23. Tunggu Saja

Sudah hampir seminggu Ayna mendiamkan Imbang. Dia kesal sekali dengan Imbang dan semua kelicikan yang dilakukan pria itu. Dan satu lagi, kenapa Ayahnya dengan mudah memberi izin kepada pria itu hingga membiarkan anak gadis semata wayangnya ini menikahi pria tua itu. Biar saja Ayna mengatai Imbang tua, toh itu benar. Imbang itu sudah 29 tahun. Berarti sudah tuakan?

Ayna kesal sekali, saking kesalnya hingga tidak memperhatikan jalan dan menabrak seseorang di depannya.

"Aduh!" Anita mengusap-usap lengannya yang baru saja ditabrak.  "Lihat-lihat dong kalau jalan." Omel Anita.

"Maaf, maaf!" Ayna menunduk merasa bersalah. Benar-benar kualat dia karna mengatai Imbang tua.

"Makanya kalau jalan jangan melamun." Lagi Anita mengomeli Ayna.

"Maaf Bu. Saya tidak sengaja." Ayna mengucapkan maafnya lagi.

"Ya, gila aja, kalau kamu sengaja nabrak saya." Kesal Anita. "Nggak sengaja aja sakitnya kayak gini, apalagi sengaja. Cari mati namanya itu."

Ayna mengangkat kepalanya yang sedari menunduk. Bukan karena ia takut, tapi karena ia merasa bersalah. Namun kalau ceritanya seperti ini pantang bagi Ayna untuk tunduk. Rasa bersalah yang tadinya ia rasakan hilang entah kemana, terganti oleh rasa kesal.

Anita ini, jelas-jelas Ayna mengatakan kalau ia tidak sengaja, tapi tetep saja dia over reaction. Sesakit apa sih ditabrak Ayna yang berat badannya tak lebih dari 48 kg. Ya kali kalau Ayna babon, remuklah itu tulangnya. Nah ini, emang norak itu orang. Atau karena dia berada di dekat teman-temannya, yeahh you knowlah kalau orang-orang kecil itu bikin salah pasti orang besar suka melebih-lebihkan.

"Kenapa? Kamu nantang saya? Udah jelas kamu salah tapi liat itu wajah songongmu." Omel Anita.

Ayna tersenyum, "Maaf Bu Nita, saya benar-benar merasa bersalah. Dan saya benar-benar tidak disengaja." Ayna menundukkan kepalanya. Sementara didalam hatinya Ayna memaki-maki Anita kesal.

"Ya udah, sana kamu." Akhirnya Anita mengusir Ayna dari hadapannya karena dari kejauhan ia melihat Imbang melangkah ke arah mereka.

Ayna segera melangkahkan kakinya memasuki kantin. Sial benar ia hari ini karena harus berurusan dengan Anita si Trainer Manager. Bukan apa-apa, selama Ayna masih bekerja di Kyoto kemungkinan ia untuk di training itu masih besar. Ada SOP baru training, ada ISO baru training, training HSE, dan masih banyak lagi model trainingnya. Nah, Kalau nanti yang jadi trainer nya Anita kan nggak asyik kalau dia balas dendam dengan bertanya tentang quality policy, apa itu 5S, nanyain tentang visi misi perusahaan, apa itu mengenang budi dan poin-poinnya. Ayna kan paling malas untuk mengingat yang kayak gitu. Yah walaupun ia masih baru tetep aja malas banget kalau otaknya harus mengingat-ingat itu.

Ayna segera memasuki kantin karena ini adalah jam breaknya. Namun langkahnya terhenti karena mendengar Anita menyapa Imbang.

"Hai pak Imbang!" Suara Anita menyapa Imbang. "Oh pantesan aku dilepas, karena ada Imbang toh." Pikir Ayna melanjutkan langkahnya.

Ayna tidak peduli. Biar saja. Sesuka hati Anita saja kalau dia mau ganjen-ganjenan dengan Imbang. Asalkan bukan Imbang nya yang ganjen. "Awas saja kalau dia berani."  Ucap Ayna didalam hati.

***

Ayna menenteng traynya dengan kedua tangannya, mencari-cari bangku kosong yang bisa ia duduki. Namun tidak ada. Mencoba lagi menajamkan penglihatannya akhirnya Ayna menemukan sebuah bangku kosong. Ayna melangkahkan kakinya mendekat "Hai boleh numpang disini." Ayna bertanya. Sebenarnya tidak ada keharusan untuk meminta izin ketika hendak duduk dibangku manapun. Namun sebagai kesopanan Ayna melakukan hal itu.

"Duduk aja, Ay." Aini mempersilahkan, menggeser duduknya agar Ayna dapat space lebih. "Apakabar mu? Udah lama ya kita nggak ngobrol?" Tanya Aini.

"Baik. Iya udah lama. Produksi OT nya banyak, makanya kita jarang ketemu." Jawab Ayna, lalu mulai memakan jatah makan siang.

Aini tertawa karena ucapan Ayna. "Kamu bukannya input data produksi?"

"Iya. Tapi bukan di divisi mu, produksi ku jarang OT, sabtu minggu sering off. Ya, kalau lagi dibutuhin kadang ditugaskan ke Buzzer, atau kadang ke Aldious sekali-kali sih." Ayna menyendokkan nasi ke dalam mulutnya.

Mereka asyik bercakap-cakap hingga makanan mereka habis tak tersisa. Lupakan tentang table manner atau tata krama saat makan. Itu tidak berlaku bagi anak PT. Pada saat  istirahat seperti inilah mereka bisa berbicara dengan bebas. Bercakap-cakap dan tertawa, walaupun kadang ada yang merasa terganggu dengan tawa lepas mereka karena menurut orang-orang itu tidak sopan.

"Aku pernah liat kamu jalan sama cowok di Mall, siapa? pacar?" Tanya Aini penasaran. Karena beberapa waktu lalu ia pernah melihat Ayna berjalan bergandengan dengan seorang pria tapi ia tidak begitu jelas melihat siapa pria itu.

"Kapan? Iya, pacarku." Aku Ayna.

Aini mencoba mengingat-ingat kapan tepatnya ia pernah melihat Ayna dan pacarnya itu, "Dua minggu yang lalu kira-kira." Ucapnya kemudian.

"Iya itu aku." Ayna mengangguk mengiyakan. Benar sekitar 2 minggu yang lalu ia dan Imbang memang ke Mall. Tepatnya Imbang memaksa Ayna menemaninya untuk membeli pakaiannya.

Ngomong-ngomong tentang Imbang, dimana pria itu. Ayna mengedarkan pandangannya,  mencoba mencari di penjuru kantin dimana keberadaan pria itu. Tadi ia mendengar Anita menyebut nama Imbang.

"Nyari siapa?" Aini bertanya, karena melihat Ayna sepertinya sedang mencari seseorang.

"Oh, nggak ada kok." Ayna mengelak. "Aku udah siap, mau balik dulu, kamu?" Tanya Ayna. Nggak enak saja rasanya meninggalkan Aini sendiri, walaupun tadi mereka tidak datang bersama-sama. "Duluan aja, aku bareng teman-temanku." Aini mempersilahkan Ayna untuk pergi lebih dulu.

Ayna segera meninggalkan meja dengan membawa tray kosongnya. Dan ketika ia melintasi meja yang berada tak jauh dari pintu keluar ia melihat Imbang dan Anita beserta beberapa orang cewek yang tadi bersama Anita tengah berbincang disertai canda tawa. "Katanya nggak suka sama cewek ganjen, tapi tetap aja bisa ketawa bareng. Dasar laki-laki." Rutuk Ayna. Kemudian berlalu dari kantin dengan segera.

Imbang yang menyadari bahwa Ayna melihatnya dan Anita hanya tersenyum samar. "Kapan lagi bisa liat si gadis nakal itu cemburu," batin Imbang.

***

Balas pesannya atau aku samperin kamu ke area.

Imbang mengirimkan pesan yang entah ke berapa kali sudah ia kirim.

Benar-benar gadis nakalnya itu, jago sekali membuat moodnya turun. Pikir Imbang, setelah melihatnya dan Anita tadi, Ayna akan menelpon atau menerornya dengan sms bernada rajukkan tapi ternyata semua itu hanya ada dalam angannya saja. Jangankan teror telpon atau sms, membalas pesan yang dikirimnya saja tidak. Padahal selama bebarapa hari ini, walaupun Ayna ngambek dengannya tapi gadis itu masih membalas pesannya, meskipun dengan jawaban singkat saja.

5 menit.

10 menit.

30 menit.

Imbang segera berdiri, meninggalkan kursi kebanggaannya menuju tempat dimana gadisnya berada.

"Mau kemana lo?" Dunny yang melihat Imbang keluar dari ruangannya segera menghampiri.

"Mau audit." Jawab Imbang asal.

"Audit apaan? Lo nggak ada jadwal audit dua minggu ini." Dunny yang mengetahui jadwal audit para manager merasa bingung dengan Imbang.

"Namanya audit dadakan, ya mana ada dalam jadwal." Kilah Imbang. "Ngapain lo ngikutin gue, mana ada HRD ngurusin produksi. Sana!" Usir Imbang. Karena temannya masih betah membuntutinya.

"Emang lo mau audit kemana?" Dunny masih betah mengikuti Imbang, mengabaikan usiran yang dilakukan atasan sekaligus temannya itu.

"Data entry," akhirnya Imbang menjawab.

"Sialan! Modus lo!" Maki Dunny pelan. Gila aja kalau dia memaki dengan suara keras. Teman sih teman, tapi ini kan masih di kantor.

Imbang berdecak kesal, "Sopan ya lo!" Ucapnya menghentikan langkah. "Dan sana! Jangan ikuti gue lagi." Lalu Imbang meninggalkan Dunny yang hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan temannya itu.

"Cinta memang bikin otak jadi nggak waras." Ucapnya lalu kembali ke office tempat dimana para manager bekerja.

Imbang memasuki ruangan data entry dimana Ayna bertugas hari ini. Semua orang tampak sibuk dengan file di depannya, termasuk Ayna yang tak menyadari kedatangannya.

Didi atasan Ayna segera menghampiri Imbang ketika melihat pria itu mendekati mejanya. "Tumben Pak?" Tanya Didi heran. Jarang-jarang Imbang memasuki ruangan data entry. Kalaupun ia audit area biasanya data entry sering dilewatinya saja. Karena memang resiko kesalahan dari data entry sangat kecil dibandingkan area produksi.

"Kenapa? Belum persiapan? Atau anak buahmu kerja tidak sesuai SOP?" Ucap Imbang. Ia tahu maksud Didi dengan berkata 'tumben'.

Didi hanya tersenyum kecut mendengar jawaban atasannya itu. Imbang itu suka benar kalau ngomong. Biasanya kalau tahu akan audit semua area akan bersiap-siap. Agar tidak mendapatkan komplain dari auditor. Line clearance harus benar-benar diperhatikan. File-file disusun berdasarkan abjad, tanggal, bulan dan tahun. Dan bekerja harus benar-benar SOP. Bahkan seragampun harus diperhatikan. Pokoknya jangan ada komplain sedikitpun.

Imbang mulai melangkah dari satu meja ke meja yang lain. Memeriksa proses kerja yang dilakukan oleh para karyawan apakah sesuai prosedur dan tak lupa memeriksa kebersihan tiap meja. Hingga akhirnya Imbang sampai di meja Ayna. "Kamu clearance nggak tadi pagi?" Tanya Imbang.

"Clearance, Pak!" Ucap Ayna mantap.

"Tapi ini kok ini ada debunya." Imbang menunjukkan jarinya yang telah berdebu pada Ayna.

Ayna menatap Imbang, "Maaf Pak, sepertinya saya melewatkannya tadi." Ucapnya meminta maaf.

Imbang mengangguk, "Okey saya maafkan. Tapi saya ingatkan kamu, walaupun bekerja di data entry itu tidak memiliki resiko sebesar divisi produksi ataupun divisi lainnya, tapi kamu harus tetep memperhatikan kebersihan area kerjanmu. Dan bagaimana saya bisa yakin kamu bisa bekerja sesuai SOP jika standar pertama dari bekerja saja tidak kamu lakukan." Jelas Imbang dan hanya dibalas anggukkan oleh Ayna.

"Saya minta maaf, Pak."

"Sepertinya kamu yang pernah saya ambil ID nya kemaren, bukan?" Imbang pura pura bertanya.

"Iya, Pak."

"Didi, saya ingin berbicara sebentar dengan bawahanmu ini?" Imbang berbicara dengan Didi yang sedari tadi menemaninya.

"Iya, Pak." Didi memberikan izin.

Imbang membawa Ayna duduk disebuah meja yang tidak ada penghuninya. Namun masih berada diruang data entry.

"See, aku benar-benar melakukannya 'kan?" Ucap Imbang ketika mereka sudah duduk berhadapan.

"Apa?" Tanya Ayna pura-pura tidak tahu.

"Jangan pura-pura tidak tahu, atau kamu mau aku berbuat lebih." Ancam Imbang.

Ayna melotot marah. "Aku kerja Imbang." Ucapnya pelan. Ia tidak mau orang diruangan ini mendengar pembicaraan mereka.

"Sikapmu membuat aku berpikiran yang tidak-tidak."

"Emang aku berpikiran apa? Tenang saja otakku ini terlalu penuh untuk memikirkan hal yang tak penting."

"Dasar gadis nakal! Kamu harus membayar semua kegilaan yang telah kamu ciptakan ini." Desis Imbang. Lalu berdiri meninggalkan kursi yang ditempatinya.

Imbang kembali menghampiri Didi memberitahu Didi untuk mengawasi bawahannya dengan baik. Setelahnya Imbang meninggalkan ruangan data entry, kembali menuju ruangannya dengan senyum yang merekah di bibirnya.

***

Ayna kembali melanjutkan pekerjaannya sesaat Imbang pergi. Tak banyak pertanyaan yang terlontar dari teman-temannya terkait obrolannya dan Imbang tadi. Mungkin karena ada Didi, entahlah. Namun Ayna sempat mendapat teguran dari Didi karena komplain yang dilakukan Imbang. Meminta Ayna untuk lebih bersih lagi ketika melakukan line clearance. Dan dijawab 'iya' oleh Ayna.

"Enak banget ya, yang disamperin pacar." Nayaka yang berdiri di tiang antar toilet wanita dan pria. Sepertinya pria itu sengaja menunggu Ayna disana.

Ayna yang hendak memasuki toilet menghentikan langkahnya. Menatap Nayaka yang juga tengah menatapnya. "Enak dong? Kenapa? Masalah buat Bapak." Jawab Ayna mantap.

"Kamu makin hari makin angkuh ya, mentang-mentang kamu jadi simpanan Bos mu." Nayaka tersenyum meremehkan.

"Terserah Bapak mau ngomong apa. Saya tidak peduli. Oh ya, ternyata mulut Bapak melebihi banci ya." Ucap Ayna lalu memasuki toilet.

Ayna tidak peduli lagi. Terserah Nayaka mau bergosip seperti apa. Toh dia dan Imbang akan menikah. Tapi sebelumnya, Ayna ingin memberi Nayaka sedikit pelajaran. Tunggu saja!









Sorry for typo.








With love,


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top