim." jelas Imbang.

Ayna lega mendengarnya, berarti pengangkatan kistanya kemaren adalah keputusan yang tepat. Karena dari situs yang dia baca ada banyak orang yang tidak melakukan operasi namun kistanya bisa sembuh setelah orang itu melahirkan.

"Udah jangan dipikirkan lagi. Setelah kamu sembuh kita akan memulai kembali program membuat adek bayinya. Kamu dan aku. Kita berdua akan selalu berdoa dan berusaha agar Tuhan bosan dan akhirnya memberikan kita adek bayi."

Ayna mengangkat kepalanya menatap Imbang yang juga menatapnya. "Berdua kita pasti bisa lalui ini semua." Ucapnya yakin.

"Ya, kita berdua akan melalui ini semua. Asal kita saling yakin dan  percaya." Imbang mengecup kening Ayna, berlanjut ke mata terakhir mencium bibir Ayna lama. "Udah, aku harus mengakhiri ini semua sebelum aku kehilangan kendaliku." Ucap Imbang setelah ciuman panjang mereka.

Ayna tertawa, "Sabar ya." Ucapnya kemudian melepaskan diri dari pelukan Imbang.

"Selalu."












Midnight update untuk ImbangAyna. Enjoy Gaess :D

Typo masih bertebaran. Dan maaf untuk feel yang kurang greget :(

With love,

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top