30. Ini Sangat Melukaiku
"Mana dompetnya?" Ayna menadahkan tangan, meminta Imbang menyerahkan dompet miliknya.
"Buat apa?" Tanya Imbang heran, namun tetap menyerahkan dompetnya ketangan Ayna.
"Aku marah sama kamu. Gara-gara kamu, aku telat, trus di warning pak Didi." Ayna menerima dompet Imbang dan memasukkan ke dalam tasnya.
"Trus apa hubungannya sama dompetku? Imbang menatap Ayna heran. Tetapi mengikuti langkah Ayna memasuki sebuah butik besar yang ada di Mall.
"Marah itu bikin aku stres, dan biasanya kalau aku stres bawaannya pengen belanja. Jadi karena kamu penyebabnya, maka aku mau hukum kamu, caranya dengan menguras isi dompetmu." Jelas Ayna.
"Isi dompetku kan punya kamu juga Ay, kalau kamu kuras berarti kamu menguras duitmu sendiri." Bisik Imbang, lalu mengecup kepala Ayna.
"Ya udah, bagus dong." Ayna tersenyum menghadap Imbang, "Ayo kita mulai!" Ayna menarik tangan Imbang menuju rak pakaian yang tadi dilihatnya.
Tiga jam lebih mereka keluar masuk dari satu toko ke toko lainnya. Membeli bermacam-macam pakaian yang diinginkan Ayna, namun diseleksi secara ketat oleh Imbang. Dan tentu saja menyebabkan perdebatan kecil diantara mereka.
"Apa-apaan sih, semua nggak boleh. Masa aku nggak boleh pake dress. Dimana-mana orang senang liat pasangannya feminim, nah kamu, masa nggak ngebolehin aku gitu." Ayna masih saja mengomeli Imbang dan hanya dibalas cengiran tak bersalah oleh pria itu.
"Kamu kalau mau manis-manis, mau feminim pas sama aku aja. Kalau nggak ada aku dekil-dekil aja. Nggak usah gaya-gayaan, nggak usah dandan-dandan cantik. Kamu cuek sama penampilan aja, banyak yang suka, apalagi kalau dandan."
"Maksudnya apa? Aku dekil gitu? Tega banget, ihhh." Ayna mencubit pinggang Imbang gemas.
"Au, sakit Ayna." Imbang menahan tangan Ayna yang masih bertengger manis di perutnya. Mencubitnya dengan sepenuh hati.
Ayna menjauh dari Imbang. Menyudut di kursi food court tempat mereka melepas penat. Menyandarkan tubuhnya ke kaca, Ayna menatap Imbang sebal. "Kalau aku dekil, kenapa kamu pacarin aku? trus nikahin aku? Harusnya orang kayak kamu itu itu nikahnya sama orang yang berkelas, bukan gembel kayak aku?" Ucap Ayna, menatap Imbang sengit.
Imbang mendekat, kemudian merangkul bahu Ayna, membawanya ke pelukannya. "Aku nggak ada maksud buat ngatain kamu gitu. Tapi, yang cuek kayak kamu kan limited edition, one in the million, Ay." Ucap Imbang mengecup pipi Ayna. "Jadi, jangan marah dong Ay, kan kamu yang bilang biar dekil yang penting oke. Lagian dekilnya kamu itu berbeda dari yang lain. Itu yang membuat kamu terlihat mencolok, hingga bagiku, kamu lebih menarik dari yang lain. Dari cewek berkelas yang kamu bilang itu." Ucap Imbang. Gila aja kalau si Nyonya marah, bisa nggak diberi jatah sebelum Nyonya ke Jakarta.
"Alasan aja. Sana jauh-jauh. Aku masih marah sama kamu." Ayna mendorong tubuh Imbang agar melepaskan pelukannya.
"Maafin dulu baru aku lepas."
"Aku kan masih marah sama kamu, artinya aku belum bisa maafin kamu." Ucap Ayna dengan bibir cemberut.
"Ya udah, aku peluk kamu terus sampai kamu maafin aku."
"Ih, nggak malu apa diliatian orang." Ayna menatap sekelilingnya, dimana orang-orang tengah sibuk menyantap makanannya.
"Nggak masalah." Ucap Imbang tidak peduli.
"Terserah kamu, yang penting aku mau makan. Awas!" Ayna menarik makanannya yang dipesannya tadi ke hadapannya. Kemudian menyantap makanannya, tanpa peduli pada Imbang yang hanya bisa menatap lapar.
***
"Kamu tega ya, Ay." Keluh Imbang.
Mobil yang dikendarainya, sedang merayap diantara kemacetan yang melanda.
"Salah siapa? Kan aku udah bilang kalau aku mau makan. Dan itu juga berlaku buat kamu." Ayna tidak mau Imbang menyalahkannya.
Siapa suruh Imbang tetap memeluknya. Bukankah mereka memasuki food court itu karena kelaparan setelah berkeliling Mall.
"Tapi, paling tidak tadi kamu menyuapiku sementara aku memelukmu."
"Itu mah maunya kamu, aku kan sedang marah, mana ada orang marah main suap-suapan." Jawab Ayna tidak mau kalah.
Imbang berdecak sebal, "dasar istri nggak romantis." Dumelnya.
"Emang nggak romantis, kenapa? nyesel nikahin aku?"
"Nggak lah, kita kan saling melengkapi." Imbang tersenyum kearah Ayna. "Tapi Ay, nggak pa-pa tadi nggak makan, asal jatah malam tetap kamu kasih." Ucap Imbang menggenggam tangan Ayna.
"Yee, pede banget jadi suami. Karena kamu ngingatin sekalian aja jatah malam nggak usah aku kasih."
"Yaaa, nggak asik banget sih Ay. Tambah laper jadinya ini."
Ayna menggeleng-gelengkan kepala mendengar keluhan Imbang. "Makanya jangan macam sama istri kalau nggak mau kelaparan lahir bathin." Lalu Ayna menyodorkan sepotong roti yang disimpannya di dalam tas pada Imbang. "Karena aku baik makan ini dulu, biar kamu nggak ngedumel sepanjang jalan. Dan biar kita selamat sampai di rumah." Ucap Ayna sembari tangannya mengarah ke mulut Imbang , "Makanya sama istri nggak boleh durhaka, laparkan jadinya." Oceh Ayna namun tetap menyuapi Imbang dengan potongan roti yang ada ditangan dan segelas minuman.
Ayna tahu Imbang pasti sangat lapar, tapi dasar suaminya itu sableng. Demi membujuknya tadi, Imbang tak mau melepas pelukannya. Padahal Ayna tadi hanya iseng saja. Toh, benar kata Imbang dekil itu memang style nya. Dekil dalam konteks Ayna bukan berarti kotor. Karena Ayna sangat menjaga kebersihan. Dekil Ayna itu tetap mengacu kepada mode, namun terlihat cuek dan santai. Sebagaimana motto yang diagung-agungkannya selama ini 'Be are the kill yang penting ok!'
***
"Udah masuk semua kan Ay, bajunya?" Tanya Imbang untuk kesekian kalinya. Dan hanya dibalas anggukkan oleh Ayna.
Imbangnya akan berubah menjadi si Suami yang cerewetnya mengalahkan Ibu-Ibu, yang akan melepas anak gadisnya merantau ketika berurusan dengannya.
Ini tidak boleh. Itu tidak boleh. Pakai ini tidak boleh. Ke sini tidak boleh. Masih banyak lagi larangan yang membuat otak Ayna yang biasa bermuatan 2 gigabyte, langsung menciut menjadi 512 megabyte. Karena mendengar banyaknya larangan dari Imbang.
Ayna melangkah lesu ke luar kamar. Meninggalkan Imbang yang sedang berkacak pinggang menatap koper besar hasil karyanya.
Seharusnya Ayna tidak perlu membawa koper yang besarnya mengalahkan tubuhnya. Ayna itu simple person. Nggak ada istilah ribet dalam hidupnya. Yang penting ada pakaian kerja, jeans dan kemeja serta beberapa helai baju tidur itu sudah cukup. Tapi si Ibu-Ibu 'jadian' telah menyulap karelnya menjadi koper yang sangat amat besar dan Ayna hanya bisa pasrah melihatnya.
"Ingat ya Ay, nggak boleh pakai baju seksi-seksi." Imbang telah duduk disamping Ayna menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. Lelah, mungkin?
"Gimana mau pake baju seksi, yang milihin bajuku aja kamu."
"Makanya aku pilihin baju, trus aku packing satu koper besar biar kamu nggak punya alasan buat beli baju di sana."
"Dasar Imbang dan kelicikannya." Kesal Ayna.
"Itu antisipasi namanya , Ay." Ucap Imbang bangga.
"Nggak bakalan aku beli baju yang aneh-aneh. Mau dipake kemana coba? Pake baju seksi? Yang ada aku masuk angin. Kayak nggak tau aja. Kalau aku buka-bukaan itu cuma ketika kita bercinta. Sisanya? Aku pake piyama panjang, pake trening, kalau jalan pake jeans sama kaos atau nggak kemeja." Jelas Ayna panjang lebar. Imbang ini seperti tidak tahu saja sifat ndeso Ayna. Kena AC saja meriang, bagaimana mau pakai-pakaian yang terbuka.
"Yah, siapa tahu kamu khilaf trus beli baju seksi trus kamu pake nge-mall bareng teman-temanmu." Imbang tetap dengan pendapatnya.
"Ya, ya, terserah kamu aja." Ucap Ayna pasrah. Imbang mana pernah mau kalah kalau adu argumen dengannya.
"Gitu dong," Imbang tersenyum senang. "Karena aku udah baik sama kamu, pijitin dong, Ay. Pegel juga packing barang segitu." Imbang sudah berbaring di sofa dengan kaki terulur di atas paha Ayna.
"Dasar!" Bathin Ayna. Namun tangannya tetep bergerak lincah memijat kaki Imbang.
***
Sudah satu bulan lebih Ayna di Jakarta, minggu pertama dan kedua benar Imbang menyusulnya di Jum'at sore dan kembali lagi ke Batam Senin pagi. Namun di minggu berikutnya pria itu tak menepati janjinya. Ayna mencoba berpikiran positif, mungkin saja suaminya itu sibuk. Namun tetap saja pikiran buruk tak bisa ia hapuskan dari otaknya.
Ayna memasuki kamar hotel yang ditempati dengan lunglai. Selama di Jakarta ia dan teman-temannya yang lain memang menginap di hotel. Yang kelas biasa saja, bukan hotel kelas wahid. Dan biasanya mereka akan diantar jemput oleh kendaraan yang disediakan PT. Dan tadi, Maya teman satu kamarnya tidak pulang dengan mobil PT, alasannya, ia akan ke tempat saudaranya. Alasan yang sama, yang sering Ayna berikan dulu, ketika Imbang masih sering mengunjunginya.
Ayna merebahkan tubuhnya di ranjang single yang ia tempati. Menatap ponsel yang sedari ada digenggamnya. Kemana pria itu? Mengapa akhir-akhir ini jarang memberi kabar. Ataukah benar yang dikatakan Nayaka bahwa ... ah entahlah, Ayna tidak mau berpikiran terlalu jauh, karena ia tidak mempunyai bukti.
***
"Masih nggak percaya sama bukti yang udah saya kasih?" Nayaka duduk disamping Ayna yang sedang menginput data terakhir hari ini.
Sesaat Ayna menatap Nayaka, namun kemudian ia kembali sibuk dengan file yang ada di depannya. "Yang ini di scan juga nggak Pak?" Ayna mengangkat selembar kertas di tangan kanannya, memperlihatkan pada Nayaka.
Sebenarnya Ayna paling malas berbicara pada Nayaka. Namun ia masih dalam lingkungan perusahaan jadi ia mengabaikan kekesalannya pada Nayaka si biang rusuh.
Nayaka mengambil kertas itu dari genggam Ayna lalu menelitinya sesaat. "Iya, scan aja. Ini bakal dikirim datanya ke Jepang." Ucapnya kemudian mengembalikan kertas itu pada Ayna.
Ayna melakukannya dengan cepat. Menscan kertas itu pada mesin scanner yang ada di depannya, lalu menyimpannya dalam file tempat biasa dokumen sending to Japan tersimpan. Ia tak mau berlama-lama berada disamping Nayaka. Paling tidak kalau pekerjaannya menginput data telah siap, ia bisa membantu teman-temannya yang lain. Dan artinya ia bisa terbebas dari Nayaka.
Ayna merapikan mejanya bersiap ke tempat teman-temannya yang sedang mencek kondisi produk yang membuat mereka harus berada di Jakarta. Kyoto Company itu perusahaan elektronik di mana komponennya dipakai oleh beberapa brand terkenal. Dan waktu itu ada complain dari kostumer tentang produk yang diproduksi Kyoto dan membuat Kyoto mengirimkan beberapa orang karyawannya untuk checking product. Dan ternyata kesalahan itu tidak berasal dari Kyoto, melainkan dari brand yang salah menaruh spec untuk produknya.
"Kamu bisa buktikan bahwa yang saya katakan itu benar, karena seminggu lagi kita akan kembali ke Batam." Ucapan Nayaka membuat langkah Ayna terhenti seketika.
Ayna menatap Nayaka yang sedang menatapnya dengan senyuman miring tercetak di sudut bibirnya.
"Iya, seperti yang kamu dengar, pekerjaan kita lebih cepat selesainya. Dan itu seminggu lagi, dan kamu bisa membuktikan kebenaran dari foto yang saya perlihatkan waktu itu." Ucap Nayaka lalu meninggalkan Ayna yang masih mematung di tempatnya.
Ayna menarik nafas dalam untuk menahan gejolak di dadanya. Ia tak boleh cengeng, dan tak boleh meneteskan airmatanya disini, dihadapan banyak orang. "Aku percaya kamu, tapi kalau ini benar, ini sangat melukai ku." Batin Ayna, kemudian melangkahkan kakinya menuju teman-temannya untuk membantu di sana.
Midnight update ya Gaess. Sorry untuk typo. Dan happy reading :)
With love,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top