31. Hanya Kamu Satu
Dengan semangat 45, Ayna melangkahkan kakinya memasuki bangunan apartemen tempat dimana ia tinggal beberapa bulan terakhir ini. Berharap semoga Imbang berada didalam unit mereka sedang berleha-leha atau sedang lelap tertidur di kamar mereka. Sabtu adalah jadwal malasnya Imbang. Dan ini masih pagi, masih jam 9.
Namun harapan tinggal harapan. Ketika Ayna membuka pintu unit mereka, ia melihat Imbang tengah duduk di sofa membelakanginya, dan seorang wanita yang tengah mengusap lengan Imbang.
Ayna mematung ditempatinya. Menatap Imbang dan wanita itu. Sepertinya ada hal serius yang mereka bicarakan hingga tidak menyadari keberadaan Ayna.
Setelah berdiri cukup lama, memperhatikan dua orang itu, Ayna berdeham guna merebut perhatian dua orang itu. Dan itu cukup berhasil karena membuat Imbang menolehkan kepalanya kearah dimana suara dehaman berasal.
Imbang berdiri seketika menghampiri Ayna, memeluk istrinya itu. "Loh Ay, kok nggak bilang kalau kamu pulang hari ini?" Ucap Imbang dalam pelukan Ayna.
Ayna hanya diam tak membalas pelukan Imbang. Matanya menatap lurus pada wanita yang tengah menatapnya dengan seringaian dibibir. "Ay, kenalin ini adekku, Gamela." Imbang melepas pelukannya dari Ayna dan berbalik menatap Gamela. "Mela, ini Ayna istri abang." Ucap Imbang menatap Mela, seraya memberi isyarat mata agar adik tirinya itu mendekat.
"Mela," Gamela mengulurkan tangan ogah-ogahan.
Ayna balas menjabat tangan Mela. Lama mereka saling berjabat tangan hingga Imbang menarik tangan Ayna dan membawa istrinya itu untuk duduk di sofa.
"Serius bang itu istri lo? Cantik sih, tapi keliatan banget, nggak berkelasnya."
Ayna menghentikan langkahnya, dan berbalik menatap Mela yang berdiri dibelakangnya dengan tangan bersidekap didada.
"Melaaa," ucap Imbang mengeram marah, menatap adiknya itu tidak suka. "Udah Ay, nggak usah didengarin dia." Ucapnya kemudian, membawa Ayna untuk duduk disampingnya.
"Tapi benerkan Bang, lo liat deh penampilannya nggak banget. Seharusnya dia sadar jadi istri siapa, jadi nggak malu-maluin, masa istri Jagara Imbang, penampilannya macam gembel gitu." Ucap Mela tanpa peduli apakah Ayna akan tersinggung dengan kata-katanya atau tidak.
"Melaaa!" Bentak Imbang, yang langsung berdiri dari duduknya, dia sangat marah karena Mela berkata yang tidak sopan.
"Apaan sih Bang, yang gue bilang itu benar kok. Seharusnya lo cari istri yang sepadan dengan keluarga kita. Lo itukan, satu-satunya anak lelaki dikelurga kita, jadi seharusnya lo harus mikirin bibit bebet bobotnya, gue heran kenapa tante Lia ngasih restu begitu aja. Pantesan Oma nggak setuju sama tante Lia, seleranya itu loh nggak ..."
"Melaaa! Sekali lagi kamu ngomong yang kurang ajar tentang Ibu dan istriku, kamu boleh angkat kaki dari apartemen ini." Murka Imbang dengan dada yang sudah naik turun menahan amarah.
Mela menghentakkan kaki berjalan menuju kamarnya, yang dia tempati selama tinggal di apartemen Imbang.
Ayna yang tidak tahu apa-apa dan sedari tadi hanya menjadi pendengar menarik tangan Imbang untuk mendekat padanya, kemudian memeluk pria itu, berharap bisa memberi ketenangan.
Imbang balas memeluk Ayna, ada banyak hal yang harus ia jelaskan pada istrinya itu. "Aku banyak hutang penjelasan padamu, Ay." Bisik Imbang dalam pelukannya.
***
"Jadi setelah aku mengunjungi kamu waktu itu, aku dapat tugas sekitar semingguan ke Jepang. Trus habis dari Jepang aku ngurusin masalah produk recall sampe aku harus bolak balik Singapura, dan ketika di sana aku ketemu Mela yang lagi kabur dari orang tuanya. Ya, walaupun aku nggak berhubungan baik dengan ayahku, tapi aku nggak mungkin mengabaikan Mela yang memang sedang butuh bantuan, ditambah dia memohon-mohon untuk diberikan izin untuk menumpang sementara, jadi aku membawanya kesini. Aku berpikir daripada terjadi hal yang tidak-tidak padanya, jadi, ya aku membawanya." Jelas Imbang panjang lebar.
Ayna hanya mengangguk tanda mengerti, "trus kenapa kamu nggak ngasih kabar sama aku, kalau di telpon nggak diangkat, trus pesanku nggak kamu balas. Kamu nggak ingat udah punya istri yang lagi nungguin kabar dari kamu?" Ayna mencecar Imbang dengan pertanyaan yang sudah bercokol lama diotaknya.
"Itu masalahnya Ay, aku nggak tahu naruh handphone ku dimana. Sudah dua minggu ini. Dan aku belum sempat untuk membelinya. Yang aku pakai itu hanya laptop dan tablet. Ay, maafkan aku yang jarang memberi kabar. Tapi aku selalu ingat kok Ay, kalau aku udah punya istri." Imbang mencium kening Ayna yang berada dalam pelukannya. Saat ini mereka sedang berada diatas ranjang, berbincang-bincang setelah tadi makan siang.
"Trus ini foto siapa?" Ayna melonggarkan pelukan Imbang, menggapaikan tangannya pada nakas yang berada disampingnya untuk mengambil handphone yang ditaruhnya di sana.
Imbang mengambil handphone yang diserahkan Ayna, memperhatikan dengan seksama foto dirinya dengan seorang wanita. Sesaat kening Imbang berkerut, mungkin mengingat kapan benarnya foto tersebut. "Ini kan waktu aku dan Gamela di Singapura." Ucapnya kemudian. "Kamu dapat foto ini dari siapa?" Tanya Imbang penasaran.
Di foto itu terlihat Imbang tengah duduk berdampingan dengan seorang wanita, mungkin karena angle pengambilannya, jadi seolah Imbang dan wanita itu tengah duduk mesra.
"Nayaka yang ngasih liat. Dia bilang ini pacar kamu."
"Benar-benar si Nayaka. Tapi kamu nggak mikir yang macam-macam kan, Ay? Ngira aku selingkuh gitu?" Imbang menatap Ayna dalam, mencari tahu adakah pikiran yang tidak-tidak dari mata istrinya itu.
"Ya mikirlah. Ditambah kamu jarang ngasih kabar dan susah buat dihubungi tambah penuh lah otakku ini sama prasangka buruk. Trus aku mikir, ya udahlah kalau kamu udah bosan sama aku. Toh cinta nggak bisa dipaksakan. Lebih baik sekarang aku taunya daripada nanti ketika cintaku makin dalam trus kamu nikah sama selingkuhanmu. Bisa stres mungkin aku."
"Nggak ada istilah bosan Ay. Kamu itu malah yang bikin duniaku berwarna yang nggak akan aku temukan ditempat lain. Dan nggak pernah terbesit di otakku untuk mendua. Karena aku nggak mau menjadi seperti ayahku. Jadi Ay, kamu harus percaya aku. Hanya kamu satu, Ay. Hanya kamu." Imbang merengkuh Ayna dalam pelukannya dan menghujani wajah istrinya itu dengan ciuman.
***
"Sarapan apa kita, Ay?" Imbang memeluk Ayna dari belakang, melingkarkan tangannya dipinggang ramping istrinya itu.
"Yang simple dan memgenyangkan itu ya nasi goreng. Emang kamu mau aku kasih roti?"
Imbang langsung menggeleng sebagai jawaban. "Mana kenyang kalau cuma makan roti. Apalagi semalam energiku habis karena kita kerja lembur. Jadi aku butuh energi banyak untuk beraktifitas." Ucap Imbang menyandarkan dagunya di bahu Ayna, lalu memberikan ciuman-ciuman kecil disana.
"Gayanya beraktifitas. Emang minggu mau kemana? Lembur di PT?" Ayna membalikkan tubuhnya menghadap Imbang.
"Iya, mau lembur. Lembur sama kamu." Ucapnya lalu mengecup bibir Ayna.
Akhirnya Imbang menyudahi aksi ciumannya karena mereka berdua sama-sama membutuhkan oksigen untuk bernafas. Bersama Ayna kecupan tidak akan pernah cukup bagi Imbang, akan ada aksi lainnya. Apalagi mereka telah lama tidak bersua.
"Udah berapa lama sih lo nikah Bang?" Ucap Mela dengan santai sembari mulutnya mengunyah nasi goreng buatan Ayna.
"Kenapa? Penting buat lo?" Jawab Imbang jutek karena masih kesal dengan adiknya itu.
"Nggak penting sih. Tapi bini lo kok belum hamil juga. Masih muda kan? Tembakan lo nggak kuat ya Bang, atau bini lo mandul?" Ucap Mela tanpa pikir panjang.
Ayna langsung menghentikan kegiatan makannya, menatap Mela bengis.
"Itu bukan urusan lo ya Mel. Lagian gue sama Ayna juga baru nikah, jadi kita nggak mau buru-buru."
"Klise banget sih Bang alasan lo. Mending lo check sana, siapa tau bini lo mandul. Muda bukan berarti nggak bisa mandul loh Bang. Ingat Bang, lo butuh kasih keturunan buat keluarga kita. Secara lo anak laki satu-satunya. Jadi lebih cepat lo tau lebih baik. Lo bisa cari istri baru dengan segera." Ucap Mela kemudian meninggalkan meja makan dengan segera.
"Melaaa. Sopan ya kalau ngomong!" Bentak Imbang, lalu membanting sendoknya, menatap geram punggung Mela yang menjauh.
Kemudian Imbang berjalan mengikuti Mela, entah apa yang terjadi tapi sepertinya mereka bertengkar. Dan Ayna tidak peduli. Dia hanya diam mematung di kursinya. Benar juga apa yang dikatakan Mela. Kenapa dia belum hamil juga. Padahal mereka sudah menikah selama tiga bulan dan intensitas berhubungan mereka lancar. Kecuali saat dia berada di Jakarta kemaren. Dan lagi, banyak temannya yang sebulan menikah langsung hamil.
"Mbang, kalau benar aku mandul, gimana?" Tanya Ayna, menyuarakan apa yang ada di otaknya.
Imbang yang sudah kembali terkejut mendengar pertanyaan Ayna. Dia mendekap istrinya itu seraya berkata, "Kenapa kamu ngomong gitu, Ay? Kita itu baru saja menikah, dan masih banyak waktu lagi buat kita untuk melakukannya. Dan kamu masih sangat muda. Jadi kita pelan-pelan saja. Nggak usah terburu-buru. Bukankah kamu juga ingin kuliah? Jadi, anak belum masuk prioritas utama kita. Tapi kalau Tuhan mau memberikannya dengan segera kita akan terima dengan suka cita."
Dengan berlinang air mata Ayna menatap Imbang yang tersenyum kepadanya. Senyuman yang sangat pria itu paksakan. "Tapi Mbang, kalau benaran aku nggak bisa hamil, kamu boleh kok ceraiin aku. Biar kamu bisa punya keturunan. Biar kamu bisa ..."
Imbang segera membungkam mulut Ayna dengan menciumnya. Dia tidak mau istrinya itu mengucapkan kata-kata yang tidak ingin ia dengar. " Hanya kamu satu Ay, aku tidak butuh yang lain. Cukup kamu dalam hidupku itu lebih dari apapun. Dan jangan pernah berpikiran yang tidak-tidak." Ucap Imbang diakhir ciumannya. "Dan aku akan menyuruh Mela pergi dari sini segera." Ucapnya kemudian.
Sorry untuk typo bertebaran. Happy reading.
With love,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top