Chapter 24: Di Balik Itu Semua
Aku punya 1 side story tentang Mama Maya dan Papa Lukman. Aku sengaja buat itu supaya semua membaca 2 sisi. Karena setiap cerita punya 2 sisi. Jadi kalian bisa melihat sisi-sisi yang hilang ini~~~ supaya kita paham, apa yang sebenarnya semua orang alami dalam cerita Mint. Jadi nggak hanya sepihak aja ^^
•
•
Beberapa minggu yang lalu...
"Bye, Mint!" Helena melambaikan tangan padanya.
Mint ikut melambaikan tangan dan menutup kaca jendela setelah mobil yang ditumpangi mulai melaju. Mint segera mengambil ponselnya dan melihat pesan masuk dari David. Cowok itu mengirimkan alamat rumah padanya. Bukan alamat David, tapi alamat seseorang.
"Pak Jon, kita pergi ke Cluster Sadine, ya. Kalo nggak salah ada di kawasan Bintaro. Coba search di google maps." Mint mengirimkan pesan kepada sopirnya supaya dapat melihat alamatnya lebih jelas. "Itu saya udah kirim alamatnya. Kita pergi ke sana."
Pak Jon--sopir pribadi yang selalu menjemput Mint--melihat pesan itu dan membukanya di google maps. Pak Jon menjawab, "Baik, Non." Tanpa mau bertanya rumah siapa yang mereka datangi.
Setelah menempuh jarak yang lumayan lama, akhirnya Mint sampai di tempat tujuan. Mint turun dari mobilnya dan mulai membunyikan bel di dekat pintu rumah tanpa pagar itu.
Tak memerlukan waktu lama, dia melihat sosok yang ingin ditemuinya.
"Kak Mint? Kok ada di sini?" Cewek itu kaget. Lebih kaget lagi melihat Mint bersimpuh di depannya. "Eh, Kak Mint!"
"Sisil, gue minta maaf udah nyuruh kamu sujud kemarin. Gue denger lo nggak masuk hari ini. Gue datang dengan tulus ingin minta maaf mengenai kejadian kemarin. Kalo lo belum bisa memaafkan, nggak apa-apa. Senggaknya lo tau, gue mengakui kalo gue salah. Untuk kejadian kemarin, gue akan melakukan hal yang sama untuk membuktikan kalo gue emang merasa bersalah," ucap Mint saat mendongak, menatap Sisil yang terkaget-kaget.
Tanpa membuang waktu lebih lama, Mint bersujud di depan Sisil. Kemarin dia memang ingin terlihat hebat supaya dapat diandalkan dan tidak diremehkan. Namun, dia sadar tindakan terlalu berlebihan. Mint tidak masalah bersujud seperti ini--melakukan hal yang sama seperti yang Sisil lakukan.
"Kak Mint..." Sisil tampak bingung dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
Beberapa menit kemudian, Mint bangun dari posisinya dan berdiri menghadap Sisil.
"Sekali lagi gue minta maaf," ucap Mint serius.
"Kak Mint nggak perlu melakukan itu. Gue yang salah udah ngatain seenaknya. Gue minta maaf, Kak," balas Sisil ikut merasa bersalah.
"I know, tapi nggak seharusnya gue minta lo sujud. Gue minta maaf sekali lagi. Semoga lo bisa memaafkan gue."
Sisil menarik senyum. "Gue maafin kok, Kak. Maafin gue juga."
Mint ikut menarik senyum tipis. "Iya, gue udah maafin kok."
"Kak Mint mau mampir ke dalam?" tawar Sisil.
"Nggak usah. Gue mau pulang. Gue datang cuma untuk minta maaf aja." Mint berbalik. Sebelum pergi, dia kembali melihat pada Sisil. "Sisil, boleh gue minta tolong?"
"Apa, Kak?"
"Jangan cerita sama siapa-siapa kalo gue minta maaf. Bukan karena gue gengsi udah minta maaf, tapi biarin orang-orang tau, gue emang seburuk itu."
Sisil tampak bingung. Tidak mau banyak bertanya, dia mengangguk pelan. "Oke, Kak."
"Oke, makasih. Gue pulang, ya."
"Hati-hati di jalan, Kak."
Mint masuk ke dalam mobil. Pak Jon sempat melihat apa yang Mint lakukan. Tanpa perlu Mint tanya pun, Pak Jon pasti penasaran.
"Pak Jon, jangan bilang siapa-siapa tentang apa yang Bapak lihat hari ini. Saya bikin kesalahan makanya begitu," pinta Mint.
"Ba-baik, Non."
Mint tahu berteman dengan Death Eyes tidak menambah nilai plus tentang dirinya. Namun, dia tidak ingin dipandang sebelah mata oleh orang-orang. Demi menunjukkan dirinya ditakuti banyak orang, dia melakukan hal gila yang membuatnya sering tidur tidak tenang. Entah sampai kapan dia harus bertahan dalam pertemanan yang memaksanya menjadi orang gila.
✨✨✨
Beberapa minggu lalu...
Mint benci ketika kakinya diperban dan sulit berjalan dengan baik seperti biasa. Ini membuat orang-orang semakin mengejek dan berlaku seenaknya padanya.
"Rasain tuh kaki luka. Coba aja sampai diamputasi. Gue bakal seneng banget. Sok hebat sih." Suara cewek itu berasal dari belakang Mint.
Mint memang mudah tersulut emosi. Dia mengakui kalau dirinya sumbu pendek yang sebentar-sebentar marah. Mint mencoba menahan diri dan bersabar.
"Besok-besok kalo jatuh harusnya nggak ditolongin. Orang jahat kayak gitu mah hidupnya di got aja. Gue berdoa biar kakinya bengkak terus membusuk deh." Suara yang sama secara terang-terangan menguji kesabaran Mint.
Kali ini Mint tidak dapat menutupi kekesalannya. Dia berbalik dan menatap cewek itu. "Lo ada masalah sama gue?"
"Oh, maaf, Kak. Kirain patung. Kakinya sakit ya, Kak?" Cewek itu tersenyum manis.
"Nggak. Kaki gue baik-baik aja," balas Mint jutek.
"Oh, udah sembuh? Kayaknya cocok kalo diinjek." Cewek itu melakukan apa yang dikatakannya, menginjak kaki Mint dengan kencang.
Jika ada orang yang bilang semua takut padanya, semua orang salah. Ucapan yang dilontarkan juniornya ini menjadi bukti bahwa tidak ada orang yang benar-benar segan padanya. Justru sebaliknya.
Mint tidak dapat menahan diri lagi. Kakinya sangat sakit diinjak cewek itu. Dengan cepat tangannya melayang menjambak cewek itu.
"Heh! Gue nggak gangguin lo, ya. Ngapain lo injek kaki gue. Gila lo, ya!" omel Mint kesal.
Kala Mint tengah meluapkan kekesalan yang dia coba tahan, tiba-tiba Gempar datang dan belagak sok pahlawan. Gempar menahan tangan Mint dan membantu melepaskan jambakannya.
Mint semakin kesal. Kenapa Gempar muncul di saat dia sedang ingin memberi cewek itu pelajaran?
"Lepasin tangan lo. Mau gue jambak juga?" ketus Mint dengan tatapan menyalak.
"Ngapain sih lo jambak-jambak? Kalo ketahuan kepala sekolah--"
"Kalo ketahuan ya udah. Terus kenapa lo yang repot? Jangan ikut campur urusan gue," potong Mint lebih cepat.
Gempar memberi kode kepada junior yang dijambak itu untuk pergi bersama temannya. Setelah memastikan junior itu kabur, dia melepaskan tangan Mint.
Kini, Mint semakin emosi. Kalau Gempar tidak ada, dia bisa lebih leluasa memberi pelajaran pada cewek sialan itu.
"Sialan lo ya!" Mint menatap kesal. Dia tidak mungkin mengejar karena kakinya sakit. "Lo nggak punya kerjaan? Mau jadi pahlawan kesiangan?"
"Lo ngapain sih kayak gitu? Dia takut sama lo makanya nggak ngebales. Kalo dia injak kaki lo gimana? Itu lebih fatal."
"Lo bukan bapak gue. Ceramah mulu. Resek lo!" Mint mendorong tubuh Gempar, lalu melewati tubuhnya dengan langkah pelan.
Gempar mengejar Mint dari belakang. "Lo tau nggak sih perbuatan lo tadi keterlaluan? Mau sampai kapan lo bullying orang?"
Mint berhenti karena kesal. Dia bersedekap di dada, memelototi Gempar sekali lagi. "Mau gue bullying orang sampai lulus, itu bukan urusan lo. Gue melakukan hal yang perlu gue lakukan. Jangan nasihatin gue. Lo bukan siapa-siapa. Kecuali lo pacar gue baru gue pertimbangin nasihat lo itu."
"David nggak pernah nasihatin lo yang baik-baik?" tembak Gempar tanpa basa-basi.
"David?" Mint mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa tiba-tiba bahas David? Buat apa dia nasihatin gue?"
"Dia kan pacar lo. Kalo bukan pacar, mungkin gebetan yang menuju ke sana."
"David bukan pacar atau gebetan gue. Dia nggak berhak juga komentarin hidup gue. Lo pun nggak berhak komentar apa-apa. Lebih baik lo urus aja urusan lo. Jangan ganggu gue! Annoying!"
Entah kenapa Gempar menahan senyum. Sebelum Mint pergi, dia bertanya sekali lagi. "Jadi David nggak pedekate sama lo?"
"Ngapain sih lo nanya-nanya? Cemburu? Nanya mulu kayak wartawan. Berisik tau nggak!"
Karena Gempar tak merespons, Mint menunjuk dada Gempar berulang kali. "Denger ya, Gempar. Lo nggak tau gue. Jadi jangan pernah ikut campur. Jangan ganggu gue kalo nggak mau gue bully kayak waktu itu," tegasnya.
"Gue bilang ini demi kebaikan lo, Mint."
Mint tertawa pongah. "Kebaikan gue? Tau apa tentang kebaikan gue? Gue tekanin lagi. Jangan ikut campur." Lalu, dia kembali melanjutkan langkah yang sempat terhenti.
"Kalo David yang ikut campur, apa lo kasih jawaban kayak gini?" tanya Gempar dengan suaranya yang keras.
Tanpa menoleh ke belakang, Mint menjawab, dengan suara keras tentunya. "Kalo lo cemburu nggak usah ditunjukin. Gue nggak akan peduli."
✨✨✨
Satu minggu yang lalu...
Mint turun dari mobil. Kali ini dia melakukan tindakan seperti biasa. Mint lelah harus berpura-pura.
Dengan menekan bel pelan, Mint mendatangi rumah junior yang dia suruh cium kakinya dan member Death Eyes. Mint ingin semua ini berakhir. Mint ingin segera lulus SMA dan hidup tenang.
Tak lama pintu dibuka. Cewek bernama Lita itu terkejut dan nyaris menutup pintunya kalau Mint tidak menahan dengan cepat.
"Jangan ditutup. Gue mau minta maaf."
Lita menatap tak percaya. "Minta maaf?"
"Iya. Gue mau minta maaf sama kejadian waktu itu." Mint menarik tangannya dari pintu dan perlahan Lita membuka pintu rumahnya lagi dan keluar dari sana. "Maaf karena udah mempermalukan lo di depan semua orang. Maaf lo harus cium kaki gue dan teman yang lain. Gue tulus minta maaf. Meskipun gue tau maaf aja nggak cukup."
Lita terheran-heran. Belum sempat menanggapi apa-apa, Lita melihat Mint mencium kakinya.
"Kak Mint..."
"Semoga ini cukup membuktikan kalo gue tulus minta maaf." Mint berdiri dan menatap serius. Dia membungkukkan badannya. "Sekali lagi gue minta maaf."
"Aku juga minta maaf sama Kak Mint karena bicara seenaknya." Lita turut membungkukkan badannya sedikit dan menunjukkan perasaan bersalahnya. "Kak Mint emang keterlaluan, tapi dengan Kak Mint minta maaf kayak gini, aku harap Kak Mint nggak mengulangi kejadian yang sama. Jangan sampai ada orang lain mengalami hal yang sama."
Mint tidak bisa menjanjikan itu. Semoga saja dia berani menolak melakukan hal yang keterlaluan.
Mint mengangguk pelan. "Kalo gitu, gue pulang. Semoga lo mau memaafkan. Nggak perlu maafin langsung kok. Gue tau tindakan gue buruk."
"Aku udah maafin kok, Kak."
"Makasih udah maafin. Gue pulang ya."
"Hati-hati di jalan, Kak."
Mint mengangguk. "Oh, iya. Gue boleh minta tolong?"
"Apa, Kak?"
"Jangan bilang siapa-siapa gue minta maaf."
"Kenapa? Kak Mint gengsi kalo ada yang tau Kak Mint minta maaf? Bukannya itu bagus supaya mereka tau Kak Mint ada itikad baik?"
Mint menggeleng. "Nggak perlu. Biarin orang tau apa yang mereka lihat. Mereka nggak perlu tau hal ini. Cukup antara kita aja."
Lita menghela napas. "Baiklah. Aku akan diem aja."
"Makasih, Lita."
Mint bergegas masuk ke dalam mobil dan pulang. Seperti biasa, dia meminta Pak Jon merahasiakan apa yang telah dilihatnya.
✨✨✨
Saat Ini.
Gempar baru saja selesai mendengar cerita Mint mengenai permintaan maaf yang dilakukan diam-diam. Dia memaksa Mint menceritakan semuanya. Awalnya Mint menolak, tapi akhirnya diceritakan.
"Terus kenapa kamu nggak minta maaf sama Ivory? Apa kamu sebenci itu sama dia?" tanya Gempar.
"Benci?" Mint menarik senyum tipis. "Lebih tepat dibilang aku iri karena dia ambil perhatian Kak Silver, tapi bukan berarti aku benci beneran. Mungkin selama ini aku hidup dalam kesalahpahaman. Aku pikir Ivory deketin laki-laki lain selagi sama Kak Silver. Aku cuma nggak mau Kak Silver diselingkuhi atau disakiti. Aku tau tindakan aku salah. Bisa dibilang over. Iya, kan?"
"Aku tau tindakan kamu salah, tapi kalo dibilang over pun nggak benar. Kamu nggak pernah dapat perhatian ayah kamu, jadi kamu cuma punya kakak-kakak kamu yang menemani. Ketika kamu kehilangan mereka, kamu jadi sebel sama orang yang mengambil perhatian itu. Kamu paling dekat sama Kak Silver, kan?"
Mint mengangguk. "Waktu kecil bahkan sampai SMP, aku lebih sering diladeni sama Kak Silver. That's why aku merasa kehilangan dia. Anggap aja aku terobsesi sama kasih sayang jadi melakukan tindakan gila dan keterlaluan."
"Hei." Gempar menyelipkan sisa rambut di sela daun telinga Mint, menatapnya dengan hangat. "Aku tau kamu orang yang baik. Kalo nggak, buat apa kamu minta maaf? Soal Ivory, aku yakin kamu punya solusi sendiri untuk ini. Aku nggak mau menghakimi apa pun."
Mint balas menatap Gempar. Tak ada yang pernah menatapnya tanpa menghakimi seperti yang Gempar lakukan padanya. Semua mantan Mint menganggapnya cewek nakal dan tidak punya nilai baik sama sekali. Itulah kenapa dia sering bertemu cowok yang salah. Namun, Gempar menunjukkan bahwa dia masih pantas dilabeli cewek baik dan pantas mendapat kasih sayang.
"Aku pasti minta maaf sama Ivory. Secepatnya. Aku nggak mau bikin masalah apa-apa lagi. Aku sering menghancurkan kebahagiaan orang lain. Kebahagiaan Papa saat punya Mama, Kak Silver saat punya Ivory, dan saat orang-orang punya kehidupan baik di sekolah tapi aku bikin mereka malu. Aku udah terlalu banyak menyakiti orang lain." Mata Mint berkaca-kaca di saat kedua sudut bibirnya masih tertarik sempurna.
"Kamu mau berubah menjadi Mint yang baik?"
Mint tertawa kecil. "Kamu tau, aku belajar banyak hal. Kalo kamu udah jahat di mata orang, mau hal baik sekecil apa pun nggak akan pernah dianggap dan dimasukkan dalam potret diri kamu. Yang mereka tau, kamu jahat. Kalo pun aku nggak berulah lagi, mereka akan tetap melabeli aku si pembuat onar atau iblis. Jadi aku nggak pernah berharap apa pun tentang julukan yang baik."
Mint berkata sesuai yang dia rasakan. Kebanyakan orang tidak pernah mau melihat sisi lain. Mereka hanya melihat Mint yang super drama dan memuakkan. Mint tidak masalah. Toh, dia tidak pernah meminta uang atau makan dari orang-orang yang menghakiminya.
"Aku paham. Contohnya ada pemabuk yang berhenti minum, orang akan tetap melabeli dia 'pemabuk' atau 'mantan pemabuk'. Pasti ada embel-embel pemabuknya," kata Gempar.
Mint mengangguk. Sambil tersenyum dia membalas, "Kata Awanish Yadav; Kita semua buruk atau sangat buruk dalam cerita seseorang. Karena mereka tidak pernah bisa mencoba untuk mengerti."
Gempar sama setujunya dengan Mint. Dia salah satu orang yang pernah berada dalam posisi satu mata saja alias tidak pernah melihat sisi lainnya. Kini, dia tahu betapa pentingnya memahami orang lain.
"Aku sendiri nggak berharap orang mengerti atau memahami kehidupan aku atau mengkasihani aku. Aku pernah bilang kan, orang-orang hanya melihat apa yang ingin mereka lihat. Mau mereka tau aku minta maaf pun, mereka akan tetap menganggap aku keterlaluan. Mereka nggak peduli sisi lainnya," lanjut Mint.
"Tapi aku udah tau sisi lainnya. Makasih udah cerita. Maaf waktu itu aku malah ngomelin kamu pas lagi jambak rambut orang. Padahal kamu begitu karena dia injak kaki kamu yang patah." Gempar mengusap-usap kepala Mint.
"Nggak apa-apa. Aku udah bilang, aku akan selalu buruk di mata orang karena image-ku buruk. Jadi aku nggak masalah."
"Seenggaknya kamu menjadi diri kamu. Dengan kamu nggak minta dikasihani atau menceritakan sama semua orang sisi baik kamu itu, kamu tetap apa adanya. Aku suka itu. Menurutku kamu keren, Mint," puji Gempar dengan senyum yang semakin lebar.
Mint tertawa lagi. "Aku tau kok. Nggak perlu dipuji juga aku emang keren."
Gempar sudah tidak heran dengan sikap percaya dirinya Mint. Alhasil Gempar ikut tertawa menanggapi jawaban itu.
✨✨✨
Jangan lupa vote dan komen kalian😘😘🤗❤
Anyway pas bagian Gempar hentiin Mint jambak rambut cewek, itu ada di chapter 10 ya. Di chapter 10 adalah sisi Gempar, dan di sini sisi Mint ^^
Kalian pasti bertanya2 "Mana nih minta maafnya Mint buat Elva dan Ivory?" Ada dan sabar. Aku nggak bisa jabarin sampe 5ribu kata 1 chapter. Jadi aku split-split😗
Dan ini cerita bersambung yang chapternya banyak, tentu aku nggak bisa jabarin semua penyelesaian dalam waktu cepat. Kalo cepet dan kelar dalam 1 bab itu cerpen yaw😗
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Salam dari Gempar😍😍😍
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top