18. Ketika Imbang Marah

Imbang membanting penanya asal. Dia sangat marah ketika mendengar gosip yang berhembus. Yang mengatakan bahwa Ayna nya hamil diluar nikah. Sial, siapa yang berani menyebar gosip murahan itu. Bagaimana bisa hamil kalau mereka tidak pernah melakukan hal lebih dari ciuman, pelukan, atau paling berani cuma ... ah sudahlah, Imbang ingin memaki penyebar gosip sialan itu.

Dan Imbang harus memberikan selamat pada Ayna. Karena anak bandel itu amat pandai menyimpan rahasia. Tak pernah sekalipun ia menceritakan tentang gosip yang menimpanya. Imbang harus memberikan hukuman kepada gadis itu nanti. Pasti!

"Break dimana, lo?" Dunny memasuki ruangan Imbang tanpa mengetuk pintu.

"Di gedung 1 aja." Imbang menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. "Dun, lo udah tahu siapa yang menyebar gosip sialan ini?" Tanya Imbang.

"Biasanya gosip kayak gitu cepat datang cepat hilang, jadi abaikan saja. Justru kalau ada reaksi berlebihan gosip-gosip seperti itu akan awet. Jadi lebih baik abaikan saja." Dunny mengemukakan pendapatnya.

"Gue nanya lain, lo ngejawab lain. Yang gue tanya itu lo udah nemu siapa yang nyebar gosip sampah itu, gak?" Kesal Imbang.

Dunny yang tengah duduk di kursi di depan Imbang hanya mengangkat bahunya tanda tak peduli. "Sejak kapan kerjaan gue ngurusin gosip. Selama yang terjadi itu tidak merugikan PT nggak bakal dipermasalahkan. Lagian cewek lo aja nggak ambil pusing, ya udah biarin aja." Terang Dunny.

"Gue heran deh, anak nakal itu bisa -bisanya nggak ngasih tau tentang masalah ini. Gue sampai kaget tadi pas denger gosip itu." Keluh Imbang dengan sikap Ayna.

"Baguslah, tandanya cewek lo bukan cewek manja yang apa-apa suka ngadu. Apa-apa suka minta diperhatikan."

Bener kata Dunny, Ayna itu bukan cewek yang suka menye-menye saat bersama Imbang. Dia nggak akan mau gelendotan  kalau mereka jalan. Imbang harus agresif kalau berhubungan dengan Ayna. Bisa dihitung dengan jari kapan gadisnya itu memulai untuk bermanja. Ayna memang the one and only.

"Udah ah, ayok kita makan." Akhirnya Imbang mengakhiri sesi gondoknya. Mungkin ia harus mengikuti gaya Ayna ketika menghadapi masalah ini. Abaikan. Walupun dalam hati ia masih memikirkan psikologis Ayna. Bisa jadi gadisnya itu terlihat santai, namun siapa yang bisa menebak apa yang ada di pikiran gadis itu. Dan sebagai kekasih yang baik Imbang harus benar-benar memperhatikan itu.

***

"Gue paling kesel denger orang yang kalau ketawa itu kayak kuntilanak." Dunny yang antri dibelakang Imbang berucap pelan.

"Kayaknya bukan lo aja deh, Dun. Nenek gue yang udah matipun juga gitu. Nggak suka denger orang yang kalau ketawa semua gusinya kelihatan." Jawab Imbang.

"Sial lo! Masa nyamain gue kayak Nenek lo." Umpat Dunny.

"Itu kasarnya, Dun." Imbang yang sudah sampai didepan segera mengambil tray nya dan mengisi dengan makanan yang diinginkannya.

Dunny melakukan hal yang sama. Mengisi tray nya dengan berbagai jenis lauk pauk yang disediakan. Ambil sesuai kebutuhan.

Siang hari kantin memang selalu ramai, dan sangat sulit mendapatkan tempat duduk kalau jam-jam seperti ini.

"Kita duduk ditempat cewek lo aja ya?" Dunny yang berjalan didepan Imbang memberi komando. "Boleh gabungkan?" Tanya Dunny begitu sampai di meja Ayna dan teman-temannya.

"Oh silahkan, Pak." Dita mempersilahkan. Dan memberi kode agar temen-temannya menggeser duduk mereka sehingga Imbang dan Dunny bisa duduk lebih leluasa.

Imbang menaruh tray nya disamping Ayna, berhadapan dengan Dunny yang duduk di depannya.

"Dari divisi mana?" Tanya Imbang sok berbasa-basi.

"Data entry, Pak." Dita yang menjawab.

"Ohh, under Didi ya?" Dunny pun bersuara memecah kebekuan.

Sementara Ayna, dan dua orang temannya hanya diam mendengarkan.

"Kamu yang bernama Ukrayna 'kan?"

Ayna yang sedari tadi cuma menunduk, sibuk dengan makanan yang ada dihadapanya langsung mengangkat kepalanya. Karena tiba-tiba saja Dunny bertanya padanya.

"Iya Pak, saya Ukrayna." Jawab Ayna menatap Dunny. Ini pasti hanya formalitas, mereka kan sudah saling kenal, Imbang pernah memperkenalkan mereka, pikir Ayna.

"Jadi bagaimana menurut mu tentang gosip yang beredar." Dunny tiba-tiba menanyakan tentang gosip yang sedang menyebar akhir-akhir ini.

Ayna melirik Imbang yang duduk disampingnya, acuh, sibuk dengan makanannya. Seolah-olah belum mendengar gosip yang menimpa Ayna. "Mmm, karena gosip itu tidak benar makanya saya tidak ambil pusing." Ucap Ayna kembali menundukkan kepalanya.

Dunny mengangguk tanda mengerti, "Baguslah kalau begitu. Saya cuma memberitahu pada kalian kalau PT tidak mentolerir tindakan-tindakan seperti itu. Hamil diluar nikah, narkoba, mencuri dan tindakan tidak terpuji lainnya. Kalau kalian membuat masalah seperti itu, lebih baik kalian mengundurkan diri. Sebelum PT memberhentikan dengan tidak hormat. Lain cerita kalau kalian sudah menikah, PT tidak mempermasalahkan kalau kalian hamil. Atau bagi kalian yang belum paham atau sudah lupa, silahkan baca lagi kontrak kerjanya. Ada pasal yang menjelaskan tentang itu." Terang Dunny.

"Iya Pak." Jawab Ayna pelan.

"Atau kalau pacar mu udah kebelet minta dia buat nikahin dulu." Ucap Dunny, lalu melirik Imbang yang tengah melotot marah padanya.

Ayna hanya menunduk malu mendengar ucapan Dunny barusan. "Dunny sialan," rutuk Ayna.

***

Ayna sedang berjalan-jalan dengan teman-temannya di Mall yang ada di Nagoya. Mereka tidak OT jadi bisa refreshing sejenak.

"Bener yang dikatakan Pak Dunny tadi, kalau kita ketahuan berbuat hal yang mencoreng nama baik PT kita bisa diberhentikan secara tidak hormat. Dan ada yang di black list segala." Melly membuka pembicaraan.

"Black List?" Ayna yang tidak tahu apa-apa bertanya.

"Iya di black list, jadi kalau kamu udah di black list akan susah buatku mencari pekerjaan lainnya. Biasanya PT akan kasih data kita ke PT lain sebagai karyawan yang tidak direkomendasikan." Jelas Nana.

"Emang pernah kejadian kayak gitu?" Ayna penasaran. Masa PT tega menutup rezeki orang dengan black list, kan kasihan. Kemungkinan orang itu untuk bekerja di PT besar jadi tertutup karena link yang dimiliki PT.

"Katanya sih ada. Nggak tau jugalah itu beneran di black list. Pokoknya itu cerita dari para senior. Maksudnya mungkin biar kita hati-hati dalam bertindak." Jelas Melly.

"Pokoknya kalau kita emang berniat bekerja, maka bekerjalah sungguh-sungguh, jangan suka mencari perkara. Tanpa dicari pun perkara itu suka datang dengan sendirinya. Seperti kasus Ayna. Ya nggak, Ay?" Nana melempar pertanyaan ke Ayna. Yang hanya dibalas Ayna dengan mengangguk kan kepalanya.

"Ngomong-ngomong soal gosip, trus apa reaksi pacar mu ketika kamu cerita." Melly bertanya sembari melangkahkan kaki menuju fast food area yang ada di lantai 1 dan diikuti oleh Nana dan Ayna.

"Aku belum cerita." Jawab Ayna ketika telah duduk di kursi salah satu tempat makan yang mereka pilih.

"Serius?" Melly bereaksi berlebihan ketika mendengar jawaban Ayna.

"Iya. Kupikir nggak perlu dia tau, toh itu cuma gosip. Lagipula aku nggak bisa ngebayangin reaksi dia kalau tau tentang gosip itu. Dia itu galak, jadi aku takut nanti dia bersikap yang ..." Ayna tidak melanjutkan kata-katanya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Imbang nanti saat mereka bertemu, setelah tadi tahu tentang gosip yang menimpanya.

"Udah lah, nggak usah ngebahas gosip yang nggak penting itu, mending kita makan aja sekarang." Nana memutus topik dengan mengajak teman-temannya menyantap pesanan mereka yang telah terhidang di atas meja.

***

Lagi dimana?

Sebuah pesan masuk dari Imbang menghentikan aktivitas yang tengah memilih-milih baju di sebuah gerai di lantai 2.

Di Nagoya, lagi sama Nana dan Melly. Ayna mengetikkan balasan untuk Imbang.

Masih lama? Tunggu di sana aku jemput. Balas Imbang tak sampai beberapa detik kemudian.

Sebenarnya ingin Ayna membalas tidak usah menjemputnya. Tapi percuma saja. Ayna tahu Imbang sedang marah padanya. Buktinya pacarnya itu tidak mau menelpon, hanya mengirimkan pesan. Itu salah satu ciri kalau Imbang sedang marah padanya. Dia akan sedikit berbicara lebih banyak diam. Jadi Ayna harus memutar akal mencari cara untuk membujuk Imbang.

"Siapa?" Melly yang melihat kegelisahan Ayna segera menghampiri temannya itu.

"Pacarku. Ngomong-ngomong masih lama ya?" Tanya Ayna.

"Kalau bisa sampai mall tutup, tapi kalau kamu pengen pergi duluan ya nggak pa-pa, aku sama Nana aja." Melly maklum saja dengan temannya itu. Sudah untung Ayna tadi mau mereka ajak nge-Mall. Biasanya mana bisa. Mereka tahu pacar Ayna itu posesif tingkat dewa. Terbukti dari susahnya Ayna diajak jalan. Karena setiap ada waktu pasti dihabiskan bersama dengan pacarnya.

"Maaf ya." Sesal Ayna, merasa tidak enak dengan teman-temannya.

"Nggak pa-pa, nyantai aja lagi." Ucap Nana. Dia tahu Ayna pasti tidak enak hati.

"Udah sana!" Usir Melly. Mempersilahkan Ayna pergi.

"Duluan ya," Ayna melambaikan tangan meninggalkan teman-temannya. Menuju lobby Mall menunggu Imbang.

Ayna segera menaiki mobil Imbang ketika berhenti tepat di depannya. Tak ada pembicaraan yang terjadi selama perjalanan dari Mall menuju apartemen pria itu. Hanya hening yang menemani. Dan Ayna pun malas untuk memulai pembicaraan.

Imbang memarkir mobilnya di basement apartemen dan keluar dengan membanting pintu mobilnya kesal. Sedari tadi ia menahan amarahnya. Dan tindakan Imbang itu, membuat Ayna yang tengah melepas seat belt terlonjak kaget. Ayna hanya bisa mengelus dada untuk meredakan kekagetannya.

"Mbang," panggil Ayna ketika memasuki apartemen. Pacarnya itu tengah duduk di sofa dengan kedua telapak tangan yang menutup wajah.

Imbang hanya diam. Mengabaikan Ayna yang duduk disampingnya, mengusap-usap lengannya. "Maaf," cicit Ayna kemudian.

"Udah, kamu sana dulu deh Ay, aku lagi kesal sama kamu. Aku nggak mau nanti aku lepas kendali trus bentak-bentak kamu." Imbang mengusir Ayna yang masih mencoba untuk merayunya.

"Aku mau kita ngomong sekarang. Aku mau minta maaf karena nggak ngasih tau tentang gosip itu. Aku nggak mau ngurusin gosip itu makanya aku nggak ngomong ke kamu. Dan aku juga nggak mau kamu marah-marah kayak gini. Kamu kan baru sembuh." Ayna masih bertahan di tempatnya, tak mau beranjak.

Imbang menatap Ayna tepat di maniknya. Mata gadisnya itu berkaca-kaca karena menahan tangis. "Aku kesal karena aku orang yang paling terakhir tau tentang itu. Aku merasa kayak cowok yang nggak bertanggungjawab karena membiarkan ceweknya menghadapi masalah itu sendiri. Aku kesal sama diriku sendiri. Aku mengaku cinta, tapi nggak bisa jagain kamu bahkan dari sebuah gosip. Aku kesal, Ay. Aku marah." Imbang mengacak rambutnya frustrasi.

"Udah lah gosip ini. Nggak benar juga jadi percuma aja ditanggapi." Ayna tetap dengan gaya cueknya, santai menghadapi masalah.

"Kamu sebenarnya umur berapa sih Ay, kok bisa santai gitu ngadepin masalah. Aku aja yang dengar bawaannya emosi, pengen marah. Tapi kamu bisa tenang kayak gitu."

"Terakhir liat KTP masih 19 tahun sih, paling berubah dikit, bukan kayak kamu yang udah tua tapi masih emosian." Ayna mencoba mencairkan suasana. Dan itu lumayan berhasil, karena setelahnya Imbang tersenyum seraya menggelengkan kepala karena ke absurd-an gadis itu. "Kalau masalah santai ngadepin masalah, itu udah bawaan orok, susah buat dirubah." Pongah Ayna.

"Kamu kok lucu-lucu menyebalkan sih Ay." Imbang mengacak rambut Ayna gemas. "Beruntung aku dapetin kamu." Ucap Imbang lalu mengecup puncak kepala Ayna sayang.

Ayna merangkul tangannya di sekeliling pinggang Imbang, dan menyandarkan kepalanya di dada prianya itu seraya berkata, "Ayna gitu loh!"

"Iya, cuma kamu yang bisa bikin aku kayak orang bodoh." Imbang mengeratkan pelukannya pada Ayna. "Tapi Ay, kamu janji nggak boleh main rahasia-rahasiaan lagi sama aku, ya?"

"Iya, aku janji. Pegang omongan ku."

"Emang bisa? Gimana caranya?"

"Bisa," Ayna melepaskan pelukan nya. Menggapai-gapaikan tangannya di udara seolah olah sedang mengumpulkan sesuatu. "Nah, ini." Ayna menyerahkan apa yang dikumpulkannya dalam genggaman Imbang.

"Apa ini?" Imbang mengerutkan kening karena tidak tahu apa maksud Ayna.

"Itu omongan ku barusan, jadi simpan itu sebagai bukti." Ayna menunjuk genggaman tangan Imbang.

"Bener ya. Nggak boleh bohong. Aku udah pegang omonganmu." Imbang tersenyum penuh arti. Mengikuti permainan Ayna.

"Iya."

"Kalau ada apa-apa cerita sama aku." Imbang kembali memeluk Ayna.

"Iya."

"Aku cinta sama kamu."

"Aku juga."

"Aku mau kamu jadi istri ku."

"Oke. Eh," Ayna melepaskan pelukannya, menyipitkan mata menatap Imbang yang tersenyum senang.

"Ingat janji ya, Ay." Ucap Imbang.

"Curang!" Ayna berdiri, menghentakkan kakinya meninggalkan Imbang yang tertawa karena berhasil mencurangi Ayna.

"Curang itu harus, kalau sama kamu." Teriak Imbang dengan tawa yang masih menggema.





Sorry untuk typo.

With love,






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top