11. Keep Strong

"Gantengan mana aku atau pacarmu?" Bisik Nayaka di telinga Ayna.

"Gantengan pacar saya lah, pastinya." jawab Ayna pongah.

Ayna kesal sekali dengan Nayaka-Nayaka ini. Suka sekali menggodanya. Ini karena Nayaka itu project engineering yang mengurus trial produk baru jadi intensitas pertemuan mereka jadi sering. Iya, Ayna masuk dalam team trial produk baru yang tengah dipimpin Nayaka.

Dan Nayaka hobby sekali menggoda Ayna dimanapun berada. Seperti saat sekarang ini. Mereka sedang berada di kantin tengah makan siang. Dan Nayaka duduk disamping Ayna.

"Apa sih kelebihan pacar kamu sampai kamu nggak mau putusin dia." Tanya Nayaka diantara kunyahan nya.

Mengabaikan Nayaka, Ayna mengunyah nasi yang ada di mulutnya.

"Makanya kamu putusin aja pacar mu itu, trus pacaran sama saya." ucap Nayaka dengan pedenya.

"Nggak usah, makasih pak." Ayna berkata tanpa menatap Nayaka."Belum tahu aja lo siapa laki gue." ucap Ayna didalam hati.

Nayaka itu senior engineering di Kyoto. Jabatannya setingkat dibawah Siga san, manager Engineering. Usia Nayaka, dua atau tiga tahun lebih tua dari Imbang. Dia playboy. Kata temen-temen Ayna dia ganteng. Tapi menurut Ayna tidak. Gantengan Imbang kemana-mana. Ini masalah selera. Karena ganteng dan cantik itu relatif. First impression Ayna ke dia mungkin jelek. Jadi dimata Ayna, Nayaka itu ganjen. Dia itu terlalu ramah, sehingga ketika dia berbicara bukan hanya mulutnya saja yang bekerja tapi tangannya pun ikut kemana-mana. Mungkin itu wajar bagi sebagian orang. Tapi tidak bagi Ayna. Ayna tidak suka. Dan ditambah sekarang ini Nayaka sering kali membuatnya kesal dengan sifat usilnya. Jadilah Ayna tambah tidak suka.

Nayaka hanya geleng-geleng melihat Ayna yang menjawab pertanyaanya tanpa menoleh. Ia tak marah. Malah semakin senang mengusili Ayna. "Aku jadi penasaran seperti apa pacar mu itu." Ucap Nayaka mengusap kepala Ayna.

Ayna melotot ke arah Nayaka yang sedang mengacak rambutnya. Dan dibalas oleh kekehan senang Nayaka. "Tangannya nggak usah ikut ramah dong." Ayna menepis tangan Nayaka yang ada di kepalanya.

"Tau nggak Ay, semakin kamu jutek, aku semakin greget, trus pingin bawa kamu pulang."

"Sesukamu lah, Pak! mau ngomong apa!" ucap Ayna kesal. Ayna meninggalkan meja tak lupa membawa tray nya yang sudah kosong.

Ayna menaruh tray nya di rak yang telah disedikan. Kemudian berjalan menuju locker room untuk mengambil facial foam dan pasta giginya. Kemudian melangkah menuju toilet yang ada di mushala. Kebiasaan Ayna selalu menyikat gigi dan mencuci muka sehabis makan. Baik itu break di siang hari ataupun malam hari.

"Gue sebel banget sama anak baru yang namanya Ukrayna itu. Sok cantik banget. Berani ngomong kayak gitu sama Pak Nayaka." Ayna yang berada didalam toilet mendengar suara seseorang yang tengah menyebut namanya.

Toilet di mushala mempunyai beberapa buah bilik dan beberapa buah kran luar yang sering digunakan untuk mengambil wudhu serta beberapa buah washtafel yang dilengkapi kaca besar yang biasa digunakan untuk berdandan atau merapikan jilbab atau pakaian. Dimanapun berada tampil sempurna itu perlu bukan?

"Sama, gue juga! Lo liat gayanya tadi. Beuhh! bener-bener minta dibejek tuh anak." Suara lain ikut menimpali.

"Gue heran banget. Pelet apa yang dipake itu anak ampe pak Nayaka yang cakepnya naudzubillah mau sama dia."

"Gue rasa pak Nayaka penasaran aja ama tuh anak. Gue yakin tuh anak Pecun. Lo liat dong bodynya, gue yakin dia udah diperawanin."

"Nah, lo bener. Gue rasa dia perek. Trus bilang ke orang-orang kalau udah punya pacar, jadi pak Nayaka yang suka tantangan makin seneng deketin dia. Ntar juga dia mau ditiduri."

Ayna tidak tahu lagi apa yang dibicarakan orang-orang itu. Dia hanya bisa menutup telinganya dengan kedua tangan dan mengigit bibirnya untuk menahan tangis.

Seperti itu kah pikiran orang-orang itu tentangnya. Mengapa mereka jahat sekali. Padahal mereka tidak mengenal Ayna. Kenapa dengan mudah mereka mengambil kesimpulan seperti itu. Ayna menunggu hingga tak terdengar lagi suara orang orang itu di toilet. Untung sekali toilet masih sepi, karena orang-orang masih sibuk di kantin sehingga tak ada yang mendengar omongan dua manusia tadi selain dirinya.

Ayna membasuh wajahnya yang telah penuh dengan airmata. Sial! Mengapa ia harus menangis mendengar omongan yang sudah pasti tidak benar itu. Segera Ayna menyelesaikan aktivitasnya di toilet, menaruh barangnya ke  locker room. Kemudian melangkah menuju shelter area untuk menenangkan diri. Saat ini hanya itu yang dibutuhkan Ayna, menenangkan diri sejenak. Atau ia akan membuat kegaduhan dengan melabrak orang-orang tadi dan pasti akan merugikan dirinya sendiri.

***

"Apa yang kamu pikirkan tentang aku?"

Ayna mengirimkan sebuah chat pada Falsa.

"Maksudnya?" balas Falsa.

"Apakah aku seperti seorang pelacur? Seperti wanita murahan?" Ayna mengetikkan kata-kata yang membuat dadanya sesak.

"Siapa yang berani bicara seperti itu? Tell me!"

"Aku nggak tau siapa," bohong Ayna. Aku hanya mendengar ketika orang-orang itu bicara dibelakangku."

"Abaikan orang-orang itu. Mereka tidak mengenal mu. Mereka hanya iri melihat apa yang kamu punya. So keep strong. Jangan pernah menangis untuk orang-orang bodoh itu!"

Benar kata Falsa, untuk apa Ayna menghabiskan air mata untuk orang-orang itu.

"Oke. Thank you, Fal. Jangan sampai Imbang tahu masalah ini. Please!" Pinta Ayna diakhir chatnya.

Berbagi dengan seseorang yang benar-benar mengerti kita adalah solusi terbaik saat mendapatkan masalah.

Ayna melirik jam di tangannya. Sepuluh menit lagi waktu break akan berakhir. Segera Ayna melangkahkan kakinya ke trial room. Ayna tidak mau anak-anak itu berfikir kalau ia sengaja mencari perhatian Nayaka dengan terlambat masuk ruangan.

"Ayna!"

Langkah Ayna terhenti begitu mendengar namanya dipanggil.

Berbalik, Ayna melihat Imbang dan Dunny melangkah ke arahnya. Sepertinya mereka baru selesai makan siang di kantin gedung 3.

"Darimana?" tanya Imbang begitu berada didepan Ayna.

"Saya dari shelter, Pak." jawab Ayna, dengan ekor mata melihat kearah Dunny.

Dunny yang merasa Ayna tidak nyaman melihat keberadaannya segera berkata, "Tenang aja. Gue nggak bakal ember kok. Kalian ngobrol aja. Dan lagi, kalau gue ninggalin kalian berdua, tambah ribet yang ada. Noh liat, fansnya si Imbang udah pada kepo tuh!" Dunny menunjuk kumpulan cewek-cewek yang baru keluar kantin melihat kearah mereka bertiga.

"Aku cuma mau bilang nanti kita pulang bareng. Tunggu aku ditempat biasa." ucap Imbang, lalu melangkah meninggalkan Ayna diikuti Dunny.

Ayna hanya mengangguk, mengiyakan. Kemudian melanjutkan langkahnya menuju trial room.

***

Hari ini terasa begitu lama bagi Ayna. Sedari tadi Ayna melirik jam yang ada di pergelangan tangannya. Berharap waktu cepat berlalu. Dan ia segera pulang. Ia lelah. Bukan karena pekerjaan. Namun lebih kepada lelah bathin. Sedikit banyak, Ayna memikirkan perkataan yang didengarnya di toilet tadi.

Bunyi bel membuat penderitaan Ayna berakhir. Segera Ayna meninggalkan trial room, menuju locker guna mengganti sepatu yang dipakainya. Selama di PT karyawan memang diwajibkan memakai sepatu yang sudah disediakan.

Hari ini Ayna tidak over time. Ayna sengaja meminta itu kepada Nayaka. Dengan alasan tidak enak badan, pastinya. Dan untung saja, Nayaka menyetujui.  Untuk itu Ayna sangat berterima kasih pada Nayaka yang mau repot cancel ke office. Karena form OT Ayna sudah masuk ke office sejak pukul sepuluh pagi tadi. Sebagaimana prosedur yang berlaku. Setiap pengajuan form paling lambat masuk office sebelum makan siang. Karena akan susah untuk di follow up, apabila melewati batas waktu yang ditentukan.

***

Dering ponsel membuat Ayna terjaga dari tidurnya. Dengan mata terpejam Ayna menggapai-gapai mencari dimana ia meletakkan handphone nya.

"Kamu dimana, Ay?" Suara Imbang langsung menyambut ketika Ayna mengangkat telepon nya.

"Di rumah." jawab Ayna dengan suara serak karena baru bangun tidur.

"Kamu kenapa? Kenapa suaramu serak? Kamu habis nangis?" cecar Imbang karena mendengar suara Ayna.

"Nggak kenapa-napa. Aku baru bangun makanya suaraku serak." Ayna bangkit dari tidurnya menatap sekeliling kamar. Lampu kamarnya masih mati. Hanya cahaya dari lampu teras yang menerangi. Ayna menuju sakelar yang ada di dekat pintu kamar untuk menghidupkan lampu.

"Bukannya kamu OT?" Tanya Imbang diujung telepon.

"Aku minta pulang, lagi nggak enak badan." Ayna mengambil gelas yang ada di rak, kemudian mengisinya dengan segelas air.

"Kamu sakit? Kenapa nggak kasih tau. Aku kan bisa pulang cepet. Akukan nungguin kamu, makanya pulangnya lama."

"Cuma kurang enak badan aja. Maaf ya Mbang, aku lupa kasih tau kamu." Sesal Ayna. Ia merasa tidak enak dengan Imbang. Seharusnya jadwal kerja Imbang itu 8 to 5. Tapi karena ingin pulang bareng Imbang rela menunggu Ayna hingga jadwal OT nya berakhir.

"Nggak masalah, yang penting kamu nggak apa apa. Kamu udah ke klinik kan? Udah minum obat?"

Ayna hanya diam tak menjawab. Di PT nya memang ada klinik in house. Jadi kalau ada karyawan yang sakit bisa langsung ditangani oleh perawat atau Dokter kalau sedang praktek.

"Ayna," panggil Imbang.

"Aku udah tidur jadi nggak butuh obat lagi." jawab Ayna.

Imbang tahu pasti Ayna belum pergi ke klinik untuk berobat. Soalnya Ayna itu paling malas minum obat.

"Ya udah. Aku ke kosan mu sekarang. Mau dibeliin apa?" Tanya Imbang sebelum menutup teleponnya.

"Terserah aja." Jawab Ayna, lalu menaruh ponselnya di meja TV.

Sebetulnya Ayna tidak ada rencana untuk tidur. Begitu sampai di rumah, Ayna duduk santai di kasur sembari menonton TV. Namun rasa sakit yang tiba-tiba di kepalanya membuat Ayna merebahkan badannya sampai membuatnya ketiduran hingga malam.

Ayna mengusapkan handuk kecil ke rambut basah nya. Ia baru saja selesai mandi. Ayna membuka pintu kamar yang tidak tertutup rapat dan menemukan Imbang telah duduk manis diatas kasurnya.

"Sorry, aku main masuk aja. Tadi pas diketuk-ketuk nggak ada yang nyahut. Pas aku buka, ternyata pintunya nggak dikunci. Trus anak sebelah bilang kamu lagi mandi, aku disuruh masuk aja." Jelas Imbang sebelum Ayna bertanya.

Untung Ayna selalu membawa pakaian ganti ke kamar mandi kalau tidak bisa berabe jadinya.

"Katanya bawa makanan, mana?" Ayna menagih makanan yang dijanjikan Imbang sebelumnya.

"Ada. Tuh!" Imbang menunjuk bungkusan yang ada di dekat dispenser.

"Ooh," ucap Ayna melirik arah telunjuk Imbang. Ayna kembali keluar kamar untuk menaruh handuknya di jemuran.

"Sebenarnya kamu sakit apa?" Tanya Imbang. Mereka sedang menyantap makanan yang dibawa Imbang.

"Cuma pusing."

"Si Nayaka bikin kamu kesal? Makanya kepala mu pusing?"

"Dia emang bikin kesal. Tapi bukan karena dia aku sakit. Mungkin karena aku kecapekan aja. Aku kan baru merasakan  kerja yang seperti ini. Jam kerjanya gila-gilaan."

"Ku pikir karena si Nayaka itu." ucap Imbang. "Oh ya, Ay, kamu hati-hati sama dia ya? Sebenarnya aku marah sama dia berani-beraninya gangguin kamu. Tapi, aku..."

"Iya, aku juga nggak suka sama Pak Nayaka itu. Kamu tenang aja." Ucap Ayna memotong pembicaraan Imbang.

Imbang tersenyum mendengar kata-kata Ayna. Dia tahu gadisnya itu tak akan tergoda dengan gombalan Nayaka. Tapi, tetap saja Imbang kesal pada rekan kerjanya itu.

Ah, salah Imbang sendiri tak memproklamirkan hubungannya dan Ayna.




Sorry for typo.

With love,


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top