Side Story: Mak Comblang!

Ini update side story dulu yak :")

Chapter selanjutnya hari Minggu hehe

Gaes kalo nanti ada typo nama Pantas, itu harusnya Paras yaw☹️ aku udah ubah tp entah mengawhy gak keubah☹️

#Now Playing: RAN - Pandangan Pertama

-

-

Seperti biasa Mint duduk di gimnasium untuk menonton cowok-cowok bermain basket. Bukan karena memang ingin menonton cowok-cowok super keren, bukan. Mint ingin menonton Gempar yang diajak bergabung dalam tim David untuk tanding dengan murid kelas lain. Di samping Mint ada Ninda dan Elva yang menemani.

"Heran deh, gengnya David ganteng-ganteng banget," gumam Elva terkagum-kagum.

Mint memerhatikan tiga teman satu geng David. Keempat cowok berparas blasteran dan rupawan itu disebut Four Dream. Iya, disebut seperti itu karena menggapai mereka bagaikan mimpi. Julukan itu diciptakan cewek-cewek yang tidak kesampaian menjadi pacar mereka. Empat cowok itu terdiri dari David Palmer, Axel Palmer, Garis Prambadi, dan Paras Margi. Semua orang tahu David dan Axel masih sepupuan. Duo blasteran keren itu tak pernah gagal memenangi hati cewek di sekolah. Sayangnya semua orang sudah tahu kalau David sedang dekat dengan Ninda, salah satu cewek yang disebut dayang-dayang Mint.

"Biar ganteng bukan selera gue," sahut Mint.

"Gue heran sama lo deh, Mint. Kenapa nggak pernah pacaran sama yang terkenal lagi?" tanya Ninda. Selama ini Mint tidak pernah memacari sesama anak tenar. Mint lebih sering memilih anak yang biasa-biasa saja, tidak terkenal ataupun jarang dikenal.

"Soalnya gue udah terkenal. Buat apa pacarin yang terkenal lagi?"

"Ya... biasanya yang terkenal sama terkenal lagi. Biar bisa dikenal seantero sekolah. Itu sih yang sering gue lihat di tv serial atau film," sambung Elva.

"Entahlah. Cowok-cowok terkenal di sini bukan selera gue." Mint sendiri tidak mengerti kenapa dia tidak pernah tertarik memacari sesama anak tenar. Setiap kali ada yang terkenal dan mendekati, Mint akan langsung menolak mentah-mentah. Lain hal dengan cowok-cowok yang kurang terkenal dan biasanya tidak diingat teman-temannya, Mint justru tertarik. "Mungkin karena pacarin cowok terkenal lebih mudah buat gue. Ya, intinya gue nggak suka. Not my type."

"Tapi Gempar terkenal, lho! Junior kita sering ngomongin Gempar." Ninda memberitahu.

Mint tertawa geli mendengarnya. "Lo yakin? Gue yakin nggak semua orang tau namanya. Muka Gempar emang ganteng, tapi belum tentu semua orang inget namanya. Kalo terkenal tuh kayak gengnya David. Siapa yang nggak kenal mereka?"

"Iya, sih. Apalagi Axel mantannya Lana. Terus ada Paras yang pacaran sama senior pemes sekolah kita. Mereka kumpulan anak-anak populer. Mana mau lirik upik abu macam kita gini," ucap Elva. Detik berikutnya dia meralat, "Eh, Mint bukan upik abu. Lo termasuk populer sama kayak Fushcia, Lilac, dan Navy."

"Mau jadi anak populer, El?" goda Ninda.

"Nggak. Berat banget pasti." Elva mendesah kasar.

"Elva suka sama Axel tau, Mint," beber Ninda.

Elva langsung memukul punggung Ninda begitu membeberkan hal yang ditutupinya. "Ninda! Lemes banget!"

Mint mengalihkan pandangan pada Elva. "Oh, ya? Kenapa nggak deketin Axel?"

"Mint," Elva menghela napas. "Lo tau sendiri, kan, Axel mantannya Lana? Lana secantik itu. Badannya Lana aja langsing banget. Mereka berdua cocok. Dibandingin sama gue yang agak berisi mah jomplang. Gue nggak ada apa-apanya dibandingkan Lana. Mana mungkin anak populer kayak Axel mau sama gue yang kastanya jauh banget. Dia pasti nggak kenal sama gue. Duh, gue nggak mau ngimpi. Cukup mengagumi aja. Gue orangnya tau diri kok."

"Membandingkan diri sama orang lain nggak ada habisnya, El. Kalo dia nggak tertarik sama lo karena bukan dari kalangan anak tenar, berarti dia nggak pantas buat lo. Itu pertanda dia cuma mau ketenaran doang dan nggak mau menjatuhkan harga dirinya agar nggak dianggap punya selera aneh. Misalkan dia baik, pasti kayak David. Nggak peduli apa pun, dia suka sama Ninda sampai sekarang," ucap Mint panjang lebar.

"Gue setuju sama Mint!" sela Ninda.

"Mint, lo nggak tau rasanya jadi anak yang terbuang, kan? Gue ngerasain itu. Nggak ada yang tertarik sama gue."

"Lo nggak tau rasanya dibenci sama semua orang, kan? Gue ngerasain itu. Jadi berhenti bilang hal-hal kayak gitu. Ada kalanya orang nggak bisa nunjukkin kalo dia tertarik. Siapa yang tau jodoh orang. Bisa aja nasib beruntung." Mint menekankan tiap kalimatnya.

"Tuh, denger. Jangan pesi--"

"Lo sama aja, Nin," potong Mint.

Ninda nyengir. Kalau tidak disadarkan Mint, mungkin dia tidak bisa dekat dengan David.

"Maaf, deh. Gue emang minderan dan nggak pede," ucap Elva pelan. Embusan napas lolos begitu saja dari mulutnya.

"Axel!" panggil Mint dengan kencang.

Sosok yang dipanggil menoleh. Karena hilang fokus dan tidak melihat ada David yang telah melempar bola, kepala Axel terkena hantaman bola basket. Namun, pertandingan tetap berlangsung. Axel kembali bermain basket setelah menaikkan tangannya ke udara pada Mint, seolah menyuruhnya menunggu.

"Ya, ampun! Pasti sakit," ucap Elva khawatir. "Kenapa lo panggil, sih, Mint?"

"Biar lo bisa lihat mukanya lebih jelas. Bonus dari gue," jawab Mint

"Ya, tapi kepalanya ketabok bola, Mint. Jahat ih. Kasihan Axel." Elva merengut. Memandangi Axel yang mengusap kepalanya, seolah dia ikut merasakan sakit yang diterima Axel.

"Baru kena bola. Belum dipukul botol beling. Dia baik-baik aja. Nggak bakal mati," kata Mint.

"Ih, bener ya. Lo mah kejam," dengkus Elva.

Mint bersedekap di dada. Sambil melempar senyum pada Gempar yang melambaikan tangan dari bawah sana, Mint membalas, "Emang. Jangan pura-pura baru tau."

Elva tidak berkata apa-apa lagi selain memerhatikan Axel. Begitu pula dengan Ninda yang menyemangati David.

Beberapa menit kemudian pertandingan berakhir. Tim David menang. Gempar dan David langsung menghampiri tempat Mint berada. Di belakangnya ada Axel, Garis, dan Paras yang turut mengikuti.

"Sayangku!" Mint bangun dari tempat duduknya dan bergelayut manja di lengan Gempar.

"Susah ya kalo lagi manis-manisnya nempel mulu," ledek David.

"Sirik lo." Mint menjulurkan lidahnya bak anak kecil.

"Wah... Gem. Ini pacar lo kelakuannya mulai mirip bocah." David geleng-geleng kepala. "Dulu nih, waktu belum ada pawangnya disapa geng gue aja nggak mau. Dicuekin, Meeeen."

"Lo suka nggak jelas sih makanya males gue ladenin. Kurang kerjaan. Kadang suka kayak ketua geng motor aja songong." Mint melempar tatapan angkuh bin menyebalkan seperti biasa, membuat David semakin geleng-geleng kepala gemas.

"Oh, ya, lo bertiga udah kenal sama dua bidadari ini belum?" tanya Mint saat menunjuk Elva dan Ninda.

"Kenal dong. Yang satu ini calon gebetan gue. Namanya Ninda," sahut Paras dengan kerlingan mata genitnya.

"Sekata-kata lo!" David merangkul pundak Ninda dan menariknya dengan mesra. "Ninda milik gue. Jangan digenitin. Gue sabet pakai ikat pinggang lo."

"Milik, milik. Ngajak jadian aja belum. Ninda punya orangtuanya," cibir Mint.

David berdecak. "Ya, elah... Mint. Gitu amat."

"Berisik lo. Gue mau kenalin mereka sama teman-teman lo." Baru akan Mint ingin memperkenalkan, suara Axel sudah lebih dulu terdengar.

"Yang ini Elva, kan? Penulis langganan cerpen di mading," sela Axel sambil tersenyum saat melihat Elva.

"I-i-iya," sahut Elva. Matanya langsung berbinar-binar memandangi Axel.

"Gue suka baca cerpen buatan lo. Bagus. Gue juga baca blog punya lo. Lucu bahas rutinitas keseharian di sekolah," kata Axel.

"Axel pecinta novel teenfict tau, El. Dia suka baca genre sejenis itu sama romansa. Katanya lucu untuk dibaca," beber Paras dengan gaya tengilnya.

"Ceritanya Elva bagus makanya gue suka," kata Axel, masih tetap mempertahankan senyum.

Elva tersipu malu. Kakinya lemas dipandang berulang kali oleh Axel dan dikasih senyum semenawan itu. Kalau Elva es krim dan Axel matahari, maka dia sudah meleleh sejak tadi.

Mint menyadari rona merah di pipi Elva. Dia memulai siasat baru. "Gue denger kalian berempat sering latihan band. Boleh nggak gue, Elva, dan Ninda datang nontonin kalian?"

"Boleh banget, Mint!" sahut David semangat.

Mint memutar bola matanya. David ini selalu menjawab apa yang seharusnya tidak dijawab. Padahal dia berharap Axel yang menjawab supaya Elva senang.

"Oke, nanti datang. Gue ajak Gempar juga." Mint menyandarkan kepala di pundak Gempar yang tengah meneguk air putihnya.

"Dih... sok manja banget lo, Mint," ledek David.

"Berisik lo, ya!" Mint melotot tajam.

"Eh, Garis diem aja. Lo nggak cemburu karena Mint jadiannya sama Gempar, kan?" goda Paras. Mulutnya kelepasan meledek hal ini.

Garis tidak menanggapi dan berbalik badan. "Gue duluan."

"Lo, sih, Par. Ngambek, tuh, anak gadis kita." David berdecak. "Buruan kejar keburu ngais-ngais sampah."

"Ya, udah, deh. Gue duluan." Paras berlari mengejar Garis dari belakang. "Woi, Garis Biru! Woooooiii!"

"Gue juga cabut, deh," kata David seraya menarik tangan dari pundak Ninda. "Bye, Nin. Nanti balik bareng, ya. Semangat belajarnya."

"Geli banget," cibir Mint.

"Ye... sirik! Udah, ah. Gue cabut mau ngejar si bontot Garis," kata David, yang kemudian melenggang pergi.

"Kalo gitu gue duluan. Sampai jumpa lagi semuanya." Axel tetap mempertahankan senyum manisnya. Begitu pandangannya tertuju pada Elva, dia menarik senyum lebih lebar lagi. "Dah, Elva. Gue tunggu cerpen barunya. Semangat, ya!"

Elva melongo. Axel menyemangatinya! Ya, Tuhan! Elva mau guling-guling di lantai gimnasium!

"Oh, My God. Axel gantengnya nggak ngotak," gumam Elva. Arah matanya masih tetap tertuju pada punggung Axel. Baru kali ini dia disapa Axel.

Selagi Elva dan Ninda memandangi cowok idaman, maka Gempar berdeham keras.

"Ngapain deham-deham? Keselek?" tanya Mint pada Gempar.

"Garis pernah suka sama kamu, ya?"

"Bukan cuma suka, tapi pernah pedekate," jawab Mint santai.

"HAH?"

"Hah, hoh, hah, hoh. Jangan kayak tukang keong, deh."

"Kok kamu nggak cerita?"

Mint mengamati Gempar sebentar. Pacarnya itu memasang wajah kaget bercampur kesal. "Buat apa diceritain? Bikin kamu cemburu? Ngapain amat. Itu waktu baru masuk sekolah. Aku nggak suka bahas masa lalu. Kalo udah berlalu, buat apa dibuka lagi pembahasan tentang itu? Lebih baik fokus sama yang ada sekarang. Mantan, mantan gebetan, or whatever, bukan untuk dibahas lagi. Aku lebih suka apa yang kamu inginkan dengan hubungan ini dan apa mimpi kamu ke depannya. Jadinya kita bisa saling mendukung dan menyemangati."

Gempar batal pura-pura ngambek karena jawaban Mint. Pacarnya memang tidak pernah membahas mantan-mantannya. Ya, karena kata Mint tidak penting untuk dibahas. Mint hanya cerita beberapa cowok yang sempat menyakiti, tapi Mint menganggap itu sebagai pelajaran untuknya lebih kuat lagi. Gempar tidak pernah gagal dibuat kagum oleh Mint.

"Mint, jauh banget mikirnya. Kita, kan, masih muda."

"Emangnya kalo masih muda nggak boleh punya rencana? Biarpun kita punya rencana dan Tuhan punya kuasa, tapi tetap aja boleh berencana, kan?"

Gempar merangkul pundak Mint dan mencubit pipinya dengan gemas. "Boleh, Sayang, boleh. Gemes amat."

"Hm... jadi nyamuk lagi nih, El," kata Ninda seraya menyenggol bahu Elva.

"Kalian mesra mulu, ye. Jangan sampai gue gandeng Axel, nih," canda Elva dengan nada meledek.

"Ada Axel diam aja lo. Giliran nggak ada sok-sok-an," cibir Mint.

-

-

Jangan lupa vote dan komen kalian<3

Elva sama Axel cocok nggak nih? hehe

Yuhuuu ini mereka semua XD dalam bayanganku, ini mereka. Kalo dalam bayangan kalian yang lain gapapa ehehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top