Chapter 13: Kencan Part 1
Yuhuuu update😍😍😍😍
Mohon maap nih aku telat up mulu :")
Yok vote dulu baru komen sebanyak-banyaknya🤗🤗🤗
#Playlist: Jaz - Dari Mata
✨
✨
✨
"Kita mau ngapain ke mal, Mint?" tanya Ninda.
"Mau beli baju. Lo beli baju aja sekalian," jawab Mint.
"Lo aja, Mint. Gue bisa nanti."
Mint melirik Ninda. Temannya itu memasang wajah sedih. Mint tahu Ninda bukan dari kalangan keluarga berada. Ninda masuk ke dalam sekolahnya yang elite melalui beasiswa. Ninda selalu mempertahankan nilainya di kelas supaya beasiswanya tidak dicabut.
"Kita lihat-lihat dulu." Mint menarik Ninda mendekati pakaian yang digantung rapi. Dia memilihkan pakaian yang cocok untuk Ninda. "Lo coba pakaian ini. Cocok buat lo," suruhnya.
"Ah, nggak. Gue nggak mau beli," tolak Ninda.
"Duh, gue nyuruh coba bukan berarti nyuruh lo beli. Coba aja dulu. Gue mau kasih hadiah untuk Lilac sama Fuchsia. Ukuran mereka sama kayak lo. Siapa tau cocok juga untuk mereka." Mint memberi alasan supaya Ninda bersedia.
"Oke deh. Gue coba ya, Mint."
Mint menunggu di depan ruang ganti. Setelah beberapa menit menunggu, Ninda keluar mengenakan dress bermotif floral yang didominasi warna pink.
"Cocok banget. Badan lo tinggi jadinya pas," komentar Mint. "Menurut lo bagusan warna pink atau biru? Badan lo kurusnya mirip Fuchsia dan Lilac. Kira-kira cocoknya yang mana?"
"Lilac cocok warna biru, kalo Fuchsia cocok pakaian yang lain. Coba dress sabrina yang motifnya simple. Soalnya aura Fuchsia lebih kelihatan pakai tipe pakaian kayak gitu. Apalagi nunjukkin indahnya pundak dia." Ninda memberi pendapatnya.
"Gue setuju." Mint tersenyum bangga. "Lulus sekolah lo mau ambil jurusan desain, kan?"
Ninda mengangguk. "Gue udah belajar buat dress sendiri. Gue punya sketsa dress buat lo, Mint."
"Besok bawain ya. Gue lihat." Mint menepuk pundak Ninda, lalu merapikan dress yang dipakai. "Ya udah, kita ambil warna biru dan pink."
"Oke, Mint."
Ninda masuk kembali ke dalam ruang ganti. Mint menunggu lagi selama beberapa menit dan akhirnya Ninda keluar. Mint memasukkan tiga dress untuk Ninda, Lilac, dan Fuchsia. Dia mengambil lagi tank top, jaket jins, dan celana jins untuk Ninda. Tidak mau ketahuan akan membelikan, Mint memasukkan pakaian ke dalam kantung belanja untuk Ninda saat temannya itu berganti pakaian.
Selagi menunggu antrean, Mint melihat pesan masuk David yang-katanya-sudah tiba di mal. Mint mengirim pesan pada David dan mengajaknya bertemu di toko buku karena dia sedang membayar pakaian. Setelah itu, dia melirik Ninda.
"Nin, gue mau nanya. Kalo lo nggak mau jawab nggak apa-apa." Mint membuka obrolan.
"Apa, Mint?"
"Kenapa lo selalu cuekin David? Gue denger David manggil lo tapi diabaikan. Dia ada buat salah sama lo? Kalo nggak mau jawab nggak apa-apa."
Selama beberapa menit tak ada jawaban dari Ninda. Bahkan sampai antrean sudah hilang dua orang, Ninda tetap diam. Tinggal dua antrean lagi, mereka akan tiba di meja kasir.
"Waktu itu David pernah bilang sama gue, Mint. Entah bercanda atau serius, tapi gue nggak balas pernyataan cinta dia." Ninda akhirnya menjawab.
"Lo nggak suka sama David? Apa karena dia flirty ya?"
"Bukan, Mint. Sejak awal masuk sekolah, gue udah suka sama dia. Tapi gue sadar diri. Kita berdua dari kalangan berbeda. David dari keluarga kaya raya, sedangkan gue kurang mampu. Buat jajan aja, gue harus jualan kue dulu. Bisa sekolah bareng kalian aja, gue bersyukur banget. Gue nggak mau nanti kecewa seandainya setuju dekat atau pacaran sama David," jawab Ninda panjang lebar. Suaranya lirih. Wajahnya sedih.
"Lo takut kalo semakin serius, orangtuanya nggak setuju? Begitu maksud lo?" Mint mempersingkat maksud Ninda.
Ninda mengangguk. "Iya, Mint. Makanya tiap dia manggil, gue melengos. Pasti banyak perempuan sederajat dengan dia yang mau pacaran sama dia."
"Nin, gue paling nggak suka orang bicarain soal kedudukan, kasta, atau hal-hal yang disebut sederajat. Gue bukan orang yang rajin beribadah, tapi gue tau Tuhan nggak pernah membedakan umatnya. Lo belum tau keluarganya David. Coba aja dulu dekat sama dia. You'll know his family later. Ada pepatah yang bilang kalo kita harus kenal supaya bisa sayang," ucap Mint panjang lebar.
"Tapi Mint, tetap aja. Gue takut."
"Nin," Mint menatap Ninda lebih serius. "Lo bilang mau jadi desainer terkenal? Selagi lo dekat atau mungkin pacaran sama David semisal cocok, lo bisa berusaha lebih keras supaya bisa mengubah kedudukan lo. Gue yakin keluarga David akan setuju karena mengenal perempuan sehebat lo. Buktikan lo berhak diterima sama keluarga kaya raya. Siapapun itu. Lagian David kaya karena orangtuanya. Siapa tau lo bisa kaya karena diri lo sendiri. Nobody knows, kan?"
"Mint..." Ninda menatap penuh haru.
"Buktiin sama dunia kalo lo mampu menaklukan hal yang lo takutkan. Gue percaya lo akan menjadi desainer hebat nantinya, Nin."
"Mint..." Air mata Ninda jatuh setetes membasahi pipinya. "Makasih banyak."
"Ya, elah... lo pakai acara nangis. Nanti dikira gue ngata-ngatain lo."
Ninda menyeka air matanya dan tertawa kecil. "Makasih, Mint."
✨✨✨
Di dalam toko buku, David mengetuk kaki tidak sabar. Gempar yang berdiri di sampingnya merasa risih.
"Lo nggak sabaran banget," ketus Gempar.
"Bukan nggak sabaran, gue grogi. Kalo ada Ninda bisa guling-guling nih," balas David, masih mengetuk kakinya tak sabar.
"Segitunya?"
"Yoi, Bro. Lo belum pernah pacaran ya? Nggak pernah ngerasain yang gue rasain?"
"Pernah, tapi nggak kayak lo. Berarti setiap lo pacaran begini terus?"
David tertawa. "Haha... nggak lah. Percaya atau nggak, gue belum pernah pacaran. Baru sekali-kalinya gue suka sama seseorang sampai segininya. Ninda tuh cinta pertama gue."
"Berarti dia hebat bisa nimbulin efek yang luar biasa buat lo."
David menyenggol bahu Gempar dengan jahilnya. "Lo ngerasain kayak gini nggak setiap kali sama Mint?
"Apaan sih lo. Suka nyambung-nyambungin aja." Gempar mengalihkan pandangan menuju sekeliling toko buku.
"Ciee... malu-malu meong jawabnya. Nanti bucin nih sama Mint," goda David sembari kembali menyenggol bahunya.
"Bucin apa sih? Meong tuh apa?" tanya Gempar bingung.
"Gue lupa lo nggak belajar bahasa gaul Indonesia di New York." David tertawa meledek. "Bucin tuh budak cinta. Ya, lo googling deh arti lengkapnya. Banyak definisi bucin. Kalo meong tuh kucing. Anak kecil suka manggil kucing tuh meong," jelasnya diselipi tawa kecil.
"Oh, gitu." Gempar manggut-manggut mengerti. Pada saat yang tepat, dia melihat kehadiran Mint dan Ninda memasuki toko buku. Rak bukunya tidak terlalu tinggi sehingga Gempar dapat melihat keduanya dengan mudah. Juga, dia dan David sangatlah tinggi. "Itu gebetan lo datang."
"Eh, eh, lihatin gue. Udah rapi belum?" David merapikan rambutnya sambil sesekali merapikan kemeja yang dipakai.
"Udah."
"Ayo, buruan pura-pura ketemu." David sudah tidak sabar.
Gempar mengikuti David. Berjalan bersebelahan dengan David, dia berpura-pura berpapasan dengan Mint dan Ninda. Iya, mereka berjalan di rute yang lurus sehingga berhasil menghentikan langkah Mint dan Ninda.
"Miminnnn!" David menyapa heboh. "Gile... ketemu mulu. Mau di sekolah atau mal. Apa kita jodoh nih?"
Mint ingin menoyor kepala David karena bicara seenaknya. Dia merespons santai. "Jodoh gue mah Gembara Koeswoyo. Penulis pemes. Bukan lo."
"Gempara Barani? Widih...," ledek David jahil.
"Nama orang diganti-ganti lo," cetus Mint.
"Cie... Mimin belain Gempar," ledek David lagi sambil cengengesan.
Mint tidak mau menanggapi David lagi. Dengan cepat dia melirik Gempar yang ada di sebelah David. "Eh, kebetulan ada lo. Gue mau bicara penting," ajak Mint dengan memberi kode melalui kedipan kecil pada Gempar.
"Oh, oke," respons Gempar singkat.
"Gue duluan ya, Nin. Soalnya mau bicara penting sama Gempar." Mint berpindah posisi dan menyentuh lengan Gempar. Kemudian, satu tangan lainnyamenepuk pundak David. "Gue titip Ninda ya, David. Dadah!"
Sebelum Ninda protes dan menolak, Mint sudah menarik Gempar pergi. Dia sudah memberi kode melalui mata pada David sebelum kabur tadi. Pokoknya hari ini Ninda harus dekat dengan David.
Setelah cukup jauh, Mint akhirnya berhenti di antara rak buku novel-novel teenfiction. Mint bernapas terengah-engah. Sementara itu, Gempar menurunkan pandangan memandangi tangannya yang digenggam oleh Mint.
Gempar berdeham. "Mint...," panggilnya pelan.
"Ya?" Mint tidak sadar tangannya masih menggenggam tangan Gempar.
"Tangan lo." Gempar memberi kode dengan lirikan matanya pada tangan mereka yang tergenggam.
Detak jantung Gempar menjadi tidak karuan. Perutnya seperti diisi kupu-kupu terbang.
Mint baru ngeh akan tangannya. Dia menarik tangannya dan berkata, "Eh, sori."
Gempar pun mengalihkan pandangan. Wajahnya terasa panas. Mungkin sudah merah padam. Sementara itu, Mint mengalihkan pandangan ke arah lain. Mint mendadak malu.
"Uhm... kita mau ngapain kalo Ninda sama David berdua?" tanya Gempar sambil menggaruk tengkuk lehernya cangggung.
"Apa ya..." Mint bingung. "Entah. Mungkin main gamezone?"
"Ya udah, gue ikut aja. Asal jangan ditinggalin. Gue baru pertama ke mal ini."
Mint tertawa geli. "Haha... norak banget. Ya udah, gue tinggal ya. Dadah, Gempita."
Gempar refleks menahan lengan Mint. "Eh, jangan."
"Dasar anak ilang. Gue bercanda. Gue mau cari novel dulu. Lo suka baca novel nggak?" Mint menurunkan tangan Gempar dari lengannya.
Obrolan mereka terus berlanjut. Mint memberitahu genre novel kesukaannya dan mengambilkan beberapa novel best seller pilihannya. Sementara Gempar seperti pacar pengertian yang hanya mengangguk dan mengikuti ke mana pun Mint ingin kunjungi.
✨✨✨
Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar kalian😘😘😘🤗❤
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Salam dari Mint yang jutek😍😍😍
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top