Chapter 19: Keluarga
Yuhuu update!😍😍😍
Jangan lupa vote dulu baru komen sebanyak-banyaknya❤❤🤗😘
#Playlist: The Chainsmokers & Kyogo - Family
•
•
Setiap hari Sabtu Mint jogging mengelilingi komplek perumahannya. Ada track khusus jogging yang disediakan. Juga, ada taman berisi perosotan dan ayunan untuk anak-anak.
Sambil mendengarkan lagu Bang Bang yang dinyanyikan Ariana Grande, Jessie J dan Nicki Minaj, dia mengelilingi komplek perumahan yang hanya diisi dua puluh rumah. Ayahnya memang lebih menyukai rumah tanpa banyak tetangga.
Mint berhenti di depan taman setelah lelah berputar-putar mengelilingi komplek. Dia menyeka air keringat dengan handuk kecil yang dibawa. Pandangan Mint tertuju pada anak-anak kecil yang bermain ditemani orangtuanya. Beberapa di antaranya ditemani baby sitter mereka.
Dia lupa kapan ayahnya menemaninya menaiki perosotan dan ayunan bersama. Yang Mint ingat saat ayahnya mengajari bermain piano. Itupun waktu umurnya masih sangat kecil. Setelah itu tak ada lagi kenangan yang dia miliki tentang ayahnya.
Tak cuma sebatas ayahnya, dia merindukan kakak-kakaknya. Waktu kecil Mint sering dimanja oleh kakak-kakaknya. Namun, seiring jalannya waktu kakak-kakaknya berubah menjadi mengabaikan dan sibuk sendiri. Andai Mint punya adik perempuan atau kakak perempuan, mungkin cerita hidupnya akan lebih baik dari ini.
Mint menarik senyum tipis. Keluarga ya? Entahlah. Dia tidak tahu apa makna dari keluarga. Yang dia mengerti hanya satu; ayahnya tidak mau memiliki anak cewek.
"Mint?" Panggilan dari samping berikut sentuhan di bahunya memaksa Mint menoleh ke samping.
"Eh, Kak Mila." Mint menyapa sambil tersenyum. Kakak sepupu Gempar ada di sampingnya. "Kok Kak Mila ada di sini?" Dia memerhatikan tampilan Mila yang menggunakan pakaian khusus berolahraga.
"Iya, aku lagi nginap di rumah nenek terus jogging deh. Mint sendirian? Nggak sama Silver?" tanya Mila.
"Nggak, Kak. Aku sendirian. Kak Mila sendirian?" jawab Mint, masih tetap mempertahankan senyumnya.
"Oh, aku sama Gempar dan Kak Arina. Mereka lagi di sana." Mila menunjuk dua orang yang tengah meneguk air minumnya. "Setelah ini kamu mau pulang?"
"Iya, Kak Mila."
"Sarapan bareng, yuk? Oma buatin sarapan banyak banget. Dia pasti senang ada tamu main ke rumah."
"Nggak usah, Kak. Aku makan di rumah aja," tolak Mint halus.
"Ayo!" Mila menggamit tangan Mint, lantas berteriak memanggil kedua orang di belakang sana. "Gempar! Kak Arina! Ayo, pulang. Kita bawa tamu biar Oma senang nih."
Mint tidak pernah lupa kalau rumah neneknya Gempar berhadap-hadapan dengan rumahnya. Sayangnya dia tidak tahu kalau akan bertemu dengan Gempar.
"Gempar lagi nginap juga, Kak?" tanya Mint.
"Iya. Sebulan sekali semua cucunya disuruh nginap di rumah Oma. Makanya Gempar disuruh pulang dan menetap di Jakarta atas permintaan Oma. Soalnya cuma dia sama kakak-kakaknya yang nggak pernah ikut kumpul," jawab Mila menjelaskan.
Andai saja keluarganya seperti keluarga Gempar, pasti akan lebih menyenangkan. Keluarga Jayantaka jarang mengadakan acara keluarga. Kalaupun mengadakan pasti yang dibahas soal nilai sekolah atau keberhasilan anak mereka, bukan pembahasan yang seharusnya lebih santai.
"Wah... ada siapa nih? Cantik banget," tanya Arina.
"Ini pacarnya Gempar, Kak. Namanya Mint." Mila memperkenalkan seenaknya seraya merangkul pundak Mint.
"Pacarnya Gempar? Ya ampun... baru berapa lama di Jakarta udah gebet cewek cantik ya. Ternyata Gempar udah dewasa." Arina mengacak rambut Gempar sambil melempar senyum meledek.
Mint hendak melayangkan protes, tapi Gempar malah mengangguk seolah mengiyakan perkenalan Mila tadi.
"Berarti rumah Mint di sini ya? Kok Gempar nggak ajak jogging bareng sih? Kenapa malah bareng aku sama Mila?" tanya Arina.
"Mint bangunnya agak siang, Kak." Gempar melempar senyum saat melihat Mint. Dia yakin Mint ingin membunuhnya sekarang juga karena berpura-pura.
"Ya udah, ajakin makan di rumah dong, Gem," kata Arina.
Gempar masih tetap tersenyum saat berkata, "Ayo, Sayang."
Mint ingin mengumpat kasar, tapi ada Mila dan Arina. Dia tidak mungkin menunjukkan tanduknya di depan dua orang itu. Dia harus menjadi gadis manis seperti kucing yang menurut.
"Oke," jawab Mint terpaksa.
"Yes! Ayo!" Mila semakin mengeratkan pelukan di lengan Mint. "Kita sarapan bareng!"
Sementara itu, Arina merangkul lengan Mila. Ketiga cewek itu berjalan bersama dan membiarkan Gempar berada di belakang seperti bodyguard.
Mint menoleh ke belakang dan berucap dengan isyarat bibirnya. "Mati lo habis ini!"
Gempar tidak membalas. Hanya kekehan kecil yang menjadi tanggapannya. Setidaknya Gempar bisa mengajak Mint sarapan bersama keluarga besarnya.
✨✨✨
"Wah... cantik banget nih pacarnya Gempar," puji Expandra Barani, kakak sepupu Gempar.
Kalimat pertama yang Mint dengar adalah pujian akan wajahnya, tapi ada embel-embel 'pacarnya Gempar'. Mint tidak bisa mengelak selain memamerkan senyum cerah.
Bicara mengenai keluarga, Mint baru tahu kalau keluarga Barani sangat banyak. Hal ini didukung dengan ruangan terpisah. Satu untuk ditempati para orangtua, sedangkan satu ruangan lainnya untuk anak-anak mereka seperti Gempar dan para sepupunya. Neneknya Gempar benar-benar niat sampai membuatkan dua ruang makan. Walau sebenarnya satu ruangan saja muat menampung tiga puluh orang, tapi neneknya membuat terpisah.
"Mint, ini sepupunya Gempar kurang Kak Kim. Kakaknya Mila." Arina Barani memberitahu.
Mint mengangguk. Dia sudah berkenalan, tapi rasanya mengingat nama-nama mereka sangat sulit. "Oke, Kak."
"Setelah lulus Mint mau ambil jurusan apa?" Diandra Barani, neneknya Gempar, bertanya. Khusus neneknya Gempar duduk di ruangan bersama cucu-cucunya, sedangkan kakeknya duduk di ruang makan bersama para orangtua.
"Aku mau ambil kuliah bisnis, Oma," jawab Mint lembut.
"Bisnis? Keren. Jangan kayak keluarga di sini. Semua rata-rata ambil hukum dan jadi lawyer." Oma Diandra menunjuk beberapa cucunya. "Expan, Saga, Dita, semuanya ambil hukum. Mereka lawyer. Tadinya Stigma mau ambil hukum juga, tapi nggak jadi."
Mint nyengir selebar mungkin. Dia kembali mengingat-ingat siapa empat orang yang disebutkan Oma. Jika ditotal Gempar punya sepuluh sepupu yang terdiri dari Saga, Era, Stigma, Expan, Dita, Vicky, Arina, Reta, Eskrimy, dan Mila. Sisanya ada Gerling dan Gegan yang merupakan kakak kembar dari Gempar.
"Cita-cita bela klien yang nggak membutuhkan, Oma," serobot Expan setengah terkekeh.
"Bukan membutuhkan, tapi yang duitnya paling banyak," sembur Reta.
"Eh, benar banget. Expan mah bukan belain yang membutuhkan alias secara gratis. Dia belain yang duitnya banyak," ledek Dita.
Mint mendengarkan dan tetap mempertahankan senyum sampai giginya kering. Yang tidak Mint duga adalah Dita adalah cowok, sedangkan Vicky adalah cewek. Dia pikir waktu Mila mengenalkan Dita Barani, dia akan melihat sosok anggun nan cantik jelita. Ternyata sebaliknya.
"Berisik deh lo berdua. Mint bingung tuh. Mukanya kayak pusing denger ledekan nggak penting keluarga kita," sambung Vicky menengahi.
"Eh, nggak, kok. Seru lihatnya." Mint tidak bohong soal seru itu. Keluarganya jarang bercanda ria. Kebanyakan sepupunya artis dan biasanya tidak punya waktu luang untuk bercanda seperti ini.
"Gem, ajak Mint ngobrol dong. Masa diem aja. Kamu sariawan?" celetuk Yana, ibu Gempar, yang tengah berdiri di samping bangku Mint.
"Mint lagi merhatiin yang lain ngapain diajak ngobrol," sahut Gempar.
"Kaku banget sih kamu mirip bambu." Yana geleng-geleng kepala. Kemudian, "Mint, kamu suka selai cokelat atau stroberi?"
"Cokelat, Tante," jawab Mint.
"Bentar, Tante buatin untuk kamu." Yana mengambil toasted bread yang baru saja diletakkan pembantu. Dia memoles selai cokelat di atas toasted bread tersebut.
"Eh, nggak usah, Tante. Saya bisa poles sendiri," ucap Mint. Melihat Yana melakukan hal itu untuknya, dia merasa tidak enak.
"Nggak apa-apa dong, Sayang. Mint, kan, pacarnya Gempar. Anggap aja ini sambutan kecil untuk Mint." Yana tersenyum lebar seraya meletakkan toasted bread yang telah dilumuri selai cokelat di atas piring Mint yang kosong. "Sebentar. Tante ambilkan scrambled eggs, bacon, dan sosisnya dulu."
"Nggak perlu repot diambilin, Tante." Mint tidak mau merepotkan lebih jauh.
Yana menjawab, "Nggak apa-apa, Mint. Bentar ya."
"Yan, kamu bawain sekalian nasi uduknya buat Mint. Minta Mbak Titi bawain makanan lainnya," suruh Oma Diandra.
"Makan yang banyak ya, Mint. Jangan takut lemak menumpuk. Pokoknya harus sehat," serobot Vicky.
"Iya, Kak." Mint bingung. Lagi dan lagi dia hanya bisa memasang senyum.
Gempar berbisik di telinga Mint. "Makan yang banyak, Sayang." Lalu, dia terkekeh kecil setelah menarik diri memandangi Mint yang tampak protes. Kesempatan ini dia gunakan untuk mengusap kepala Mint sambil tersenyum senang.
"Heh! Elus-elus kepala. Mau bikin jomlo iri ya?" dumel Reta.
"Salah lo sendiri kalah sama anak SMA. Gempar aja punya pacar," ledek Saga.
"Wah... sini lo ribut! Ngajak gelut lo ya, Saga." Reta pura-pura menggulung lengan kemeja yang dipakai. Saga ikut menanggapi dengan cara yang sama.
Mint tertawa pelan menyaksikan ledek-ledekan itu. Gempar yang berada di sebelahnya tak berhenti memandangi Mint secara diam-diam. Gempar senang karena bisa melihat Mint tertawa tulus.
"Mint, setiap hari datang dong ke sini nemenin Oma sarapan. Rumah kita kan depan-depanan. Kalau Mint udah selesai sarapan, Mint datang aja. Temenin Oma. Soalnya Oma sendirian kalau nggak ada acara seperti ini. Kesepian," ucap Oma Diandra.
"Boleh, Oma. Nanti Mint samper ke sini setiap pagi," balas Mint.
"Gem, itu kode dari Oma biar kamu menetap di rumah ini sama Oma. Sengaja minta Mint datang. Itu siasat terselubung," kata Arina.
"Eh, Arina ini ya." Oma Diandra geleng-geleng kepala.
"Iya, tuh, Gem. Biasalah, Oma kangen sama cucu kesayangannya. Menetap di luar negeri lama soalnya. Oma kangennya udah mendarah daging sama Gempar," tambah Era.
"Kalian ini ya, suka begitu. Bilang aja mau ikut nginep." Oma Diandra terkekeh kecil. Pandangannya kembali tertuju pada Mint. "Pokoknya Oma tunggu Mint setiap pagi. Anggap aja rumah ini rumah kedua Mint."
"Iya, betul. Rumah ini selalu menerima Mint." Yana datang dan menyajikan makanan yang disebutkan sebelumnya. Sambil mengusap kepala Mint, dia berkata, "Selamat makan, Mint. Makan yang banyak ya, Sayang. Semoga suka."
Mint menatap Yana yang menunjukkan senyum tulus padanya. Sentuhan di kepalanya itu terasa hangat. Seumur hidupnya, dia belum pernah diperlakukan dengan baik di meja makan. Ibu tirinya bahkan selalu takut kalau dia dicueki ayahnya. Rasanya ada sesuatu yang membuat hati Mint menghangat.
Matanya berkaca-kaca. Mint menahan diri supaya tidak terbawa perasaan harunya.
"Makasih, Tante. Aku pasti suka."
"Ya, udah. Ayo, makan." Sekali lagi, Yana mengusap kepala Mint dengan lembut. Senyum di wajahnya tetap menghiasi wajah cantiknya.
"Iya, Tante."
"Mari kita makan," ucap Oma Diandra.
Sebelum mereka makan, mereka berdoa bersama lebih dahulu. Mint bukan orang yang taat dengan agamanya, tapi dia melihat keluarga Gempar selalu mengucap syukur dalam doa yang dipanjatkan. Sungguh berbeda sekali berada dalam kehangatan keluarga baru ini.
✨✨✨
Jangan lupa vote dan komentar kalian😘😘🤗❤
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Yuhuu salam dari Mint😍😍😍
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top