24. Itu Baru Satu
"Sial!" Nayaka menendang ban mobilnya kesal. Lalu kembali ke lobi PT untuk berteduh. Padahal tadi ban mobilnya baik-baik saja. Tapi lihatlah sekarang, ban sisi kanannya kempes depan belakang. Bayangkan depan belakang.
"Arggghh," Nayaka mengacak rambutnya kesal. Kenapa ban mobilnya bisa kempes begitu. Dia punya janji mengencani wanita hari ini. Bagaimana dia bisa mendapatkan targetnya kali ini, kalau dikencan pertama saja dia sudah ingkar janji.
Pasti ada yang mengerjainya. Tapi siapa?
***
Beberapa saat yang lalu.
"Ayna, bisa saya minta tolong antarkan berkas ini ke gedung 3?" Ini adalah pertanyaan yang bermuatan perintah dan pastinya harus dipatuhi Ayna.
"Sekarang, Pak?"
"Kalau boleh sih tahun depan, tapi sayang, dokumen ini dibutuhkan untuk shipping besok pagi. Jadi kamu harus mengantarnya sekarang juga."
Didi sialan, harus ya dia bicara seperti itu. Siapa tahu dokumen itu bisa diantar nanti, setelah Ayna menyelesaikan berkas yang sedang diinputnya. "Baiklah, Pak." Ayna mengambil dokumen yang ditaruh Didi diatas mejanya, lalu meninggalkan ruangan data entri menuju storage yang ada di gedung 3.
Karena gedung 3 itu adalah gedung paling ujung dari Kyoto dan akses tercepat hanya lewat parkir depan, maka dari itu Ayna melangkahkan kakinya ke area parkir yang biasanya diisi oleh mobil-mobil para atasan. Tapi terlebih dahulu Ayna harus mengganti production shoes nya dengan sepatu biasa, karena dia melewati area yang bukan untuk produksi termasuk gedung 3 yang hanya digunakan sebagai storage.
Setelah mengganti sepatunya Ayna dengan cepat menuju gedung 3. Menyerahkan dokumen yang dibawanya lalu kembali ke gedung 1 dan menyelesaikan pekerjaannya karena sebentar lagi waktunya untuk pulang.
Namun langkahnya terhenti ketika melihat sebuah mobil yang sangat ia kenal. Mobil Imbang. Namun perhatiannya teralihkan ketika ia melihat mobil berwarna merah milik Nayaka. Ayna tidak tahu jenis mobil apa itu tapi yang ia selalu ingat dari mobil itu adalah platnya, 61 LA, sama seperti pemiliknya yang gila begitulah plat mobilnya. Dan entah setan darimana sebuah ide terlintas dibenak Ayna. Ia melihat sekelilingnya yang sepi, lalu menghampiri mobil Nayaka dan mengempeskan dua bannya. Itu begitu cepat dan Ayna tidak tahu dari mana ia mendapatkan kecepatan itu. Dan setelahnya, Ayna kembali ke gedung 1 dengan senyum merekah di bibirnya. Itu baru satu!
***
"Kelihatannya kamu lagi senang." Imbang menyerahkan segelas susu hangat untuk Ayna.
Ayna menerima gelas pemberian Imbang dengan cemberut. Sudah berulang kali dia mengomeli Imbang karena pacarnya itu, memaksanya meminum susu, tapi tak sekalipun Imbang mendengarkannya. Selalu, setiap harinya, Imbang membuatkan segelas susu dan memastikan Ayna meminumnya. Dan dengan terpaksa pastinya Ayna meminumnya.
"Nggak ada." Ayna menaruh gelas kosongnya di meja didepan sofa yang tengah mereka duduki.
"Serius?" Tanya Imbang.
"Iya."
Imbang mengangguk, "geser dikit." Imbang meminta Ayna menggeser duduknya hingga ia bisa berbaring di sofa. "Pijit dong Ay?" Imbang menaruh kakinya di paha Ayna dan meminta Ayna memijat kakinya.
"Nggak mau." Ayna mencoba mendorong kaki Imbang yang ada di pahanya. Namun tidak bisa.
"Ayolah, Ay. Ini hukumanmu." Ucap Imbang. "Siapa suruh kamu tidak membalas pesanku." Imbang mengingatkan tentang kejadian dua hari yang lalu.
"Itu sudah dua hari yang lalu Imbang! Dan siapa suruh kamu ke areaku berpura-pura audit. Bukan aku yang pasti?"
"Aku tidak peduli, lakukan hukumanmu." Titah Imbang.
Dengan bersungut-sungut Ayna memijat kaki Imbang yang ada dipahanya. "Dasar Jagara Imbang licik, curang, modus..." Ayna mengumpat sembari tangannya terus memijat Imbang dengan sekuat tenaganya.
"Aku mendengarnya Ayna." Imbang membuka matanya yang sedari terpejam karena menikmati pijatan dari Ayna.
"I don't care." Jawab Ayna tidak peduli, masih melanjutkan pijatannya.
Imbang kembali memejamkan matanya, membiarkan Ayna tetap menggerutu sembari memijat kakinya.
"Mbang." Panggil Ayna. Ia tidak terima Imbang enak-enakkan tidur sementara ia capek memijat laki-laki itu.
Tak ada balasan dari Imbang sepertinya pria itu benar-benar tidur.
"Mbang, kalau bulu kakinya di waxing kayaknya keren deh." Ayna bermonolog. "Ku coba cabut satu dulu, biar nanti pas waxing beneran kamu nggak kaget." Lagi Ayna bermonolog dan mencabut sehelai bulu kaki Imbang.
Imbang yang hanya pura-pura tidur langsung membuka matanya ketika mendengar Ayna bermonolog. Ia harus menghentikan rencana gila gadisnya itu, namun belum sempat ia berkata-kata, ia merasakan perih dikakinya karena Ayna mencabut sehelai bulu kakinya. "Aww, Ukrayna!" Imbang langsung duduk seraya mengusap kakinya yang perih.
"Hahaha, kenapa sakit ya? Segitu doang masa sakit. Cemen, ah!" Ejek Ayna masih dengan tawanya.
"Dasar gadis nakal, sini kamu!" Imbang menahan tubuh Ayna dengan kakinya, karena gadis itu hendak melarikan diri. "Kamu harus mendapat hukuman." Ayna meronta karena pergerakannya terhalang kaki Imbang.
"Imbang lepas! Aku nggak kuat." mohon Ayna karena Imbang menggelitiknya.
"No, kamu harus dihukum." Imbang masih saja menggelitik pinggang Ayna.
"Ampun, Imbang." Mohon Ayna, ia telah meringkuk melindungi dirinya.
Imbang berhenti menggelitik Ayna, mendekat kearah gadisnya yang telah meringkuk seperti janin di sudut sofa. "Makanya jangan jahil jadi orang." Ucap Imbang di telinga Ayna. Sekarang ia telah berada diatas gadisnya, menutup akses Ayna jikalau gadisnya itu berencana untuk kabur.
"Habis kamu enak-enakan tidur, sementara aku capek mijatnya." Ayna berkata dengan nafas yang belum stabil.
"Aku kan menikmati pijatan mu Ayna." Ucap Imbang mencium pipi Ayna.
"Alasan," bantah Ayna, lalu berubah posisi tidurnya menghadap Imbang.
"Serius." Ucap Imbang mencuri satu ciuman di bibir Ayna, "rasa vanila," gumam Imbang, kemudian menyatukan bibir mereka kembali.
Imbang menghentikan ciuman panas mereka setelah beberapa saat. "Bibirmu itu, candu untukku, dan aku harus menghentikan kegiatan menyenangkan ini sekarang." Ucap Imbang frustrasi. Kemudian beranjak dari atas tubuh Ayna.
Ayna menatap Imbang yang tengah mengacak rambutnya frustrasi. "Maaf," ucap Ayna seraya duduk disamping Imbang. Seharusnya ia tadi mengingatkan Imbang bukannya malah menikmatinya.
"It's okey." Imbang mengacak rambut Ayna lalu beranjak berdiri dari duduknya bermaksud meninggalkan Ayna.
"Kemana?" Tanya Ayna.
"Menidurkan dia." Imbang menunjuk bagian bawahnya.
"Hahaha, sorry ya, udah bikin dia bangun." Ayna tertawa melihat ke arah selangkangan Imbang.
"Tidurin kek, Ay. Kan kamu yang bikin dia bangun." Namun Imbang tetap berjalan kearah kamarnya.
"Okey, tapi kamu nggak boleh buang di tanganku." Ayna menyanggupi.
"Good girl. Sini!" Imbang tersenyum senang, mengulurkan tangannya meminta Ayna mengikutinya.
***
"Udah sampai mana persiapan mu?" Tanya Falsa. Dia dan Ayna sedang berada di angkringan yang ada didepan komplek perumahan mereka.
"Nggak ngerti udah sampe mana. Yang aku tau, orangtuaku lagi ngurusin surat-surat gitu." Jawab Ayna. Ia memang tidak tahu sejauh mana persiapan pernikahannya dan Imbang.
"Kok aneh, kayak kamu nggak antusias gitu." Falsa mengambil tempe mendoan yang entah potongan ke berapa lalu memasukkan kedalam mulutnya.
Ayna menatap Falsa dengan dahi berkerut, "Enak aja. Antusias kok, kan sekali seumur hidup." Ayna tidak terima dengan ucapan Falsa. Kemudian meniup bandrek nya yang masih mengepul sebelum meminumnya. "Mungkin karena ku nggak pesta jadinya nggak ribet kayak orang-orang kebanyakan." Lalu menaruh cangkir yang masih dipegangnya di meja kecil yang ada di hadapannya.
"Ohh," Falsa mengangguk-angguk mengerti. "Trus apa kabar si Nayaka sableng itu? Masih sering nyinyirin kamu?"
Falsa adalah teman dimana Ayna sering berbagi cerita, baik masalah pekerjaan maupun masalahnya dan Imbang. Jadi Falsa tahu apa yang dilakukan Nayaka terhadap Ayna, dan ucapan kasar yang sering pria itu lontarkan.
"Masih kayak biasa. Kalau ketemu suka ngomong yang nggak mutu. Aneh banget, liat cowok tapi mulutnya ngalah-ngalahin cewek gitu."
Falsa tertawa mendengar ucapan Ayna, "Kamu baru nemu ya pasti ngerasa aneh, banyak kok, orang-orang yang kayak gitu. Jadi, abaikan aja. Bungkam mereka dengan fakta bahwa kamu bukanlah simpanan atau cewek murahan."
"Nanti, kalau mereka tau aku dan Imbang suami istri, pasti tambah parah lagi omongannya." Ayna bergidik ngeri dengan tingkah orang-orang yang sering mengosipinya.
"Makanya pestanya dibikin besar biar mereka kaget." Falsa mulai menghasut Ayna agar temannya itu mau memberi sedikit pelajaran dengan para pengosip itu.
Ayna menggeleng tanda tak setuju, "Nggak ah, sayang duitnya. Daripada ngabisin duit buat biaya katering trus ngasih makan orang-orang kayak gitu, mending tuh duit buat jalan-jalan."
"Dasar pelit!" Maki Falsa yang dibalas tawa oleh Ayna.
"Zaman kayak gini nggak boleh asal buang duit Fal, biaya hidup itu makin mahal. Jadi daripada dibuang buat manas-manasin orang-orang yang nggak penting. Mending dipake buat jalan-jalan."
"Huu, dasar. Sama aja kali, jalan-jalan itu juga buang-buang duit." Falsa tidak terima.
"Beda kali Fal, jalan-jalan ini lebih ada faedahnya daripada manas-manasin orang. Kan habis jalan-jalan bisa manasin ranjang. Bulan madu Fal, bulan madu." Ayna menaik turunkan alisnya menggoda Falsa.
"Sableng!" Falsa tertawa karena tahu maksud Ayna. "Udah ngerti yang kayak gitu ya kamu sekarang. Udah ngapain aja ama Imbang, hah?" Falsa balas menggoda Ayna.
"Kayak orang pacaran lainnya lakukan lah. Nggak mungkinkan aku sama Imbang cuma pegangan tangan, trus cium pipi doang?" Ucap Ayna tanpa malu.
"Sialan! Awas aja kalau sampai kalian nyoblos duluan." Ucap Falsa spontan.
"Emangnya kamu?" Balas Ayna telak.
"Sial!" Umpat Falsa.
Ayna sangat senang dia bisa menghabiskan malam ini dengan Falsa. Paling tidak ia bisa menghilangkan sedikit gundahnya.
Sedikit banyak Ayna memikirkan tanggapan orang-orang nanti ketika ia dan Imbang menikah. Pasti makin banyak ucapan miring yang akan mereka lontarkan untuknya. Namun, Ayna setuju dengan Falsa bahwa orang-orang itu harus dibungkam dengan kenyataan bahwa ia adalah wanita Imbang.
Ayna sangat heran dengan kebiasaan orang-orang yang gemar mengurusi hidup orang lain. Apalagi kalau orang itu hanyalah operator biasa dan miskin. Padahal semua orang itu sama dimata Tuhan. Miskin, bukan berarti tidak bisa menikah dengan orang yang lebih berada. Miskin, bukan berarti orang harus menjual diri untuk memenuhi kebutuhannya. Menjadi miskin, bukan berarti orang-orang bisa menghina kehidupan orang lain. Ayna akan buktikan pada orang-orang itu bahwa ia yang cuma operator biasa dan miskin, juga pantas bersanding dengan Imbang.
Sorry for typo.
With love,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top