Chapter 5: Bantuan

Yuhuuu! Mohon maap updatenya telat :")

Yok vote dulu baru komen sebanyak-banyaknya😘😘🤗❤️

Untuk tahu cerita di bawah ini diharapkan baca chapter 4 Ivory dulu ya! Ada di lapaknya cinkiaewys jadi biar nyambung ke sini😁❤️

Mint kalo senyum secantik ini lho, Gaes!😍😍😍

#Playlist: Junggigo - D Day

"Nggak usah cari gara-gara kalo lo nggak mau gue aduin ke papa mama."

Kalimat Silver berhasil menaikkan emosi Mint. Dia pikir Silver akan membelanya habis-habisan. Rupanya dia salah. Kedua tangannya mengepal sempurna. Tak mau menatap kakaknya, Mint beranjak pergi meninggalkan keramaian.

"Ivory..." Mint mengepal tangannya kuat-kuat. "Gue bikin hidup lo di sini makin suram. Liat aja," tekadnya kesal.

Langkah Mint terburu-buru sampai beberapa orang yang menghalangi jalannya ditabrak begitu saja. Tanpa minta maaf pula. Mint sangat kesal. Dia ingin segera tiba di kelasnya supaya dapat meremas banyak kertas demi meluapkan kekesalan.

Tiba-tiba ada tangan yang menahannya. Mint menoleh ke arah cowok yang menangkal tangannya. Alhasil Mint berhenti dan memelototi cowok itu.

"Kita perlu bicara, Mint," pinta cowok itu.

"Mau bicara soal apa lagi?" tanya Mint jutek.

"Pokoknya kita harus bicara."

Cowok itu mencengkram tangan Mint dengan kasar, menyeretnya dengan cepat menjauhi koridor. Setelah berada di depan ruang audio visual, cowok itu melepas cengkramannya dari Mint.

"Lo mau bicara apa?" tanya Mint jutek.

"Gue mau kita balikan," jawab cowok itu cepat.

Mint tertawa geli. "Balikan? Gila kali lo. Gue nggak mau."

"Dengar ya, Mint. Lo nggak akan nemuin cowok sebaik gue."

"Masa sih? Banyak cowok yang lebih baik daripada lo. Jangan kepedean deh."

Mint menatap jijik mantannya. Cowok bernama Rivan itu adalah mantannya yang entah ke berapa. Hubungan mereka sudah kandas berbulan-bulan yang lalu. Mint sudah tidak mau berhubungan dengan Rivan. Dia sudah muak.

"Lo yakin? Apa ada cowok yang mau nerima cewek kayak lo?"

"Cewek kayak gue? Kenapa dengan gue?"

"Iya, cewek nyebelin. Mirip jalang."

Mint tersenyum miring. "Nggak apa-apa gue jalang. Seenggaknya gue nggak pernah selingkuh. Malu dong sama kemaluan. Katanya cowok gentle tapi sama cewek aja nyakitin. Shame of you tau nggak." 

Rivan tersulut emosi. Tangannya melayang nyaris memukul wajah Mint kalau tidak dihentikan. Mint menutup mata karena kaget Rivan akan memukulnya.

"Lo cowok atau banci? Beraninya mukul cewek." Suara berat nan tenang itu, membuat Mint membuka kelopak mata.

Mint melihat ke samping, mendapati Gempar menjadi dewa penolongnya. Tepat waktu sekali Gempar menghentikan. Jika tidak Mint akan menerima perlakuan yang tidak mengenakan dari Rivan.

"Siapa lo? Bukan urusan lo ikut campur!" kata Rivan sembari menarik tangannya. Namun, tidak bisa.

Gempar mencengkram pergelangan tangan Rivan kuat-kuat, sukses membuat Rivan kesakitan karena ulahnya.

"Gue laporin polisi kalo lo mukul. Paling gampang gue aduin kepsek biar lo dikeluarin dari sekolah. Jangan banyak tingkah," ancam Gempar.

Rivan mendadak panik. "A-a-apaan sih lo! Orang gue mau usap kepala Mint! Gila lo!"

Kali ini Rivan berusaha sekuat tenaga menarik tangannya dari cengkraman Gempar dan berhasil. Hal ini dikarenakan Gempar sendiri yang melepaskannya. Kemudian Rivan lari terbirit-birit. Wajahnya menunjukkan ketakutan dan panik.

"Seharusnya lo nggak usah nolong. Gue bisa handle dia," ucap Mint jutek pada Gempar.

"Gue bukan nolong lo. Gue nggak suka ada cowok yang kasar sama cewek. Kalo dia kasar bukan sama lo pun, gue akan melakukan hal yang sama." Gempar berucap dingin. Tak berlama-lama langsung meninggalkan Mint sendirian.

Mint tidak mengatakan apa-apa. Bibirnya bergerak, menggumamkan kalimat. "Thank you." Pelan. Hanya dia yang bisa mendengar gumamannya.

Sebenarnya Mint tidak bisa handle Rivan. Dulu dia korban yang sering ditampar Rivan sampai pipinya merah. Rivan pernah membuat pergelangan tangannya biru karena diseret secara paksa. Pernah pula mendorongnya sampai jatuh. Dalam keterpurukan itu, tidak ada yang berani membantunya. Orang-orang lebih takut Rivan mengamuk. Itulah kenapa dia benci cowok kasar.

Seperti halnya mantan pacar Ninda yang kasar itu. Paling tidak dia ingin stand up untuk temannya dan tidak ingin membiarkan temannya merasa sendirian karena tidak ada yang menolong sama sekali. Jangan sampai seperti dirinya yang membela diri sendirian.

Kalau sampai Rivan memukulnya lagi, orang-orang akan diam saja kalaupun melihat secara tidak langsung. Tapi hari ini dia merasa bersyukur karena ada satu orang yang berani stand up membelanya. Meskipun itu Gempar orangnya, dia sangat berterima kasih.

🌠🌠🌠

Di depan gerbang sekolah Mint menunggu mobil jemputan. Kata sopirnya ban mobil pecah sehingga sedang diganti. Karena tidak sabar Mint berjalan sedikit melewati sekolahnya untuk mencari ojek. Sayang tak ada ojek satupun.

Bunyi klakson terdengar cukup keras, berhasil mengalihkan pandangan Mint dan terlonjak kaget sampai mengumpat kasar.

"Sialan! Siapa sih! Norak banget," gerutunya kesal.

Mint melihat seorang cowok memakai jaket kulit berwarna hitam lengkap dengan helm full face yang menutupi wajah, mengendarai motor besar berwarna senada dengan jaketnya.

Mint tidak mau menebak-nebak. Kakaknya pun mengendarai motor besar yang sama. Beberapa detik selanjutnya, dia melihat cowok itu membuka kaca helmnya. Hanya dengan melihat matanya saja Mint bisa menebak bahwa cowok itu adalah Gempar.

"Mau ke mana? Gue anterin." Gempar menawarkan.

"Nggak usah. Gue naik ojek," tolak Mint.

"Mana ada ojek di sini."

"Ada aja. Gue mau pesen lewat aplikasi."

"Berarti lo nunggu lama."

"Biarin. Sana cabut."

"Rumah nenek gue searah sama rumah lo. Gue mau ke sana," ucap Gempar.

Mint mengernyit. "Tau dari mana rumah gue searah sama rumah nenek lo? Emangnya lo tau rumah gue?"

Gempar keceplosan. Dia buru-buru meralat, "Bukan, maksudnya mungkin aja searah." Dia tidak mau Mint tahu kalau dia sudah tahu rumah Mint. Bisa-bisa dikira penguntit. Soalnya Mint suka menuduh orang.

"Gue mau ke rumah sakit bukan pulang ke rumah. Jadinya mending lo cabut sana. Jangan ngalangin gue liat tukang ojek," omel Mint sewot. Dia mengeluarkan ponselnya, kemudian membuka aplikasi Ready To Go untuk memesan ojek online.

"Lo yakin nggak mau bareng?" tanya Gempar sekali lagi.

"Nggak. Sana pergi."

Gempar diam tak menuruti ucapan Mint. Dia akan menunggu sebentar sampai Mint mendapatkan jemputan. Belum ada semenit, dia mendengar Mint memekik kesal.

"Sialan! Malah mati lagi nih hape!"

Dari balik helmnya, Gempar menahan tawa. Anehnya wajah marah-marah Mint membuat Gempar berpikir kalau Mint imut. Ah, gila. Dia sudah berpikir kejauhan sampai mengatakan Mint imut.

"Mau gue antar nggak?" tawar Gempar sekali lagi.

"Uggghhhh! Fine! Anterin gue." Mint menyentuh pundak Gempar supaya dapat naik ke atas motornya yang tinggi itu. "Mana helmnya?" tanyanya masih jutek.

Gempar menyerahkan helm kepada Mint. Dia tetap memerhatikan Mint, memastikan cewek itu mengenakan helm dengan benar.

"Asli deh, ini kenapa sih nggak bisa dikaitin? Gembel banget helm lo!" omel Mint kesal.

"Pelan-pelan. Lo emosi mulu sih." Gempar agak memiringkan tubuhnya ke belakang, lalu membantu Mint mengaitkan tali pengikat helm. Setelah berhasil, dia berkata, "Gampang, kan? Lo aja ngomel melulu. Dibawa tenang biar nggak makin susah."

"Berisik lo. Buruan jalan."

"Makasih, Gempar," ejek Gempar dengan maksud mengingatkan Mint soal ucapan itu. Namun, Mint tetaplah Mint. Gadis itu seolah tidak peduli.

"Buruan! Gue tuh mau jenguk sepupu. Kasian dia sendirian," ujar Mint.

"Iya, iya."

Kesal karena disuruh-suruh seperti sopir pribadi, Gempar menarik gas dengan kencang sampai membuat Mint kaget. Untung saja Mint sigap memegang pundak Gempar, kalau tidak bisa terhempas ke belakang.

"Sengaja lo ya?" Mint mengomel setelah membuka kaca helmnya. "Parah banget sih. Katanya mau nganter tapi malah main tarik gas kayak dendam. Dasar gila lo!" lanjutnya.

Gempar mengabaikan meskipun dia mendengarnya karena belum menutup kaca helm.

"Heh! Gue tuh ngomong sama lo!" Mint memukul punggung Gempar cukup kencang.

"Lebih baik lo kasih tau di mana rumah sakitnya. Habis itu lo diem aja. Mau kemasukan debu tuh mulut lo?" ketus Gempar.

"Rumah sakit Cinta Hati. Tau nggak?"

"Di mana tuh?"

"Sok-sok-an mau nyuruh gue diem sih. Lo aja masih belum hafal jalan di Jakarta. Songong aja digedein!" omel Mint lagi.

"Lupa kalo belum hafal jalan. Ya udah, kasih tau aja rutenya ke mana aja."

"Gue mau diem dan duduk manis. Lo pakai gps aja sana."

"Gimana cara pakai gps kalo gue nyetir begini?" Gempar mulai emosi. Dia menyesal menawarkan ingin mengantar Mint kalau begini jadinya.

"Makanya jangan sok-sok-an." Mint menekankan kalimatnya kencang-kencang supaya Gempar dengar.

"Iya, sori," ucap Gempar.

"Dari sini lo lurus aja. Jangan belok-belok. Pas ada perempatan baru lo belok kiri." Mint akhirnya memberitahu. Mau tidak mau dia menjadi penunjuk jalan. 

"Oke. Nanti kasih tau lagi," pinta Gempar.

"Iya, Bawel."

"Ya udah, pegangan. Jangan sampai lo jatuh kalo gue ngerem mendadak." Gempar memberitahu.

"Iya."

Mint memegang kedua sisi pinggang Gempar. Sementara Gempar menurunkan pandangan pada kedua sisi pinggangnya saat Mint memegangnya erat.

Pelan-pelan senyum di wajah Gempar muncul––seperti cerahnya mentari di pagi hari.

🌠🌠🌠

Jangan lupa vote dan komen kalian😘😘😘🤗❤️

Follow IG, Wattpad & Twitter: anothermissjo

Muehehe siapa nih yang mau dibonceng Dedek Gempar?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top