Chapter 32: It's Okay, It's Okay
Yuhuu akhirnya update😍😍
Mana nih yang kangen Gempita sama Mint? :3
#Playlist: Sondia - First Love (Ost Extraordinary You)
✨
✨
✨
Kelopak mata perlahan terbuka. Mint menemukan kedua kakaknya, Salty, dan Maya duduk di sofa yang sama. Silver duduk di sampingnya. Wajah-wajah mereka menunjukkan kesedihan. Bahkan mata Maya tampak sembab. Mint tidak melihat ayahnya sama sekali. Tak perlu ditanya keberadaannya, Mint tahu ayahnya takkan datang menjenguknya.
"Thank God. Akhirnya lo sadar." Silver dengan tiba-tiba memeluk Mint, tidak terlalu erat karena takut membuat adiknya kesakitan. "Maafin gue, Mint. Maafin gue nggak bisa melindungi lo."
Dalam pelukan itu, Mint mendengar Silver menangis. Terisak-isak. Kesedihan dan penyesalan yang disampaikan kakaknya berhasil menyentuh dasar hatinya. Mint ikut merasa bersalah telah membuat keluarganya khawatir. Mata Mint menjadi berkaca-kaca.
"I'm so sorry... gue bukan kakak yang baik," bisik Silver lirih.
"Nggak apa-apa, Kak," balasnya seraya mengusap punggung kakaknya. "Lo udah menjadi kakak yang baik. Makasih udah menemani di sini."
Verbani bangun dari tempat duduknya. Matanya berkaca-kaca saat menatap sang adik. Begitu pula Histerio dan Maya. Mereka bertiga mendekati tempat tidur Mint, lalu bergantian dengan Silver memeluk Mint. Di paling akhir, Maya memeluk Mint lebih lama.
"Mama senang Mint baik-baik aja." Maya berucap sedih diikut isak tangisnya. "Tolong jaga diri Mint baik-baik. Jangan sampai terluka lagi, Nak. Mama nggak mau Mint terluka lagi. Mama sedih."
Hati Mint mencelus. Pelukan Maya kali ini terasa berbeda. Rasanya seperti dipeluk ibu kandung. Setelah ibunya meninggal, Mint tidak pernah tahu bagaimana rasanya dipeluk seorang ibu. Setiap dia memeluk Maya, hanya sebatas pelukan biasa. Tak pernah lebih atau merasa spesial. Kali ini, Mint merasa pelukan Maya penuh kasih sayang. Maya seolah takut kehilangannya. Berkat pelukan yang dipelukan Maya, tangis mengalir begitu saja. Mint akhirnya tahu bagaimana perasaan Maya terhadapnya. Maya benar-benar menyayanginya.
"Iya, Ma," balas Mint, tak kalah terisak-isak.
"Mama sayang sama Mint. Mama takut kehilangan Mint. Maafin Mama nggak bisa menjadi ibu yang baik."
Tangis Mint semakin pecah. Pelukan mereka semakin erat diiringi suara tangis yang menggema di seluruh kamar.
Salty hanya berdiri di tempatnya semula, membiarkan keluarga Mint mendekat. Dia ikut menitikkan air mata. Salty tahu Maya belum bisa diterima oleh Mint dan kakak-kakaknya Mint sepenuhnya, terkecuali Histerio. Bahkan Silver dan Verbani masih memanggil Maya dengan sebutan 'Tante'. Satu-satunya yang sudah menerima kehadiran Maya hanya anak sulung Lukman. Mint mungkin terlihat menyayangi Maya, tapi sebenarnya Mint belum sepenuhnya membuka diri dan menerima Maya. Namun, dia sedang melihat Mint membuka diri kepada Maya. Ini merupakan pemandangan yang langka. Mungkin kedua kakak Mint akan membuka diri dan menerima Maya nantinya.
"Kalau ada yang jahat sama Mint, cerita sama Mama, ya." Maya menarik diri, mengusap air mata yang membasahi pipi Mint dengan ibu jarinya. Melihat putri tirinya mengangguk pelan, Maya menarik senyum. "Cepat sembuh, Sayang. Mama akan temani Mint di sini."
"Makasih, Ma. Makasih banyak." Mint mulai menarik senyum, menatap Maya dengan hangat. Sayangnya air mata tak berhenti mengalir. "Mint sayang Mama. Makasih selalu menjaga dan menemani Mint. Makasih, Ma."
Mata Maya berkaca-kaca. Ucapan Mint menyentuh hatinya sampai dia ingin menangis. Akan tetapi, Maya menahannya dan tetap mempertahankan senyum. "Iya, Sayang. Nggak perlu bilang makasih." Maya menyeka air mata Mint sekali lagi. Sebagai rasa sayangnya, dia mengecup puncak kepala Mint dan mengusap kepala gadis itu.
Pada saat yang sama, pintu kamar Mint terbuka dan terdengar kalimat 'permisi'. Kontan, mereka semua menoleh pada pintu, menemukan Gempar datang membawa buket bunga di tangannya. Gempar pun berhenti setelah menyadari suasana di dalam ruangan sedang dipenuhi tangis haru. Gempar merasa tidak enak karena datang di saat yang kurang tepat.
"Eh, ada Gempar," sapa Salty.
"Maaf ganggu. Saya keluar--"
"Nggak usah. Kita udah selesai," potong Histerio. Dia sadar kalau pacar adiknya itu belum sempat menemani di dalam kamar karena kehadiran mereka. Dengan cepat dia menendang kaki Verbani dan Silver, dengan maksud menyuruh mereka keluar.
"Aduh! Ngapain sih lo nendang-nendang kaki gue?" protes Verbani sewot.
"Kakak nggak peka lo," celetuk Silver diikuti decakan kecil. Kakaknya itu tampak menaikkan alis, membuat Silver geleng-geleng kepala. "Mau ngapain lagi selain nyuruh kita keluar? Biar pacarnya yang gantian nemenin Mint."
"Bentar. Ini pacarnya Mint? Sejak kapan Mint punya--"
Lagi, Histerio memotong kalimat Verbani yang belum selesai diucapkan. "Banyak ngomong lo. Ayo, cabut."
Tanpa menunggu waktu lama, Histerio menyeret Verbani bersamanya. Walau berulang kali Verbani meminta dijelaskan dan memelototi Gempar, dia tetap menarik adiknya sampai berhasil meninggalkan ruangan.
Salty dan Maya ikut meninggalkan ruangan. Di belakangnya diikuti Silver. Sebelum keluar terakhir, Silver lebih dulu menepuk pundak Gempar dan menunjukkan tatapan serius, seolah memberi sinyal untuk bersikap baik kepada adiknya. Dan begitulah Gempar mendapat sidang dadakan dari tatapan seluruh keluarga Mint termasuk kakak-kakaknya.
"Berasa mau ujian nasional dipelototin kakak-kakak kamu," ucap Gempar setelah mendekati Mint.
Mint tertawa geli. "Kak Verbani belum tau kalo kita pacaran. Mungkin setelah keluar dari sini, kamu kena rentetan pertanyaan mengerikan dari dia. Kak Verbani galak, lho!"
Gempar menghela napas. Bisa-bisanya dia memilih memacari Mint yang memiliki tiga kakak laki-laki super mengerikan. Walau dia sering melihat Silver dan sempat dimintai tolong sebelum Mint masuk rumah sakit, tapi dia tidak pernah bicara secara langsung dengan Silver. Entah bagaimana nasibnya setelah keluar dari kamar Mint jika bertemu ketiga kakak Mint. Kelihatannya bisa dicecar habis-habisan.
Diletakkan lebih dahulu buket bunga yang dia bawa di atas nakas, lalu duduk kursi samping ranjang. "Mereka suka ngomel nggak sih? Aku deg-deg-an duluan."
"Suka ngomel. Kayaknya Kak Verbani bakal ngomelin kamu," candanya. Nada bicaranya dibuat seperti sedang menakut-nakuti. Padahal dia tidak tahu bagaimana reaksi kakaknya nanti. "Siap-siapin mental aja."
Gempar mengangguk pelan. Satu tangannya menggamit tangan Mint dan menggenggamnya dengan erat. Ditatapnya Mint dengan serius. Cewek itu menunjukkan senyum lebar, seolah luka yang ada di wajah dan tubuhnya bukanlah apa-apa. Namun, dia yakin Mint sedang kesakitan.
"Mint, tolong jangan bertindak sendirian lagi. Kalo ada apa-apa bilang sama aku," ucap Gempar.
"Iya."
"Jangan iya-iya. Kamu nggak tau, kan, rasanya jantung hampir berhenti? Aku ngalamin pas lihat kamu nggak berdaya. Hati aku hancur, Mint. Sedih lihat kamu diperlakukan seperti itu." Gempar menunjukkan kekhawatirannya, mengusap punggung tangan Mint berulang kali.
"But, I'm totally fine. Right?"
"Fine dari mana. You're not fine at all."
Gempar mendaratkan dahinya di atas permukaan punggung tangan Mint yang dia genggam. Gempar mengatakan sesuatu, tapi terdengar samar-samar karena terlalu kecil. Yang terdengar selanjutnya adalah suara tangis.
"Aku nggak bisa jagain kamu dengan baik. Aku benar-benar payah," ucap Gempar lirih.
Ini bukan pertama kalinya Mint melihat orang-orang menangis karena melihat kondisinya. Akan tetapi, perasaan yang menyapa berbeda. Mint merasa bersalah sudah membuat orang-orang khawatir dan menangis sedih karena dia terluka, terutama Gempar. Cowok itu tidak pernah lelah menemaninya. Mint merasa berdosa karena membohongi Gempar dan membuat cowok itu melihatnya dirawat seperti ini.
Tubuh Mint masih terasa sakit. Dia belum cukup kuat mengangkat tubuhnya agar dapat duduk dengan sempurna. Saat kakak-kakaknya dan Maya memeluknya, mereka memeluknya dalam posisi dirinya terbaring. Sekarang pun, Mint masih belum sanggup melawan rasa sakitnya.
"Kamu nggak payah kok. Aku aja yang kurang berhati-hati. I'm sorry," balas Mint. Dia ingin mengusap kepala Gempar, tapi tidak bisa karena tangannya digenggam. Sementara tangan lainnya tidak bisa menjangkau karena infusan.
"Aku takut kamu ninggalin aku dengan cara yang tiba-tiba, Mint. Tolong bilang sama aku kalo ada apa-apa. Aku mohon. Aku nggak mau kamu terluka separah ini lagi," pinta Gempar lirih.
Mint menahan tangisnya. Dia berdeham demi menguatkan diri. "Iya, Sayang, iya. Lain kali kalo ada apa-apa aku bilang. Jangan nangis lagi."
"Janji?" Gempar mengangkat kepalanya, menatap Mint dengan air mata yang mengalir membasahi pipi.
Mint menarik senyum kecil. "Janji."
Gempar bangun dari tempat duduknya, lalu mencondongkan badan dan memeluk Mint dengan hati-hati. "Maaf aku jadi cengeng gini. I feel bad for everything."
"Nggak cengeng kok. Kamu nggak nangis tiap hari. It's okay, Sayang, it's okay. Aku baik-baik aja. Untuk ke depannya, aku akan lebih terbuka," balas Mint pelan.
Mint mengusap punggung Gempar berulang kali. Dari pelukan yang diberikan, Mint dapat merasakan ketakutan Gempar. Walau mereka belum lama berpacaran, Mint tahu bahwa dia harus mendekap Gempar lebih erat dan menghabiskan waktu bersama-sama lebih lama. Gempar tidak pernah lelah menunjukkan padanya bahwa dia pantas dicintai lebih dari apa pun. Hal inilah yang membuat Mint merasa sangat bersyukur.
✨✨✨
Jangan lupa vote dan komen kalian😘🤗❤
Salam dari Mint😍😍
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top