15. Maaf dan Terimakasih

Dari sekian banyak penyakit yang ada didunia, satu yang menjadi musuh bebuyutan Ayna yaitu masuk angin, tidak elit memang tapi itulah adanya. Kondisi Ayna yang semula biasa-biasa saja bisa berubah 180 derajat. Karena ulah penyakit ini. Seperti saat sekarang ini, wajah putih Ayna tambah putih laksana mayat hidup karena pusing yang mendera. Tak lupa keringat yang mengucur deras ditubuhnya.

"Ayna, kamu kenapa?" Tanya Dita yang baru saja kembali dari area untuk mengantarkan berkas.Dita melihat Ayna yang tengah duduk didepan komputer tidak melakukan apa-apa. Hanya menundukkan kepala dengan tangan sebagai penopang.

Ayna mengangkat kepalanya yang terasa berat dan wajah pucat kemudian menoleh ke arah Dita. "Sepertinya saya masuk angin, Mbak." Ucap Ayna. "Mbak Dit, bisa minta tolong?" Pinta Ayna kemudian.

"Apa?" Dengan cepat Dita menjawab.

"Bisa antar saya ke klinik. Sepertinya saya tidak sanggup lagi melanjutkan pekerjaan untuk hari ini." Ucap Ayna.

Ini adalah hari Senin. Hari pertama Ayna masuk malam, setelah dua minggu lalu ia masuk pagi karena mengerjakan trial bersama Nayaka. Dan tadi, beberapa waktu kondisi Ayna masih baik-baik saja. Ayna masih bisa mengerjakan tugasnya. Masih bisa tertawa dan bercanda bersama teman-temannya saat break makan. Namun lihatlah sekarang. Kondisinya tiba-tiba drop. Pusing di kepalanya menjadi-jadi. Ditambah keinginan untuk memuntahkan isi perut yang benar-benar menyiksa.

Ayna butuh seseorang untuk menolongnya. Ia tak bisa melakukan apa-apa, kepalanya berat seperti ditimpa berton beban, dan tubuhnya menggigil kedinginan seperti orang yang sedang sakau. Kalau bisa Ayna ingin pulang, istirahat di rumah. Namun bagaimana caranya jam empat pagi angkot belum masuk kawasan PT. Ayna harus nunggu nanti, paling tidak sampai pukul 5 pagi. Dan istirahat di klinik adalah pilihan yang tepat.

"Okey." Jawab Dita, lalu membantu Ayna berjalan keluar ruangan menuju klinik yang untungnya tidak jauh dari ruang data entry.

Dita membantu Ayna berbaring di ranjang klinik. "Aku tinggal ya?" Ucap Dita sebelum meninggalkan Ayna sendiri.

Ayna mengedarkan pandangannya, melihat sekeliling ruangan yang didominasi warna putih. Tidak ada perawat yang berjaga. Jadi hanya Ayna sendiri yang berada di dalam klinik itu.

Pusing di kepala masih saja terasa. Membuat Ayna berusaha untuk memejamkan mata untuk menetralisir rasa pusing nya. Namun baru saja Ayna merasakan nyaman di kepalanya perutnya mual ingin muntah, lagi. Ayna segera berlari menuju kamar mandi yang ada di samping klinik, mengeluarkan semua yang ada di perutnya, hingga yang tersisa hanya cairan bening dan rasa pahit. Entah sudah berapa kali Ayna mondar-mandir toilet sedari tadi. Tubuhnya lelah, tak sanggup lagi.

Ayna berpegangan pada dinding toilet untuk menyangga tubuhnya agar tidak ambruk. Ayna tidak mau pingsan. Apalagi di dalam toilet. Dan seumur hidupnya Ayna tidak pernah pingsan walaupun ia sering mengalaminya pusing seperti ini. Setelah menekan tombol flush Ayna keluar dari bilik toilet, berdiri didepan kaca besar dan menatap pantulan wajah pucat pasi nya. Menghidupkan kran di washtafel, Ayna membasuh muka dan berkumur-kumur membersihkan sisa muntahan di mulutnya. Dengan tertatih Ayna kembali berjalan kedalam Klinik.

Ayna merebahkan tubuhnya kembali di ranjang. Airmata tanpa diminta mengalir di sudut-sudut matanya. Ayna kangen Ibunya, Ayah serta adiknya. Saat-saat seperti ini biasanya keluarganya akan bergantian untuk menjaganya. Membuatkan teh hangat agar perutnya yang telah kosong terisi kembali. Memijit lembut keningnya untuk meredakan rasa pusingnya. Atau membalurkan minyak kayu putih keseluruh tubuhnya untuk memberikan kehangatan.

Ayna kangen mereka. Ayna ingin pulang.

Tanpa sadar Ayna menghubungi Imbang, ia ingin berada di rumah, setidaknya ia merasa sedikit diperhatikan ketika berada di dekat orang-orang yang disayanginya.

"Mbang," rengek Ayna ketika Imbang mengangkat panggilannya.

"Hai, kenapa?" Tanya Imbang dengan suara serak khas bangun tidur. Oh tidak, karena dipaksa bangun sepagi ini.

"Mbang, mau pulang." Tiba-tiba saja Ayna sudah menangis, meminta pulang pada Imbang.

"Kan kamu OT. Lagipula jam segini mana ada angkot, belum boleh masuk di pos." Jawab Imbang.

"Tapi aku mau pulang. Aku nggak mau tidur di klinik." Ucap Ayna masih dengan tangisnya.

Imbang yang mendengar Ayna menyebutkan kata klinik langsung panik. "Kamu kenapa, Ay? Kenapa sampai tidur di klinik?" Tanya Imbang cemas.

"Mbang, aku mau pulang, aku nggak mau tidur di sini?" Lagi Ayna merengek minta pulang. Tanpa menjawab pertanyaan Imbang.

"Oke, oke aku jemput kamu. Tapi kenapa kamu bisa di klinik. Kamu sakit apa?" Tanya Imbang lagi.

"Tadi aku pusing, trus muntah-muntah." Jawab Ayna. "Aku mau pulang Mbang, aku nggak mau tidur di klinik."

"Oke, tunggu ya." Ucap Imbang, kemudian menutup teleponnya.

***

"Maaf ya, Mbang aku ganggu waktu istirahat kamu." Ayna merasa tidak enak sekali pada Imbang karena telah mengganggu waktu istirahat pria itu.

"Hey, kamu ngomong apa sih Ay. Aku malah senang karena kamu menelfonku. Itu artinya kamu membutuhkanku." Ucap Imbang seraya mengusap kepala Ayna sayang, kemudian menarikkan selimut hingga batas dada. "Kamu istirahat ya. Aku mau mandi dulu." Imbang mengecup kening Ayna lalu beranjak ke kamar mandi untuk bersiap-siap kerja.

Tadi setelah menerima telepon dari Ayna, Imbang segera bangkit dari tidurnya kemudian berlari menuju basement tempat dimana mobilnya terparkir. Dengan segera Imbang mengendarai mobilnya, menuju Kyoto guna menjemput kekasihnya yang sedang sakit.

Kemudian menelpon Ayna untuk mengabarkan bahwa dia telah sampai didepan Kyoto. Untung saja pos penjagaan memberikannya izin masuk. Untung saja ia memasang stiker car pass di kaca mobil, hingga penjaga dengan gampang memberinya izin. Padahal jam-jam seperti itu amat susah untuk mobil memasuki kawasan PT.

"Ay, aku berangkat dulu ya." Imbang mengusap kening Ayna. Dingin. Dan wajah pucat Ayna yang tadi dilihatnya sudah tidak ada lagi. Imbang sangat terkejut melihat Ayna yang pucat seperti mayat hidup. Tak ada darah sedikitpun di wajah gadisnya.

Tak ada jawaban dari Ayna. Sepertinya rasa lelah telah membawa Ayna ke alam mimpinya.

Begitu sampai di apartemen tadi, Ayna kembali memuntahkan isi perutnya yang hanya tinggal cairan itu. Dengan telaten Imbang memijat pundak Ayna memberi kenyamanan. Setelahnya Imbang menggendong Ayna yang lemah tak berdaya ke dalam kamarnya, membaringkan diatas ranjang, memberikan segelas teh hangat untuk menghangatkan perutnya lalu semangkuk bubur yang dibuat secara instant. Dan tak lupa Imbang memaksa Ayna memakan sebutir obat penghilang rasa sakit kepala.

Setelah mengecup kening dan bibir Ayna, Imbang meninggalkan Ayna yang terlelap menuju PT untuk memulai harinya.

Ayna terbangun dengan sisa pusing di kepalanya. Kemudian menyandarkan tubuh di kepala ranjang untuk menstabilkan rasa pusing nya. Setelah reda, Ayna berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak butuh waktu lama bagi Ayna untuk mandi, sekedar menghilangkan lengket ditubuh dan bau badan yang diakibatkan keringat. Setelahnya Ayna menuju pantry untuk membuat segelas coklat hangat, berharap dengan begitu kondisinya cepat fit.

Suara dering telepon menghentikan aktivitas Ayna yang sedang menonton televisi.

"Ay, kamu udah bangunkan?" Cecar Imbang ketika Ayna mengangkat teleponnya.

"Udah, ini lagi nonton." Jawab Ayna.

"Masih pusing?" Tanya Imbang.

"Sedikit,"

"Kamu mau makan apa? Biar aku pesankan." Imbang bertanya apa yang diinginkan Ayna.

"Nggak usah. Aku makan roti aja. Lagi nggak selera makan juga, jadi percuma."

"Tapi kamu harus makan, Ay. Kalau nggak, kapan sembuhnya." Imbang tidak suka dengan Ayna yang sering abai masalah makan. Ayna itu tipe malas. Iya, malas nyari makan. Kalau stok makanan di rumah tidak ada, dia lebih baik tidak makan daripada harus keluar rumah.

"Tapi aku nggak selera, Mbang. Percuma aja, kalau ujung-ujungnya kubuang." Ayna tetep kekeh dengan keputusannya.

"Terserah kamu mau atau nggak. Yang penting aku pesanin. Ingat Ay! kamu harus makan walaupun sedikit. Aku nggak mau kamu sakit lagi." Tegas Imbang, lalu menutup teleponnya secara sepihak.

Ayna yang hendak menjawab ucapan Imbang hanya ternganga melihat handphone nya. Imbang memutus sepihak teleponnya tanpa mendengar jawabannya. Ayna merasa Imbang kesal dengannya, karena telah mengganggu waktu istirahat pria itu.

Dengan segera Ayna mengetikkan sebuah pesan untuk Imbang, "Maaf aku sudah membuat mu repot. Dan terimakasih."

Setelahnya Ayna mematikan televisi yang tengah ia tonton dan beranjak menuju kamar mengambil barang bawaannya. Tak lupa Ayna merapikan semua kekacauan yang telah dibuatnya, lalu meninggalkan apartemen Imbang.

Tak ada yang lebih ikhlas dari keluarga.

***

Imbang menatap handphone nya kesal. Ada beberapa panggilan tak terjawab. Dan pesan dari sekuriti apartemen yang diabaikannya begitu saja. Imbang lebih tertarik dengan sebuah pesan dari Ayna yang membuat kening Imbang berkerut ketika membacanya. Apa maksud kata kata itu? Maaf dan terimakasih untuk apa? Segera Imbang menghubungi nomor Ayna namun tak ada jawaban. Imbang mengulangi hingga beberapa kali namun hasilnya tetap sama.

Tadi setelah menelpon Ayna Imbang bergegas ke ruang meeting karena paging system telah memanggil-manggil seluruh peserta untuk berada di Hawaiian room tempat diadakannya meeting kali ini. Hingga baru sekarang ia bisa membaca pesan yang dikirim gadisnya itu.

Imbang mengirimkan sebuah pesan kepada Ayna berharap gadisnya itu mau membacanya apalagi membalasnya.

Hey, ada apa? We need to talk. Angkat telponnya.

Sorry untuk typonya.


With love,

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top