Chapter 29: Happy

Maap gaes kemarin mau up malah ketiduran T___T

Makasih atas komen kalian T___T terhura bisa tercapai :") kirain nggak bisa wkwk

#Playlist: Pharrell Williams - Happy

Mint tidak pergi ke mana-mana, diam di apartemen Estetika. Dia kangen sekolah. Sudah beberapa hari hanya diam di rumah menonton dan mengerjakan tugas. Jika tugas dikumpulkan, maka ada Gempar yang akan mengambil tugasnya dan membawa ke sekolah.

Sudah berulang kali Mint menonton setelah belajar secukupnya. Mint duduk sambil menyandarkan tubuh di sofa, menonton layar televisi yang lebar. Film yang ditonton baru saja selesai. Tangannya bergerak kembali, mencari tontonan baru yang lebih menyegarkan.

"Bete, ya?" Salty duduk di samping Mint, menemani adik sepupunya menghabiskan waktu menonton. Tangan lembutnya mengusap kepala Mint dibarengi senyum tipis.

"Lumayan." Mint tidak terbiasa diam saja. Dia senang memiliki banyak kegiatan.

"Kangen sekolah apa lihat Gempar?" goda Salty.

Mint sudah cerita dengan Salty soal pacarnya yang super duper baik dan boyfriend-able. Bahkan dia menceritakan kalau Gempar sosok yang sandar-able dan peluk-able juga. Mint tidak menemukan yang lebih baik dari Gempar, tentu jika dibandingkan mantan-mantannya yang kasar dan menyebalkan.

"Both," jawab Mint jujur.

Salty terkekeh, mengusap kepala Mint sekali lagi. "Undang aja main ke sini. Sekalian ajak teman-teman kamu biar nggak kesepian."

"Mungkin nanti. Mereka sibuk ekskul dan lakuin kegiatan lain. Nggak mau ganggu." Mint menyetel film hasil menjelajahi aplikasi nonton berbayar. Dia menemukan film lama berjudul A Walk To Remember. "Omong-omong, Kak Salty pernah nonton film ini?"

"Pernah. Filmnya sedih, lho! Kamu mau nonton yang sedih? Soalnya tadi kita habis nonton To All The Boys I've Loved Before. Rasanya jomplang setelah happy-happy mendadak gloomy. But, if you want, i don't mind. Filmnya bagus. Aku suka penyampaiannya yang nggak berlebihan dan pas banget. Aku mewek sih waktu nonton film ini," jawab Salty.

"Jangan spoiler, Kak. Aku nggak menikmati nanti."

"Iya, nggak." Salty terkekeh lagi. "Ayo, putar filmnya."

Mint memutar film yang dimaksud, menonton dengan tenang sambil ditemani popcorn rasa cokelat buatan Salty.

"Omong-omong, aku punya pertanyaan."

"Apa, Kak?" sahut Mint.

"Seandainya nih kamu masih pacaran sama Gempar sampai lulus SMA, terus hubungan kalian gimana? LDR dong? Apa Gempar mau LDR gitu?"

"Entahlah. Aku belum mikirin itu, Kak. Nanti aku coba tanya Gempita dulu."

Mint belum sampai sana. Dia pikir tidak akan masalah juga kalau mereka akhirnya menjalani hubungan jarak jauh. Lagi pula perjalanan mereka sebagai pasangan masih sangat panjang. Mint ingin menikmati masa-masa sekarang, tidak mau dipusingkan masalah nanti yang belum bisa ditebak sama sekali.

"Gempita?"

"He-em. Aku suka manggil dia Gempita."

Jawaban Mint menimbulkan gelak tawa. Salty tertawa sampai perutnya sakit. Bagaimana bisa memanggil laki-laki berwajah semanis Gempar dengan Gempita? "Dia nggak marah kamu panggil Gempita?"

"Nggak, sih. Dia kayaknya bahagia aja aku panggil apa aja," jawab Mint asal.

"I see. He really loves you." Salty manggut-manggut. "Menurut aku, kisah cinta anak SMA biasanya lebih membekas. Masa-masa SMA adalah masa yang akan kamu rindukan sepanjang masa."

Mint diam tak menanggapi selama beberapa menit. Ada hening yang mengambil alih. Mint bukan fokus pada filmnya, tetapi karena kata-kata Salty. Dia ragu masa-masa SMA-nya akan dirindukan nanti. Di SMA, dia menemukan banyak masalah dan menjadi titik diusir sang ayah. Soal sekolah pun, Mint merasa tidak begitu menikmatinya. Banyak yang bermuka dua, berpura-pura senang padanya, tapi berakhir berkhianat. Masa-masa indah dan akan dirindukan tentu bukanlah masa-masa sekolahnya. Mint justru ingin cepat-cepat lulus dan sukses. Dia ingin membuktikan pada ayahnya bahwa anak cewek bisa diandalkan.

"Sepertinya masa-masa itu nggak berlaku di hidup aku, Kak. Mungkin masa-masa sekolah orang lain lebih indah dan bisa dikangenin sama mereka. But, not my school life." Mint akhirnya mulai buka suara.

"Hei," Salty menyentuh pundak Mint, menatapnya sedih. "Kamu punya kehidupan yang luar biasa. Ada Gempar, Elva, Ninda dan beberapa teman cheerleader dan drama musikal kamu. Mereka menyayangi kamu. At least, you have them. Mereka bisa menjadi semua hal yang menyenangkan. Right?"

Mint melirik Salty dan mengangguk setuju. "Oh, iya, gimana..." Mint berhenti bicara setelah mendengar bunyi bel ditekan beberapa kali. "Tumben ada tamu. Pacarnya Kak Salty datang ke sini?" tanyanya.

"Ngeledek sekali bocah ini." Salty bangun dari tempat duduknya, mengacak-acak rambut Mint. "Aku masih jomlo bahagia. Sebentar, aku lihat dulu siapa yang datang. Mungkin aja dessert pesanan kita dibawain sama sekuriti sini."

Setelah Salty beranjak, Mint diam menonton. Fokusnya hanya tertuju pada layar televisi sampai matanya ditutup dengan tangan yang dingin. Mint menyentuh lengan itu. Bukan seperti lengan pacarnya. Beda.

"Siapa, nih? Kak Sani?" tanyanya.

"Bukan." Jawaban itu dibarengi dengan tangan yang ditarik dan wajah yang muncul di samping Mint. "Surprise! Gue datang buat main."

Mint menemukan Ninda berada di sampingnya tengah memamerkan senyum. Selain Ninda, ada pula Elva yang berdiri di samping Ninda.

"Kok kalian bisa di sini?" tanya Mint ingin tahu.

"Gempar ngajakin kita ke sini. Katanya biar lo nggak kesepian dan bisa main sama kita semua." Elva menjawab seraya menunjuk Gempar di belakangnya. "Ada David sama Axel juga," tambahnya.

"Ini mah namanya triple date di rumah sepupu gue, bukan mau nemenin gue," ceplos Mint seraya bangkit dari tempat duduknya. Dia menarik senyum, meledek Ninda dan Elva yang tampak malu-malu membenarkan ucapannya. "Heh, David. Masih ngegantung sahabat gue? Kapan mau pacaran sama Ninda? Dia bukan jemuran, jangan kelamaan digantung."

"Buset... galak banget. Baru juga sampai. Dikasih napas dulu kenapa, Mint," dengkus David.

"Payah lo banyak ngeluh."

"Ya, ampun... Mak Mint. Mulutnya sesadis lagunya Afgan." David geleng-geleng kepala, lalu menepuk pundak Gempar di sampingnya. "Coba itu jinakin Mint dulu, Gempita. Parah banget galak mulu."

"Jinak, jinak. Lo pikir gue binatang apa dijinakin. Pukul juga nih." Mint memelototi David. Akan tetapi, David menjulurkan lidah, seolah tidak takut padanya. "Wah... beneran nantangin."

"Cukup, cukup. Kalian mah macem kucing sama anjing aja. Lebih baik duduk manis." Ninda menengahi demi ketenangan yang lebih bagus.

David bergidik di belakang Ninda, seolah bersembunyi dari galaknya Mint. "Itu Mint galak, Beb. Coba omelin."

"Beb? Bebek?" ulang Mint.

"Beb artinya Bebeb," sahut Elva.

Mint mengamati Ninda dan David bergantian. "Kalian udah pacaran?"

Dua orang yang ditanya langsung mengangguk sambil menampilkan senyum malu-malu. Rona merah di pipi mereka menjadi bukti bahwa kisah cinta baru saja dijalin. Mint ikut senang setelah mengetahui status Ninda. Akhirnya setelah keduanya saling menjauh karena memikirkan strata, mereka bisa bersama.

"Kok lo terima sih, Nin? Mau aja sama badut kayak David?" ledek Mint dengan jahil.

"Ah, elah! Kenapa sih, Mint? Jahat banget sama pangeran," celetuk David dengan wajah dibuat pura-pura cemberut.

Ninda tertawa geli. Tak membalas apa-apa, Nina justru mencubit gemas pipi David. Hal itu pun berhasil menciptakan kegaduhan diselipi 'cie' berulang kali oleh Elva dan Axel secara bersamaan. Di saat yang lain sibuk tenggelam dalam ledek-ledekan, Mint melihat Gempar sambil menyunggingkan senyum.

"Thank you, Gempitaku," gumam Mint pelan melalui isyarat bibir tanpa suara.

Mint harus berterima kasih pada Gempar. Cowok itu yang mengajak teman-temannya ke sini, sehingga dia tidak merasa kesepian lagi. Benar yang dikatakan Salty. Setidaknya dia punya teman-temannya. Yang terpenting, dia memiliki Gempar yang tidak pernah berhenti menunjukkan rasa sayangnya dengan cara positif dan secukupnya.

Di sisi lain, Salty diam-diam memperhatikan Mint dan Gempar bergantian. Sebenarnya ada ketakutan yang muncul kalau nanti Mint ikut dengannya ke Amsterdam. Walau belum tahu bagaimana masa depan nanti, tapi membayangkan LDR saja sudah berat bahkan sebelum dicoba. Salty berharap keduanya tetap bersama bagaimana pun nanti ke depannya. Karena dia tahu, Gempar adalah sosok yang lebih pantas mendampingi Mint dari segi apa pun.

"Anyway, siapa yang mau tiramisu?" sela Salty dengan suara yang cukup kencang.

Tawaran Salty disambut ceria oleh semua yang ada di sana. Salty segera menyuruh semuanya duduk dan bersantai ria selagi menunggu tiramisu dipotong dengan rapi dan disajikan satu per satu untuk semuanya.

Seketika masalah-masalah kelam mulai luntur perlahan dengan adanya momen baru yang lebih menyenangkan.

✨✨✨

Yuhuuu tinggalkan jejak kalian baik komen ataupun vote😍😘😘😘

Salam dari Mint uwuuuuu😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top