16. Sakit dan Manja

Sepertinya bermain petak umpet menjadi hobby Ayna akhir-akhir ini. Itu terbukti karena sudah seminggu ia berhasil menghindar dari Imbang. Dan sudah seminggu pula Ayna tak membaca pesan atau mengangkat telepon dari pria itu. Sepertinya Ayna masih bisa mengelak lagi, hingga minggu depan. Karena besok adalah senin keduanya masuk malam. Semesta sedang berbaik hati padanya sehingga dengan mudah memberinya jalan. Jadi masih ada kesempatan Ayna untuk memikirkan alasan kenapa ia menghindar dari Imbang, paling tidak hingga seminggu kedepan.

Ayna tengah berada diruangan data entry, bersiap-siap untuk bersembunyi di kolong meja ketika handphone yang ditaruh nya di laci meja bergetar. Ada chat masuk dari teman-temannya di grup DE.

Melly : Hallooo, siapa yang mau ke kantin nitip dong.

Nana : Ku juga mau nitip.

Melly : Aynaaaa, kamu yang di lantai satu. Kamu yang ke kantin ya.

Zahara : Setuju

Melly : Setuju (2)

Nana : Setuju. Setuju. Setuju

Karena tidak ada rencana untuk break 10 di kantin, Ayna segera mengetikkan balasan chat untuk teman-temannya.

Ayna : Sorry, aku nggak ke kantin. Au mau tidur.

Selesai mengetikkan balasan Ayna menaruh handphone nya kembali di laci. Break 10 adalah istilah untuk istirahat 10 menit di tiap jam sepuluh, baik pagi atau malam hari. Dan kali ini, Ayna tidak berminat untuk menghabiskan jatah istirahat nya di kantin. Hanya tidur yang ingin dilakukan Ayna saat ini. Ia sangat mengantuk, tidurnya sangat kurang hari ini.

Tadi pagi begitu pulang dari PT, Ayna langsung ke pelabuhan Sekupang. Dengan menaiki pompong Ayna pulang ke rumah orang tuanya yang berada tak jauh dari Batam. Dan sore harinya, Ayna kembali lagi ke Batam karena ia harus bekerja. Minggu adalah OT besar, rugi kalau dilewatkan.

Ayna mendudukkan tubuhnya di kolong meja, menarik kursi lebih dekat ke arahnya, namun sebelumnya  mengatur posisi kursi dalam posisi terendah. Kemudian menjadikan dudukkan kursi sebagai bantal. Ini posisi tidur paling aman. Jarang orang akan tahu keberadaannya di kolong meja. Dijamin tidur diwaktu break yang hanya sepuluh menit.

Suara pintu ruangan yang terbuka membuat mata Ayna yang baru saja terpejam langsung terbuka. Ayna tetap bertahan di tempatnya, berharap seseorang yang sedang melangkahkan kaki ke arahnya cepat pergi. Namun sepertinya doa Ayna belum dikabulkan oleh Tuhan. Karena sepasang kaki saat ini tepat berdiri dihadapannya.

"Ternyata susah sekali ya, Ay untuk ketemu kamu." Imbang berdiri tepat dihadapan Ayna yang masih merebahkan kepalanya di dudukan kursi. Kemudian menarik secara perlahan kursi yang menjadi penghalang dirinya dan Ayna.

Kaget. Ayna segera mengangkat kepalanya. Dengan mata melotot dan mulut terbuka, Ayna menatap Imbang yang tengah berdiri di hadapannya."Ba, Ba-pak kenapa bisa ada di sini?" Ucap Ayna terbata, ia masih tetap berada dibawah meja.

"Tentu saja bisa Ayna. Aku bisa melakukan hal yang lebih dari ini, kalau kamu masih tetap bermain petak umpet denganku." Imbang mengulurkan tangannya untuk  membantu Ayna keluar dari persembunyiannya.

Ayna hanya bisa menundukkan kepalanya. Sekuat apapun dia menghindar kalau Imbang mempunyai kemauan pasti lelaki itu mencari cara untuk mereka bertemu.

"Bapak mau apa?" Tanya Ayna ketika mereka telah berhadapan.

"Oh, come on, kamu nanya mau aku apa?" Imbang berkacak pinggang di depan Ayna, kesal karena gadis itu masih menanyakan apa maunya. "Dan berhenti untuk bersikap formal denganku, Ayna!" Bentak Imbang. Ia  kesal dengan formalitas gadisnya itu.

Ayna hanya menunduk karena mendengar bentakan Imbang. "Maaf," cicit Ayna. Ia belum punya nyali untuk bertemu Imbang saat ini. Ayna belum menemukan alasan kenapa ia pergi.

"Katakan apa alasannya Ayna. Alasan yang bisa diterima akal sehat ku. Kenapa tiba-tiba kamu pergi?" Imbang mencengkeram tangan Ayna.

"Maaf, kemaren aku pergi begitu aja dari apartemen mu. Tanpa berpamitan secara langsung dan ..."

Ayna belum menyelesaikan kata- katanya ketika Imbang membungkam mulutnya dengan bibir pria itu. "Aku nggak ingin dengar itu. Yang aku ingin tahu cuma alasan kenapa kamu pergi dan kemana kamu dua hari ini." Ucap Imbang. Bibir mereka hanya terpisah beberapa senti saja.

Ayna berusaha mendorong Imbang yang begitu dekat dengannya. Namun cengkeraman tangan pria itu di tangannya serta tenaga Imbang yang jauh lebih besar darinya memupus niat Ayna. "Mbang, kita sedang di PT." Ayna berusaha mengingatkan Imbang. Menatap ke sekeliling ruangan data entry yang hanya berdinding kaca. Sehingga mudah bagi orang diluar ruangan melihat apa yang terjadi didalam. Dan Ayna berharap tak ada yang melihat kejadian barusan.

"Aku nggak peduli Ayna. Seminggu ini  kamu membuatku gila. Sengaja menghindar dariku, sampai-sampai kamu tidur ditempat temanmu."

Imbang benar-benar salut dengan Ayna. Segitu niatnya gadis itu menghindar sampai-sampai kemaren Ayna mengungsi ke rumah temannya. Pintar bukan? Gadisnya itu tahu bahwa Imbang pasti akan memanfaatkan hari sabtu untuk mencarinya hingga kemaren saat Imbang ke kos an nya, Imbang tidak menemukan siapa-siapa di sana. Falsa sedang ke Karimun menemui kekasihnya. Jadi tak ada yang bisa dia tanyai. Untung saja ada tetangga kos Ayna yang memberitahu bahwa gadisnya itu tidak akan pulang untuk dua hari ke depan, karena akan menginap di tempat temannya.

"Aku nggak menghindar." Bela Ayna.

"Aku nggak percaya Ayna. Apa salahku hingga kamu pergi tiba-tiba. Apa? Hah??" Bentak Imbang di depan wajah Ayna.

"Imbang please, lepas!" Ayna berusaha melepas cengkeraman tangan Imbang lagi.

"Nggak akan Ayna. Nggak akan. Aku nggak akan melepas kamu lagi. Karena kamu terlalu lihai untuk mengelak. Aku cinta kamu, Ayna." Imbang menatap Ayna tepat di manik matanya.

"Kamu yang kayak gini yang membuat aku pergi. Kamu yang terlalu baik. Aku hanya akan membuat mu repot. Jadi, aku harus pergi darimu agar aku bisa mandiri. Kamu membuat segalanya mudah bagiku. Padahal hidup itu sangatlah keras. Aku nggak mau terbiasa dengan kemudahan itu, karena aku nggak tau sampai kapan itu akan berlaku." Ayna menatap Imbang dengan mata berkaca-kaca.

"Tak ada batas waktu untuk itu Ayna.Selamanya. Selama aku bernafas." Imbang memeluk Ayna erat, mendekap tubuh yang seminggu ini dirindukannya.

Ayna menangis dalam pelukan Imbang. Membalas pelukan pria yang begitu mencintainya, begitupun dirinya. Tapi apakah semudah itu. Apakah Tuhan begitu baik hati kepadanya?

***

"Ayna!" Guncangan di kursi membuat Ayna terbangun dari tidurnya. Oh sial! dia bermimpi!

"Kamu menangis?" Tanya Dita yang melihat pipi Ayna basah oleh airmata.

"Oh!" Ayna mengusap pipinya yang masih basah oleh airmata. "Sial! Air matanya juga asli." rutuk Ayna. Benar-benar break yang berkualitas. Sepuluh menit dirinya bisa tidur dan bermimpi dengan bersimbah air mata.

"Cuci muka gih sana!" Perintah Dita.

Segera Ayna melangkah menuju toilet untuk mencuci muka. Itulah enaknya satu team dengan Dita, dia tidak kepo seperti teman-temannya yang lain. Tidak ada pertanyaan apa, mengapa, kenapa. Tidak akan ada! Atau mungkin karena Dita sudah memiliki keluarga jadi dia malas mengurusi urusan orang lain. Tak perlu sok menjadi pahlawan untuk orang lain. Karena menjadi pahlawan untuk keluarga lebih dibutuhkan, mungkin itu prinsip Dita.

Setelah mencuci mukanya di toilet Ayna kembali ke ruangan data entry namun langkahnya terhenti begitu mendengar beberapa operator bergosip tentang Imbang.

"Kalau aku nggak OT, gue mau kok nemanin Pak Imbang di rumah sakit." Ucap seorang operator.

"Aku juga mau kali!" Seorang operator lainnya menimpali.

"Tapi sayang kita lagi OT."

Apa itu benar? Imbang sakit? Tapi sejak kapan? Segera Ayna kembali menuju ruangan data entry. Mengambil handphone yang ditaruhnya di laci. Kemudian menelpon Imbang.

Tidak diangkat!

Ayna membuka chat yang dikirim Imbang dalam seminggu ini. Banyak. 999+++ chat.  Ayna membaca chat paling akhir, dan membuat air matanya langsung mengalir seketika.

Today, 16.01

Ay, kamu dimana?
Aku sakit Ay.
Tapi kamu nggak ada di sini.
Aku minta maaf kalau aku salah.
Forgive me, Ayna.

Ayna menutup mulutnya dengan tangan, agar suara tangisnya tak terdengar Dita. Seharusnya ia yang minta maaf pada Imbang, karena telah bersifat kekanakan. Dan seharusnya ia ada disamping Imbang saat pria itu membutuhkannya. Tapi apa? malah yang menjadi penyebab semua kekacauan ini. Ia membuat pria itu sakit. Pacar macam apa dia.

Ayna kembali menghubungi Imbang. Dan hanya suara operator yang menjawabnya. "Mungkin Imbang sudah tidur," pikir Ayna.

Ayna menaruh handphone nya kembali didalam laci. Besok, ia akan menemui Imbang. Janjinya.

***

Sepulang dari PT Ayna langsung menuju rumah sakit dimana Imbang dirawat. Tadi ia menghubungi Dunny menanyakan diruangan mana Imbang dirawat.

Ya, akhirnya tadi malam karena merasa tidak tenang Ayna menghubungi Dunny. Beruntung Imbang pernah memberikan nomor temannya itu. Dan menurut penuturan Dunny, Imbang hanya kelelahan yang mengakibatkan tubuhnya drop hingga menyebabkan pria itu harus dirawat inap.

"Hai!" Sapa Ayna ketika memasuki ruang rawat Imbang.

Imbang yang sedang berbaring dengan handphone ditangan, menoleh kearah dimana suara Ayna berasal. "Hai!" Imbang tersenyum kearah Ayna, mengulurkan tangannya agar Ayna mengenggamnya.

"Maaf," ucap Ayna ketika telah berdiri disamping Imbang.

Imbang hanya menggelengkan kepalanya tanda ia tidak mau membahas masalah itu.

"Aku mau dipeluk kamu, Ay. Aku kangen." Rajuk Imbang.

Ayna mendekatkan tubuhnya kearah Imbang, memeluk pria itu sesuai permintaannya. "Aku juga kangen kamu." Ayna berucap disela-sela pelukan mereka.

Setelah beberapa saat Ayna melepas pelukannya. Mengusap wajah Imbang yang masih terlihat pucat. "Ternyata kamu bisa sakit juga ya?" kekeh Ayna.

"Aku kan manusia Ay, jadi bisa sakit. Tapi, untung aku sakit, kalau nggak pasti kamu masih ngumpet terus dari aku."

"Indonesia banget ya, Mbang. Udah sakit aja masih untung."

"Kan bener. Kalau aku nggak sakit, mana mau kamu nemuin aku."

"Maaf, aku emang kekanakkan." Ayna tersenyum bersalah.

Imbang tersenyum menatap Ayna, "Mungkin karena kamu lagi sakit waktu itu, makanya sensitif. Yang penting kamu nggak kabur lagi." Ucap Imbang kemudian.

Ayna hanya mengangguk tanda mengerti.

Seharian dihabiskan Ayna untuk menemani Imbang dirumah sakit. Ingin Ayna libur untuk bisa lebih fokus merawat Imbang. Tapi apalah daya, dia hanyalah operator biasa yang masih terikat kontrak, sehingga tidak bisa sesuka hati meliburkan diri.

Jam 6 sore Ayna berangkat ke PT. Dan akan kembali kerumah sakit esok hari.

"Aku kerja dulu ya." Pamit Ayna.

"Mangkir aja, boleh nggak, Ay." Imbang masih saja menggenggam tangan Ayna tidak mau melepasnya pergi.

"Jangan mulai deh, Mbang. Nggak lucu kalau aku yang masih under training trus kena warning."

Sudah sedari tlsepuluh menit  yang lalu Ayna membujuk Imbang untuk mengizinkannya kerja. Namun tak juga melepaskan genggaman tangannya.

"Kan aku pengen tidur dipeluk kamu, Ay." Rengek Imbang seperti anak kecil.

"Ternyata kamu kalau sakit, manjanya parah ya, Mbang." Ayna menggelengkan kepalanya melihat tingkah Imbang yang tidak mau dilepas barang sebentar pun.

"Karena ada kamu, Ay. Dulu, kalau sakit aku apa-apa sendiri. Sampe aku berdoa sama Tuhan jangan sampai dikasih sakit lagi. Nggak enak ngerepotin orang." Keluh Imbang.

Ayna hanya tersenyum mendengar keluh kesah Imbang. Karena ia tahu bagaimana tidak enaknya jadi anak rantau. Apalagi ketika sakit. Jadi Ayna maklum saja kalau saat ini Imbang bermanja-manja padanya.

"Besok aku peluk kamu, tapi sekarang aku harus pergi dulu." Ayna memohon pada Imbang. Bisa telat dia kalau belum juga berangkat.

Dengan berat hati akhirnya Imbang mengizinkan Ayna pergi.
"Aku pergi ya." Pamit Ayna dan tak lupa memberikan ciuman selamat tinggal untuk Imbang.



Sorry untuk part yang gaje ini.
Sorry untuk typo dan penulisan yang tidak sesuai dengan EYD.


With love,







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top