Chapter 25: Maaf
Yuhuuu updatenya telat :")
Yoook vote dulu baru komen yang buaaanyaaaak >_<
•
•
Satu minggu yang lalu...
Setelah insiden dipanggil ke ruang guru, Mint mendatangi rumah Elva. Walau terlambat datang dan mint maaf, tapi Mint ingin tahu kalau dia masih memercayai Elva. Dia mendengar kata David dan kata-kata itu berhasil mengusik pikirannya. Elva tidak mungkin menghujat ayahnya.
"Mint?" Elva melotot kaget melihat Mint muncul di balik pintunya.
"Gue minta maaf untuk semuanya," ucap Mint tanpa basa-basi.
"Mint..." Mata Elva berkaca-kaca.
Mint bersimpuh di depan Elva, menatap nanar karena mengingat kejadian itu.
"Mint, lo nggak perlu begini. David udah menyampaikan permintaan maaf lo kok. Gue udah maafin. Ayo, bangun." Elva mencoba menarik Mint bangun. Namun, Mint menolak.
"Gue minta maaf nggak percaya sama lo. Gue minta maaf karena udah nampar seenaknya," ucap Mint.
"Mint, gue akan melakukan hal yang sama kalo tau ada yang ngatain bokap gue. Pasti bakal emosi duluan dan meledak. Gue tau seberapa sayang lo sama bokap jadi gue sadar tindakan lo adalah spontan karena emosi," balas Elva. Dia mencoba lagi sampai berhasil membantu Mint berdiri.
"Gue bener-bener minta maaf. Walau mungkin ini terlambat setelah insiden itu, tapi gue harap lo mau memaafkan."
"Gue udah maafin kok, Mint. Gue jelasin sama orangtua gue kalo lo baik. Pasti ada yang hasut. Kalo lo jahat, lo akan biarin gue meninggal karena mencoba bunuh diri. But, you save me. Hanya aja semua orang terlalu benci dengan apa yang mereka lihat. Dengan sikap lo yang buruk, mereka nggak bisa lihat kebaikan kecil lo." Elva menarik senyum menatap Mint yang juga menatapnya.
"Elva..." Mint menatap nanar.
"Gue senang kita bisa ketemu gini. Makasih, Mint." Elva memeluk Mint dengan erat. Dalam pelukan itu, Elva berbisik, "Makasih udah nerima gue jadi temen lo, Mint. Kejadian kemarin itu karena lo emosi aja dan sedih bokap dikatain."
"Makasih, Elva. Seharusnya gue lebih percaya sama lo," balas Mint berbisik.
"Nggak apa-apa, Mint. Ada kalanya kita bisa nggak dipercaya orang yang kita sayang sekalipun. Gue paham itu. Kita nggak bisa terus-terusan dipercaya."
Mint mengangguk pelan. Elva menarik diri dan mengusap wajah Mint, lalu menepuk pundak Mint dengan mantap.
"Nah, sekarang, kita makan es krim," ajak Elva sambil tersenyum lebar.
"Ayo. Ajak Ninda sekalian." Mint ikut tersenyum lebih lebar. "Gue bangga punya teman sebaik lo."
"Bisa aja lo." Elva malu-malu. Lalu, dia menambahkan, "Sebenarnya yang bangga itu gue. Soalnya gue dekat sama pentolan sekolah. Setiap kali gue digangguin siapapun, lo selalu belain. Gue nggak bisa seberani itu kalo nanti lo diganggu sama orang. Belum tentu bisa stand up dan speak louder kayak gitu."
"Nggak apa-apa. Yang penting tetap jadi Elva yang gue kenal." Mint menepuk kedua pundak Elva, masih tetap tersenyum.
"Tentu, Mint."
✨✨✨
Mint mendatangi ruang kelas Ivory dengan menenteng buku di tangannya. Selama ini, dia selalu merasa kakaknya hanya ada untuk Ivory. Namun, dia akhirnya sadar bahwa mengejar hal yang tidak pasti tidak perlu. Orang-orang tahunya dia membenci Ivory sampai ubun-ubun. Actually not. She's doesn't really hate her. Dia hanya merasa Ivory mengambil perhatian kakaknya. Hanya itu. Orang-orang pasti mengatakan dia berlebihan, Mint tidak masalah. Dia terbiasa dengan apa pun yang menurut orang jelek tentangnya.
Saat memasuki kelas Ivory, tatapan tajam dan bisik-bisik anak IPA menyambutnya lebih dulu. Mint dapat merasakan tatapan-tatapan tidak suka padanya. Tatapan-tatapan membenci dan ingin mengenyahkan dia dari sana. Mint sengaja datang lebih cepat karena Ivory orang yang teratur termasuk soal waktu. Mint tidak peduli saat mendengar ejekan sinis dilayangkan padanya, terutama tatapan tidak suka. Mint tidak peduli karena dia hanya ingin minta maaf dengan Ivory.
"Vo, boleh kita bicara?" Mint berucap dengan lantang setelah berdiri di depan meja Ivory.
Ivory menekan-nekan ruas jarinya sambil mencoba menenangkan jantung yang bertalu-talu. Ivory memalingkan wajah dengan cepat. Mengabaikannya. Ivory terlihat tidak ingin membicarakan apa pun dengannya. Mint tidak perlu menebak karena pasti Ivory sudah muak melihatnya apalagi setelah insiden merobek catatan itu.
"Sebentar aja. Gue nggak akan lama," bujuk Mint.
Ivory sudah bangkit dari kursinya dan sempat memejam. Ivory menekan-nekan jarinya semakin kuat. Mint mendengar desahan berat dari Ivory dan akhirnya Ivory melihat padanya.
"Bicara di sini? Atau, di luar?" tanya Mint.
"Di sini aja."
Mint menganggap semua manusia di ruang kelas Ivory menghilang. Dia fokus pada Ivory yang duduk di depannya. Dengan cepat Mint berkata, "Gue nggak akan basa-basi. Gue minta maaf untuk semua hal yang dilakukan. Apa pun itu. Maaf udah salah sangka dan bilang lo ganjen. Maaf udah bikin hubungan lo sama Kak Silver rusak. Maaf udah robek catatan lo. Gue tau maaf aja nggak cukup. Nggak masalah kalo lo nggak mau memaafkan karena tindakan gue emang kelewatan. Bahkan bener-bener kelewatan. Dan gue harap lo tau kalo gue nggak membenci lo."
Ivory hanya diam saja dan tidak memberi tanggapan apa-apa. Lalu, Mint melanjutkan, "Selain maaf, gue mau bilang sesuatu. Gue tau ini sangat terlambat, tapi seandainya kalian masih berhubungan, gue nggak akan resek kayak dulu. Gue resek karena merasa lo mengambil perhatian Kak Silver. I know it's too much, tapi itu kenyataannya. Gue terlalu takut kakak gue disakiti orang lain makanya sering nuduh lo tanpa tau yang sebenarnya. Gue sadar kalo terlalu berlebihan. Dan..." Mint menggantung kalimatnya dan hendak menyodorkan buku yang dia bawa kepada Ivory. Namun, dia berpikir ulang.
Sebelum pertemuan ini Mint meminjam catatan Ninda yang sama rajinnya seperti Ivory. Dia menyalin semua catatan dengan rapi di buku yang Mint bawa. Namun, dia rasa menyerahkan catatan tidak akan memperbaiki apa pun. Ivory pasti sudah malas. Alhasil Mint mengurungkan niatnya dan tetap memegang buku itu di tangannya.
"Sekali lagi, maaf banget. Gue minta maaf," lanjutnya dengan wajah bersungguh-sungguh.
Ivory diam cukup lama sebelum akhirnya mengangguk. Walau hanya sebatas mengangguk setidaknya Mint cukup lega Ivory memberi respons meskipun entah maksudnya memaafkan atau tidak. Mint ingin memulai semua dari awal dimulai hari ini.
"Makasih, Ivory. Gue permisi ya. Semoga hari ini menyenangkan."
Mint segera keluar dari kelas Ivory. Dia merasa lebih lega. Setelah ini dia harus membuat list dan meminta maaf lebih banyak lagi kepada orang-orang yang telah disakitinya. Ya, terkecuali orang-orang yang menyakitinya lebih dulu.
✨✨✨
Mint tengah duduk di gimnasium. Setelah makan bersama Gempar di kantin seperti biasa, dia menemani pacarnya bermain basket. Dia mengamati kebolehan Gempar di lapangan. Sesekali Mint menangkap senyum manis cowoknya saat dilempar ke arahnya.
"Mint?"
Mint menoleh ke samping--sedikit mendongak dan melihat kakaknya berdiri di sampingnya.
"Boleh kita bicara?" tanya Silver.
"Boleh. Mau di sini?"
"Boleh di tempat lain yang lebih sunyi? Gue takut lo nggak denger," usul Silver.
Mint segera pergi ke luar dari gimnasium mengikuti Silver. Dia mengirimkan pesan pada Gempar dan mengatakan pamit untuk berbincang dengan kakaknya. Begitu memilih tempat yang pas, Silver mulai berdiri berhadap-hadapan dengan Mint.
"Mint, gue mau minta maaf," mulai Silver.
"Buat apa? Gue yang salah kok."
"Buat semuanya. Kita sama-sama egois dan keras kepala. Gue selalu menyalahkan lo, padahal gue harusnya bisa mengayomi lo. Gue gagal jadi kakak yang baik untuk lo."
Mata Mint berkaca-kaca. "Gue juga salah kok, Kak. Gue selalu melakukan apa pun untuk menarik perhatin dan gue mengakui itu adalah hal terbodoh. Semakin gue menarik perhatian lo dengan cara nggak wajar, lo semakin menjauh. Kita semakin renggang."
"Itu dia, Mint. Gue minta maaf." Mata Silver berkaca-kaca. "I'm trying to be your best brother from now on."
Mint memeluk Silver dengan erat. Dia tidak mau kakaknya sampai melihatnya menangis. Air mata Mint jatuh membasahi pipinya. Suaranya berubah parau. Hatinya berbunga-bunga. "I'm so sorry. Gue udah mengacaukan semua hal di hidup lo termasuk hubungan dengan Ivory. Gue tau ini nggak bisa dimaafkan gitu aja. Selama ini gue dibutakan sama hal-hal yang bikin gue melukai banyak orang termasuk lo, Kak. Seperti halnya lo, gue pun akan menjadi adik yang baik. Gue nggak akan campuri urusan lo lagi. Gue tau lo nggak akan salah pilih. Beside that, you know, gue selalu menyayangi lo."
Silver mengusap kepala adiknya. Silver tahu betul Mint tipe gengsi yang tidak mau sampai terlihat menangis di depan siapa pun. Bukan karena malu, tapi tidak mau menunjukkan kelemahannya. Dan sekarang Silver sedang mendengar adiknya menahan isakan dan membasahi seragam sekolahnya.
"Gue juga menyayangi lo, Mint."
Selama beberapa saat mereka berdua berpelukan. Mint akhirnya tak mampu menahan isak tangisnya dan Silver pun mendengarnya dengan jelas.
"Ayo, pulang, Mint," bujuk Silver berbisik.
"Pulang ke mana?"
"Rumah kita. Tempat yang biasa lo tempati."
Mint menarik diri, menyeka air mata dengan punggung tangannya, lalu menatap sang kakak. "Tempat gue bukan di rumah itu, Kak. Gue nggak mau pulang. Ini demi ketenangan batin gue. Kalo gue tetap bertahan di sana, bisa aja gue depresi. Gue nggak mau terus-terusan nggak dianggap. Jadi lebih baik gue keluar. Menurut gue ini keputusan yang bagus."
"Mint, nggak ada tempat yang lebih nyaman selain rumah sendiri."
"Tapi gue nggak nyaman di rumah sendiri. Gue asing di rumah itu. Gue malah lebih nyaman di tempat yang baru. Pada saat yang tepat mungkin gue akan kembali atau, nggak sama sekali."
"Mint... come on. Gue nggak tau ada masalah apa, tapi kabur nggak menyelesaikan apa pun."
"Kabur? Siapa yang bilang? Papa?" Mint tertawa pongah. Ternyata dia pergi pun tak ada yang tahu karena tidak diberitahu oleh ayahnya. Entah apa yang ayahnya katakan pada kakak-kakaknya, tapi dia tahu ayahnya tidak mengatakan yang sejujurnya. "Sebenarnya gue diusir. Papa ngusir gue."
"Apa lo bilang? Papa ngusir lo?"
"Iya. Pokoknya gue lebih nyaman menetap di tempat baru. Salam buat Mama Maya." Mint menepuk pundak kakaknya. Sambil tersenyum, dia melanjutkan, "Nggak ada lagi yang mau dibahas, kan? Gue mau masuk. Gue takut Gempar nyariin."
Silver masih tidak percaya ayahnya mengusir Mint. Yang ayahnya bilang Mint pergi dari rumah. Melihat bagaimana Mint berusaha menghindar, Silver yakin ada yang tidak baik-baik saja di antara keduanya. Meskipun dia tahu keduanya memang tidak memiliki hubungan yang baik, tapi kali ini sudah terlampau kelewat batas.
"Pacar baru?" goda Silver.
Mint mengangguk sambil tersenyum. "Bye, Kak." Lalu, dia meninggalkan Silver setelah menepuk pundak kakaknya berulang kali.
"Bilang sama gue kalo dia kurang ajar atau jahat sama lo," teriak Silver.
Mint menoleh ke belakang sambil tersenyum. "Lo tau gue lebih jahat jadi nggak perlu khawatir, Kak."
✨✨✨
Jangan lupa vote dan komen kalian😘🤗❤️
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Salam dari Kak Silver❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top