22. Trik Licik
"Jadi apa rencana lo?" Tanya Dunny.
Saat ini mereka sedang berada disebuah kafe yang berada tak jauh dari apartemen Imbang.
Sudah tiga hari ini Imbang tidak bertemu Ayna, karena gadisnya itu masuk malam. Itu berlaku juga dengan Nayaka karena pria itu selalu masuk pagi sama seperti dirinya. Dan untuk itu Imbang bisa bernafas lega karena untuk sementara pria itu tidak bisa mengganggu gadisnya.
Dan selama beberapa hari ini, Imbang dan Dunny terus memperhatikan tindak tanduk Nayaka. Kalau-kalau si Biang rusuh itu sudah menyebar gosip. Siapa tahu? Tapi selama pengamatannya belum tampak hal hal aneh yang dilakukan oleh Nayaka. Si Biang Rusuh itu masih seperti biasa, terus menebar pesonanya.
"Rencana apa?" Buat Nayaka?" Imbang menyeruput kopinya."Pengenya sih gue matiin dia, tapi..." Imbang menggantung kata katanya, "gue masih punya otak." Lanjutnya kemudian.
Dunny tertawa mendengarnya, "Kalau otak pintar lo nggak lo pakai, berarti lo sama kayak dia." Menyandarkan tubuhnya di kursi, Dunny melanjutkan, "Masa dia berani ngomong kayak gitu ke cewek." Dunny tersenyum mengejek. "Kalau gue ya, suka sama cewek trus si cewek udah punya pacar. Gue bakal baik-baikin tuh cewek, kasih perhatian. Cewek kan paling lemah kalau udah disayang-sayang. Bukannya malah ngomong kayak gitu. Apalagi cewek model pacar lo itu, dibaikin aja belum tentu dia mau, apalagi dibilang murahan, tambah kabur menjauh yang ada." Ucap Dunny yang diangguki Imbang.
Ayna itu cewek langka menurut Imbang. Susah-susah gampang untuk mendapatkannya. Sekeras apapun ia memberikan kode tak akan ditanggapi oleh gadis itu. Beruntung dulu ada Falsa, sehingga mempermulus niatnya untuk mendapatkan gadis itu. Entahlah, Ayna itu antara cuek dan tidak peka.
"Gue pengen ngelamar dia langsung ke orang tuanya. Biar gadis nakal itu nggak bisa mengelak terus." Ucap Imbang tiba-tiba. Dan membuat Dunny tersedak.
"Uhuk, sial lo." Maki Dunny karena tersedak minumannya ketika mendengar ucapan Imbang. "Serius lo mau kawin?" Tanyanya tak percaya.
"Nikah? Iya, gue serius nikah sama dia." Ucap Imbang menyandarkan tubuhnya di sofa. "Gue udah 29, dan dari awal gue macarin dia, gue udah serius. Mau apa lagi?"
"Emang dia mau? Dia kan masih muda?"
"Nah, itu masalahnya. Dia mau nikah. Tapi bukan dalam waktu dekat." Ucap Imbang. "Makanya gue mau langsung lamar ke orang tuanya aja." Imbang tersenyum licik. Sebuah ide terlintas di otaknya.
Dunny berdecak, "gue yakin nih, lo punya rencana jahat. Udah ke baca jelas di jidat lo itu."
"Nggak jahat-jahat amatlah rencana gue. Gue harus sedikit licik buat mempermulus niat gue ini."
"Kalau dia tau kapok lo!" Umpat Dunny.
Imbang hanya tertawa mendengar Dunny mengumpatnya. "Licik itu bukan berarti gue merusak gadis gue. Pokoknya, nanti pas gue balik dari kampung, gadis nakal itu nggak bakal bisa mengelak lagi." Ucap Imbang yakin.
"Terserah lo deh." Ucap Dunny pasrah.
"Ya terserah gue lah. Yang ngejalanin kan gue. Lagian kalau gue dan Ayna nikah si Nayaka nggak bisa banyak bacot lagi."
Menurut Imbang menikahi Ayna adalah salah satu cara untuk membungkam Nayaka.
***
"Kalau kamu ngantuk tidur aja." Imbang membantu Ayna menurunkan sandaran kursi sehingga nanti Ayna bisa tidur lebih nyaman.
Hari ini mereka berencana ke kampung Ayna. Dan karena Ayna masuk malam, maka Imbang sengaja menjemput Ayna di PT. Tentu saja bukan di parkiran dalam, melainkan didepan PT dimana banyak angkot yang sedang berjejer menanti penumpang.
Ayna mengikuti perintah Imbang. Ia memang butuh tidur. Ia sangat mengantuk sekali. "Aku tidur ya." Ayna merebahkan tubuhnya disandaran dan mulai memejamkan matanya.
"Selamat tidur!" Imbang mendekatkan tubuhnya kemudian mencium kening Ayna. Setelahnya ia melajukan mobilnya menuju pelabuhan Sekupang dengan ditemani oleh Ayna yang sedang terlelap dan lantunan lagu yang diputar di radio.
Setelah menempuh perjalanan lebih kurang tiga puluh menit. Mobil yang dikendarai Imbang memasuki area parkir pelabuhan Sekupang. Mereka menitipkan mobil selama dua hari disana. Imbang dan Ayna berjalan beriringan menuju pelabuhan, tempat dimana pompong yang akan membawa mereka ke rumah Ayna bersandar.
"Biasa aja kali mukanya itu, nggak usah dibikin sok jelek." Ayna mengejek Imbang yang tengah meringis ngeri.
"Aman nggak sih, Ay." Tanya Imbang entah untuk ke berapa kali.
"Aman pasti. Lagian rumah ku dekat kok. Coba kamu lihat pulau itu. Nah disana rumahku." Ayna menunjuk sebuah pulau yang terlihat jelas dari pelabuhan. "Jadi kalau ada apa-apa kita bisa berenang. Kamu bisa berenang kan?" Ucap Ayna, bermaksud menggoda Imbang.
Namun niat Ayna untuk menggoda Imbang ternyata salah. "Itu nggak lucu Ayna!" Imbang berseru marah.
Ayna menunduk takut karena mendengar seruan Imbang, lalu mengucapkan kata maaf tanda rasa bersalah. Ia tahu candanya tadi tidak lucu. "Maaf," ucap Ayna.
"Dimaafkan. Tapi jangan pernah bercanda seperti itu lagi. Ingat itu!" Tegas Imbang.
"Iya," Ayna mengangguk. "Udah jangan marah lagi, aku kan udah minta maaf." Ayna menyandarkan tubuhnya kearah Imbang, mencoba merayu pria itu.
"Nggak usah glendotan, nggak usah rayu-rayu, aku lagi kesel sama kamu." Ketus Imbang.
Ayna menjauhkan tubuhnya dari Imbang. Menatap prianya itu tidak percaya. "Serius nih ngambeknya?" Tanya Ayna.
"Menurut mu?" Imbang balas bertanya.
"Kirain nggak bisa ngambek."
"Aku manusia."
Ayna selalu menjawab semua kata-kata yang dilontarkan Imbang. Hingga tanpa disadari pompong yang ia dan Imbang naiki pun menepi.
"Ayo, turun!"
Waktu tak akan cukup, jika kita menghabiskannya bersama orang yang kita sayang.
***
"Nggak ada mobil ya?" Tanya Imbang. Ketika mereka baru saja menjejakkan kaki di dermaga kecil yang menjadi tempat berlabuhnya pompong yang baru saja mereka naiki.
"Emang pompong tadi bisa muat mobil?" Tanya Ayna balik. Lalu berjalan mendahului Imbang. "Sudah jelas -jelas pompong yang naiki itu cuma perahu kayu bermuatan kecil. Masih aja nanya mobil. Aneh!" Gerutu Ayna yang masih dapat didengar Imbang.
Sementara Imbang yang berjalan dibelakang Ayna hanya menggelengkan kepalanya, "Dasar anak kecil." Ucap Imbang.
Ayna mengabaikan Imbang. Ia melangkahkan kakinya keluar dari dermaga dan diikuti Imbang dari belakang. Sepanjang perjalanan Ayna sibuk menyapa warga yang ditemuinya. Tempat asal Ayna ini hanyalah pulau kecil jadi antar warga saling kenal.
"Kamu terkenal ya, Ay." Ucap Imbang karena sedari tadi ia melihat Ayna yang sibuk beramah tamah dengan warga.
"Ya pastilah. Ayna gitu loh, primadona kampung ini." Ayna menyombongkan dirinya.
"Sombong."
"Biarin!" Ayna meleletkan lidahnya. Dan dibalas Imbang dengan mengacak rambutnya gemas. "Nah kita sampai." Ucap Ayna memasuki sebuah rumah kayu sederhana.
Imbang mengikuti Ayna, melangkah masuk kedalam rumah.
"Bu, Yah." Ayna memanggil kedua orang tuanya.
Ibu Ayna yang sedang berkutat di dapur langsung keluar begitu mendengar suara anak gadisnya.
"Ayna, apakabar mu Nak?" Susi memeluk Ayna sayang.
Ayna balas memeluk wanita yang telah merawatnya dari kecil. Yang dengan segala kebaikan hatinya mau membagikan kasihnya untuk Ayna. "Baik Bu, Ayna baik." Bisik Ayna.
Ayna masih memeluk Susi, sampai dehaman dari arah belakangnya membuat Ayna melepaskan pelukannya. "Oh ya Bu, kenalkan ini Imbang." Ucap Ayna memperkenalkan Imbang pada Ibunya.
"Imbang, Bu." Imbang mengulurkan tangannya menyalami Ibu Ayna.
"Ayah mana, Bu? Tanya Ayna, masih merangkul Ibunya berjalan ke kursi sederhana yang ada di sudut rumah.
Imbang mengikuti Ayna, duduk di kursi di sebelahnya. Membiarkan acara temu kangen Ibu dan anak itu.
"Ayahmu lagi di pelabuhan. Memangnya kamu nggak ketemu tadi?" Tanya Susi.
Ayna menggeleng, "Nggak, tadi nggak ketemu." Jawabnya kemudian.
"Ya udah, sabar. Nanti ayahmu juga pulang." Susi menepuk bahu Ayna. "Oh ya, pacar mu nggak dikasih minum?" Susi mengingatkan Ayna. Karena sedari tadi mereka mengabaikan Imbang.
"It's okey. Nanti aja." Imbang yang tahu Ayna masih kangen dengan Ibunya tersenyum maklum.
"Ayna." Susi menegur Ayna yang hendak kembali duduk ketika mendengar ucapan Imbang. "Ambilkan dulu minumannya." Titah Susi. Dan langsung dipatuhi Ayna.
Sepeninggal Ayna terjadi kecanggungan antara Imbang dan Susi, sampai akhirnya Imbang membuka obrolan, "Adik-adik Ayna mana, Bu?" Tanya Imbang.
"Oh, mereka sedang sekolah." Susi menjawab dengan segera.
"Sekolah di sini atau ...?" Imbang menggantung ucapannya.
"Ya, di sini. Mereka kan masih SD." Jawab Susi.
Ayna datang dengan tiga gelas teh hangat di nampan. "Adikku kan masih kelas 3 dan 5." Ayna menjelaskan.
"Bedanya jauh sekali?" Ucap Imbang spontan.
"Iya, jauh." Ayna menyodorkan gelas teh hangat yang dibuatnya pada Imbang. "Silahkan diminum," ucap Ayna mempersilahkan Imbang minum.
"Ngomong-ngomong kalian nginap kan?" Susi bertanya. Sudah lama anak gadisnya itu tidak pulang. Susi sangat merindukannya.
Ayna memeluk Susi, menyandarkan kepala di bahu Ibunya itu, "Pasti! Ayna kangen kalian semua makanya Ayna menginap."
Susi mengusap rambut anak gadisnya itu, "Kamu nggak malu sama Imbang ya, Ay. Manja-manjaan kayak gini?" Susi menggoda Ayna.
"Eh?" Ayna menoleh pada Imbang tidak sadar akan keberadaan lelaki itu.
"Saya pikir Ayna itu nggak manja, dia itu anak yang cuek dan juga mandiri tapi ternyata aslinya dia seperti ini. Jadi selama ini saya tertipu." Imbang tersenyum setelah mengucapkannya. Ayna yang ada dihadapannya sekarang adalah Ayna yang berbeda. Selama ini Ayna dengan baik telah menutupi sifat manjanya.
"Aslinya memang seperti ini, manja. Tapi hanya pada Ayah dan Ibu." Ucap Susi mengatakan sifat asli Ayna.
Ayna membiarkan Ibunya menceritakan semua kebiasaannya pada Imbang. "Biarkan saja. Toh, kalau pria itu suka, apapun kebiasaannya, baik atau buruk pasti tidak masalah bagi Imbang. Ayna tidak mau jaim di depan Imbang. "Percuma." Pikirnya.
Perbincangan mereka berakhir ketika Susi pamit untuk melanjutkan pekerjaannya di dapur. Sementara itu, Ayna mengantar Imbang ke kamar dimana dua adik laki-lakinya tidur.
"Berarti malam ini aku nggak bisa meluk kamu dong, Ay." Imbang berucap lesu.
Ayna melotot ketika Imbang berbicara seperti itu. Matanya melirik ke arah pintu, takut kalau ada yang mendengar pembicaraan mereka. Bisa dikuliti kalau sampai orang tuanya tahu kalau hubungannya dan Imbang sudah sejauh itu. "Sstt! Jangan ngomong yang aneh-aneh deh, bisa dinikahin langsung kita, kalau sampai Ayahku tau aku sering tidur bareng kamu." Ayna balas berbisik di telinga Imbang.
"Oh ya? Kita bakal dinikahin kalau ketahuan?" Imbang mengeraskan suaranya ketika mendengar ucapan Ayna itu.
Ayna membekap mulut Imbang "Imbang! Nggak usah keras-keras ngomongnya, ntar orangtuaku tau." Ucapnya pelan dengan mata yang melotot geram.
Imbang tersenyum, mendekatkan tubuhnya kearah Ayna dan mendekap gadis itu kedalam pelukan nya. "Ya udah pilihannya nikah sama aku karena kita ketangkap basah ngelakuin hal yang iya-iya atau kamu dengan sukarela setuju menikah sama aku." Imbang tersenyum licik.
"Nggak lucu tau." Ayna mencoba melepaskan pelukan Imbang di tubuhnya. "Imbang lepas, nanti ada yang lihat." Lagi Ayna mencoba lepas namun pelukan Imbang di tubuhnya semakin kencang.
"Jawab dulu baru aku lepas." Bisik Imbang.
Sementara itu diluar, terdengar suara Ibunya yang tengah memberi tahu keberadaan Ayna pada Ayahnya. Dan disusul suara panggilan untuknya. "Ayna!"
"Imbang, lepas! Nanti Ayah liat." Ayna mulai meronta karena suara Ayahnya semakin mendekat.
"Jawab dulu." Ucap Imbang tak mau kalah.
"Licik ini namanya. Kamu pakai trik licik." Ayna menatap Imbang berang.
"Yang penting kamu jawab iya. Trik licikpun akan aku pakai." Imbang mulai mendekatkan wajahnya ke arah Ayna. "Say what?" Nafas hangat Imbang menerpa wajah Ayna. Membuat Ayna menahan nafasnya karena jarak wajah mereka tak sampai tiga senti.
"Ukrayna!" Suara Ayahnya yang semakin mendekat membuat Ayna panik.
"Oke." Jawab Ayna.
"Oke. What?"
"Oke, kita nikah. Puas!" Ucap Ayna.
Imbang tersenyum mendengar jawaban Ayna. Lalu melepaskan pelukannya. "Thank you." Ucapnya diiringi tawa bahagia.
"I hate you."
"I love you."
"Sinting."
"Karena kamu."
Ayna menggeleng mendengar jawaban Imbang. "Cinta membuat kamu jadi gila. Ucapnya seraya tersenyum. Lalu meninggalkan Imbang untuk menemui Ayahnya.
Sorry for typo dan penulisan yang tak sesuai dengan EYD. Dan sepertinya part ini membosankan sama kayak hariku akhir-akhir ini :(
With love,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top