Chapter 3: True Colors

Yuhuuu! Update lagi😍😍😍

#Playlist: Weki Meki - Love Diamond

Mint be like: "Apa lo lihat-lihat?"😂😂

🌠

🌠

🌠

Gempar baru saja duduk di bangkunya setelah tiba lebih awal di sekolah. Saat akan mengangkat bokong, ada lengket yang terasa. Dia tidak sempat memeriksa bangkunya lagi dan asal duduk saja. Dia mengangkat bokongnya lebih tinggi dan menyentuh bagian yang lengket itu.

Permen karet.

Gempar tahu siapa pelakunya. Siapa lagi kalau bukan Mint? Cewek itu dendam kesumat sama dia. Kenapa sih cuma perkara disembur sampai berbuat kayak gini? Mengesampingkan soal itu, Gempar bergegas keluar. Dia ingin membersihkan jejak permen karet di kamar mandi.

Belum mencapai kamar mandi, Gempar melihat Mint memukul pintu kelas XI IPA 1. Cewek itu masuk dengan wajah marah. Gempar bergerak sampai berdiri di depan pintu kelas itu. Dia ingin tahu apa yang terjadi sampai Mint memukul pintu dengan kasar.

"Heh! Bedebah!" Mint menggebrak meja seorang cowok yang tengah mengobrol dengan teman sebangkunya. "Berani-beraninya lo ya mukul wajahnya Ninda! Banci!"

Cowok itu tersulut emosi. Kaget sekaligus marah melihat Mint datang tanpa permisi dan mengganggu.

"Cewek gila. Nggak tau sopan santun lo ya!" omel cowok itu.

Tanpa peringatan Mint menampar wajah cowok itu dengan keras, berhasil membuat murid lain yang sudah datang kaget.

"Itu balasan karena lo mukul Ninda. Cowok pengecut! Beraninya mukul cewek. Nggak punya otak!" maki Mint dengan tangan mengepal, menahan amarahnya yang menggebu-gebu.

Cowok itu tambah marah dan mencengkram pergelangan tangan Mint kuat-kuat. "Denger ya cewek gila. Lo nggak berhak ikut campur urusan gue sama Ninda. Mau gue pukul kek, mau gue apain kek. Kenapa lo yang marah? Atau, lo mau pacaran sama gue?"

"Cih! Pacaran sama cowok muka aspal kayak lo? Bisa kiamat." Mint tersenyum miring. "Denger ya, Ninda teman gue. Lo mukul dia sama aja lo nyari mati. Jangan lo pikir dengan gaya playboy lo itu, banyak cewek yang mau. Gue bisa jamin semua cewek di sini nggak akan milih lo setelah ini."

Cowok itu terlihat menaikkan tangan ke udara, membuat Gempar ingin melangkah masuk ke dalam. Namun, Gempar mengurungkan niatnya karena melihat Mint menantang lebih berani.

"Apa? Mau mukul gue kayak lo mukul Ninda? Pukul. Pukul gue sampai babak belur seperti lo bikin muka Ninda biru-biru," tantang Mint tanpa takut.

Cowok itu menahan tangannya di udara, tapi masih mencengkram pergelangan tangan Mint. Murid lain mulai berbisik-bisik membicarakan kelakuan cowok itu.

"Denger ya cewek-cewek sekalian. Cowok kayak dia tempatnya di tempat sampah. Jangan mau pacaran sama cowok biadab kayak gini." Mint meninggikan suaranya dua oktaf, membuat gema yang cukup kencang di ruang kelas. Kemudian, pandangannya tertuju pada pergelangan tangannya yang mulai merah. "Dan lo, singkirin tangan kotor lo dari pergelangan tangan gue. Mau gue laporin polisi atas tindakan kekerasan?"

Cowok itu menarik tangannya takut, lalu mengepal tangan setelahnya demi menahan rasa kesal bercampur malu.

"Maklum sih ya kalo muka pas-pas-an gitu. BANYAK GAYA!" Mint menekankan kalimat akhirnya sambil menatap cowok itu dengan tajam. "Jauhin Ninda. Awas lo maksa-maksa dia balikan dan mukul dia. Jangan harap sisa masa sekolah lo bisa indah. Gue jamin itu."

Mint bergegas pergi, masih dengan wajah marah. Sementara itu, Gempar lupa mundur dari depan pintu hingga Mint menabrak pundaknya dengan kasar tanpa mengatakan maaf.

Gempar mencoba sabar. Entah kenapa dia malah mengamati kepergian Mint. Dia menyadari Mint menyentuh menggerakkan pergelangan tangannya yang merah. Cengkramannya pasti sangat kuat dan menyakitkan, tapi Mint menahannya.

"Itu cewek beneran aneh. Jahat sama orang, tapi bisa baik juga," gumam Gempar terheran-heran. Sikap Mint masih abu-abu untuknya.

"Siapa yang aneh, Bro?"

Gempar terlonjak kaget merasakan tepukan keras di pundaknya. "Sial! Gue pikir siapa."

Sastra nyengir. "Bukan Mint kok. Liatin apa nih?"

"Nggak ada." Gempar melihat Sastra, mengalihkan pandangan supaya tidak ketahuan.

"O-o... kamu ketahuan. Liat Peppermint. Saat dirinya pergi berlalu..." Sastra yang jelinya minta ampun meledek Gempar saat tahu siapa yang diperhatikan teman sekelasnya.

"Apaan sih lo."

"Cie... mayu-mayu," goda Sastra.

Gempar melangkah pergi, meninggalkan Sastra di belakang sana.

"Eh, eh, naksir Mint nggak seburuk itu kali, Gem." Sastra berhasil menyusul Gempar.

Gempar mengabaikan.

"Btw, Mint sebenarnya baik. Palitan mah ngomong yang jelek doang soalnya dia korban pernah diketusin Mint. Sakit hati mungkin makanya gitu. Tapi kalo lo lebih kenal Mint, hatinya selembut pampers," ujar Sastra.

"Contohnya aja tadi. Gue denger dia nolongin salah satu dayang-dayangnya. Dia stand up buat temannya. Seandainya gue jadi dia, belum tentu bisa seberani itu," lanjut Sastra masih saja mengoceh.

Gempar memikirkan kata-kata Sastra. Benar juga. Mint seberani itu menampar cowok yang tubuhnya lebih tinggi dan besar. Salah-salah bisa kena pukul juga. Mungkin Mint juga takut, tapi tidak menunjukkannya.

Ah, tapi ngapain banget dia mikirin hal itu. Biar saja. Urusan Mint juga. Mau Mint takut kek, kenapa kek, peduli amat.

🌠🌠🌠

Di dalam gimnasium, Mint duduk sendirian tanpa dayang-dayangnya. Ninda tidak masuk karena wajahnya biru-biru dipukuli mantan gilanya itu, sedangkan Elva izin tidak masuk karena ada acara keluarga. Mint diam mengamati pergelangan tangannya yang sakit.

Dicengkram sekuat itu, dia menahan rasa sakitnya mati-matian. Kalau dia kelihatan kesakitan, cowok brengsek itu pasti akan senang. Mint tidak mau kelihatan lemah. Dia harus lebih kuat dari cowok manapun. Sebesar atau sekuat apa pun cowok itu. Dia harus lebih kuat.

"Cowok kasar akan selalu kasar. Mustahil berubah." Mint bermonolog sendiri.

Karena terlalu fokus sama pergelangan tangan, Mint sampai tidak mengantisipasi bola basket yang mengarah padanya. Sebelum sempat mengenai wajahnya, ada tangan yang menghentikannya lebih dulu.

"Sori, sori. Thank you ya udah hentiin," ucap cowok yang melempar bolanya.

Mint menaikkan pandangan, mengamati tubuh yang memunggunginya dan menjadikan diri tameng supaya dia tidak terkena bola.

"Lo baik-baik aja?" Gempar, si dewa penolong, menoleh ke belakang memastikan keadaan Mint.

"Iya," jawabnya. Singkat dan padat.

Kemudian, Mint berdiri dari tempat duduknya. Tiba-tiba Gempar menyodorkan botol air dingin.

"Kompres pergelangan tangan lo," ucap Gempar.

"Buat apa gue kompres? Pergelangan gue baik-baik aja," tolak Mint.

"Lo yakin?" Gempar menarik tangan Mint, lalu menunjuk bekas kebiruan yang terlihat dengan matanya. "Pergelangan tangan lo luka."

Mint menepis kasar tangan Gempar, menatap jahil sambil bersedekap di dada. "Ada angin apa lo perhatian? Suka sama gue?"

"Terserah mau ngomong apa. Jangan lupa kompres."

Gempar meninggalkan botolnya di atas bangku, lalu beranjak pergi. Mint mengamati kepergian Gempar, lantas melirik botol dingin itu.

"David!" panggil Mint setengah berteriak.

Cowok yang dipanggil kaget dan segera menoleh. "Ya, Nyonya? Kenapa?"

"Mau minum nggak?"

"Maulah. Lo beliin minum?"

"Iya. Buruan sini."

Mint mengambil botol minum itu lantas memberikannya pada David setelah mendekat padanya.

"Minum nih," kata Mint.

"Lo kasih racun nggak?"

"Kasih. Racun cinta."

David tertawa terbahak-bahak. "Haha... bisa mabok dong. Ya udah, thank you nih. Jangan lupa semangatin gue."

"Berisik. Sana pergi," usir Mint jutek.

"Buset... cepet bener mood berubah. Ya udah, iya. Gue cabut. Bye, Maleficent."

Mint melambaikan tangan dan memaksakan senyum saat David melempar kecupan di udara.

Pada saat dia hendak meninggalkan gimnasium, matanya berpapasan dengan Gempar. Rupanya Gempar belum pergi. Cowok itu masih berdiri di depan pintu gimnasium. Tak lama kemudian Gempar berbalik badan dan pergi dengan cepat.

Niat pergi dari gimnasium batal. Mint duduk kembali. Dia memegangi pergelangan tangannya yang masih sakit. Dia memberikan botol yang diberikan Gempar pada David karena tidak ingin bergantung.

Sekali dia menerima bantuan, maka dia akan bergantung. Dia tidak ingin bergantung pada siapapun. Dia ingin melakukan semua sendiri. Dia harus membuktikan pada ayahnya bahwa dia kuat dan sama hebatnya seperti kakak-kakaknya. Dia tidak lemah.

Setidaknya itu yang dia tanamkan meski sebenarnya hati serapuh kaca.

🌠🌠🌠

Jangan lupa vote dan komen kalian😘😘😘🤗❤️

Follow IG, Wattpad dan Twitter: anothermissjo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top